Title: Sinful Requiem

Disclaimer "Naruto": Kishimoto Masashi

This story belongs to KyuuRiu

Genre: Hurt/ Comfort

Family

Pair : SasuNaru (incest)

Rated: M

Warning: SUPER OOC! (especially Sasuke)

typo(s), mis-typo(s)

alur cerita rumit (maybe)

banyak kata-kata kasar dan tindakan yang tidak patut ditiru

Naruto's point of view

.

.

Fourth Sin (A): Unravel

-Sasuke's Point of View-

.

.

"Umm… Nii-chan…" gumamku saat Nii-chan membantuku duduk di sebuah kasur empuk. Apakah kami di rumah? Sepertinya tidak, tempat tidurku terasa jauh lebih nyaman dari ini. Dan yang paling penting, Nii-chan berjanji akan membantuku pergi menjauh dari Tou-san untuk sementara waktu.

Nii-chan pasti menepati janjinya…

"Lepas sepatumu." ucapnya membelakangiku. Ia membungkuk, mungkin melepas sepatunya sendiri, lalu melempar jas yang dipakainya.

Aku tidak boleh merepotkan kakakku lagi, dia pasti lelah setelah membantuku berjalan jauh.

Aku pun mencoba meraih sepatuku, entah apa yang terjadi, kepalaku rasanya pusing sekali. Dan saat kudapat kembali sedikit kesadaranku, kurasakan lengan Nii-chan yang memelukku.

"Kau… lepas sepatu saja tidak bisa?" gertaknya. Aku bisa membayangkan wajah kesalnya yang menatapku, sayang sekali, aku terlalu lemas untuk sekedar mendongakkan kepala untuk mendapati sorot mata indah miliknya.

"Dasar tidak berguna!" omelnya. Walau begitu, lengan tan-nya mulai terulur meraih sepatuku, lalu melepasnya perlahan.

"Maaf Nii-chan…"

Pemuda yang dua tahun lebih tua dariku ini tidak menjawab. Ia sibuk melepas sepatuku, lalu jas dan ikat pinggangku. Sejak kecil Nii-chan selalu bilang, tidur dalam posisi masih mengenakan ikat pinggang sangat tidak sehat.

"Kau disini saja. Kuambilkan air."

Seolah bisa membaca pikiranku, Nii-chan mulai beranjak meninggalkanku. Jujur, rasanya ingin sekali bilang padanya untuk tidak pergi. Punggung yang dulu selalu tepat berada di depan mataku itu semakin menjauh. Entah sejak kapan, aku seolah tak bisa lagi meraihnya.

Aku terbaring menatap Nii-chan yang membuka kulkas kecil yang ada di sudut kamar. Ia lalu berjalan ke arahku dengan membawa sebotol air mineral.

"Lain kali, jangan libatkan aku kalau kau mau mengamuk." Gumamnya samar-samar terdengar olehku. Kalau aku tidak salah lihat, Nii-chan membuka botol mineral itu, lalu meminum beberapa teguk air bening di dalamnya.

Aku hanya bisa bergumam tidak jelas.

Ia lalu mengulurkan botol setengah penuh itu padaku, menyentuh bibirku dengan mulut botol yang baru saja menempel di bibirnya. Dengan rakus, langsung kugenggam lalu kuteguk semua isi di dalamnya.

Aku berciuman dengan Nii-chan. Walau secara tidak langsung, aku telah berciuman dengannya!

Kudengar Nii-chan mengatakan sesuatu tentang pelan-pelan atau apalah.. aku tidak bisa mendengarnya dengan jelas.

"Uhhukk.. Uhkk!"

"Sasuke!"

Kurasakan botol di genggamanku terlepas, lalu melayang menjauh. Tanganku berusaha meraihnya, namun tidak bisa. Saat ingin kupanggil kakakku untuk mengambilkannya, saat itulah aku tersadar… aku tidak bisa bernafas!

Dadaku rasanya sesak sekali. pandanganku mulai kabur…

Sempat terlihat olehku wajah panic Nii-chan. Ia sepertinya mengatakan sesuatu, tapi aku tidak bisa bahkan tak lagi bisa membaca gerakan bibirnya.

Nii-chan..

Nii-chan…

Kupejamkan mataku rapat, berharap Kami-sama kembali mengalirkan oksigen ke paru-paruku.

Kumohon… aku masih ingin bersama Nii-chan.

"Ughh.."

Sesuatu mendorong tubuhku hingga aku terbaring. Setelahnya daguku tertarik, sakit…

Kubuka mataku untuk melihat apa yang terjadi, namun yang nampak hanyalah kegelapan yang memblokade pandanganku. Kubuka bibirku, ingin protes. Saat itulah kurasakan sesuatu yang hangat menyentuh bibirku.

Jantungku berdetak cepat, dadaku masih terasa sesak.

Apa yang sedang terjadi? Tidak! Aku tidak mau mati dengan cara seperti ini! Nii-chan.. Nii-chan tolong aku.. Nii-chan!

"Sasuke.. tenanglah sedikit..." bisik sebuah suara terdengar panic. Suara yang sangat kukenal, suara kakakku…

"Nnghhh.. Nii –"

"Diamlah…"

Baru saja bisa kembali bicara, sesuatu kembali menyumpal mulutku. Kali ini aku bisa merasakan udara mengalir ke paru-paruku.

Suara Nii-chan.. udara yang kembali mengisi organ pernafasanku..

Aku akan baik-baik saja. Nii-chan bersamaku…

Perlahan-lahan, aku mulai tenang. Nafasku pun kembali normal. Sayangnya, pandanganku masih gelap.

"Ngghh.. Nii-cha –"

'degh'

Lidahku menyentuh sesuatu. Hangat…

Apa yang –

"Baguslah kalau kau sudah baik-baik saja." Gumam Nii-chan datar. Saat itu pula kegelapan di mataku mulai memudar, digantikan oleh cahaya putih yang menyilaukan. Yang tadinya berada di dalam mulutku pun seolah tak pernah ada.

Barusan… apa yang terjadi?

"Nii-chan…"

"Kau tiduran. Akan kucarikan baju ganti." Ucapnya tanpa sedikitpun menatapku. Aku pun menurutinya. Firasatku mengatakan bahwa Nii-chan sedang tidak ingin dibantah. Dan aku… tidak mau Nii-chan meninggalkanku sendiri disini.

Pemuda yang sudah mengajariku banyak hal itu membuka almari berukuran sedang di sisi kanan tempat tidur. Kalau aku tidak salah lihat, hanya ada dua yukata tergantung di dalamnya. Nii-chan mengambil satu, lalu membawanya berjalan ke arahku.

"Lepas bajumu yang basah." gumamnya menunjukkan wajah datar. Hari ini dia aneh sekali. walau sejujurnya aku tidak bisa melihatnya dengan jelas karena pandanganku yang entah mengapa kabur, aku yakin ekspresi Nii-chan banyak berubah.

Nii-chan tidak sedang sakit kan?

"Sasuke." Panggilnya menyadarkanku dari lamunan. Aku pun mulai melepas kancing bajuku dengan kedua tanganku.

Susah sekali…

Berkali-kali kucoba, namun tanganku seolah terkena minyak licin yang membuatku tidak bisa memegang dengan benar.

Brengsek!

"Uhh.." aku mulai kesal. Aku harus bisa melepasnya! Dulu, Nii-chan sudah mengajariku, dan seingatku aku sudah bisa melakukannya.

"Nngg!"

"Dasar manja.." gumam Nii-chan. Kurasakan tangannya mencubit bibirku, lalu beralih ke kancing bajuku.

"Lihat baik-baik…"

Jemari lembut Nii-chan menyentuh jari-jariku dan mengarahkannya. Membantuku melepas kancing bajuku sendiri.

"Ahh.." pekikku senang saat kancing teratasku berhasil terbuka. Aku mendongak, tersenyum pada Nii-chan. Kudapati ia juga sedang… tersenyum?

Sudah berapa lama sejak terakhir kali kulihat bibir cherry-nya tersenyum padaku?

"Lanjutkan…" bisiknya lembut, membuatku kembali fokus pada kancing selanjutnya. Jemari caramel Nii-chan masih setia membantuku. Rasanya menyenangkan.. aku jadi seperti kembali ke masa sepuluh tahun yang lalu…

Masa dimana Nii-chan dan aku banyak melakukan hal bersama.

Setelah kubuka dua atau tiga kancing selanjutnya, ponsel Nii-chan berbunyi. Ia berhenti membantuku, lalu mengangkat panggilan masuk entah dari siapa.

"Ada apa?" gumamnya dengan wajah masam. Senyum tipis yang tadi sempat bertengger di bibirnya kini hilang entah kemana. Kenapa Nii-chan harus berhenti tersenyum? Padahal sebuah senyuman sangat cocok dengan wajahnya yang manis…

"Dia baik-baik saja." Ucapnya datar. Walau begitu, bisa kulihat alisnya berkerut.

Apa Nii-chan sedang marah? Siapa yang menelfon sampai-sampai membuat kakakku marah?

"Harus berapa kali kubilang, Sasuke ba –"

Ia memotong ucapannya sendiri. Wajahnya terlihat sangat kesal.

"Nii-chan…" gumamku memanggilnya. Ia melirikku sekilas, lalu kembali fokus dengan benda yang kini menempel di telinganya.

Kulihat ia menghela nafas dalam sebelum –

"Dengar!"

Entah kenapa, mata Nii-chan memerah.

"Apa memang hanya dia yang kau pikirkan? Kubilang dia baik-baik saja kan? Kenapa kau tidak tanyakan keadaanku? Barusan seseorang yang sangat kuhormati menghajarku, bibirku berdarah terkena cincin mahal yang dipakainya. Kau tidak khawatir? Aku bisa saja terkena infeksi dan mati!"

Nada bicara Nii-chan terdengar sangat sarkastik ketika dia bilang 'seseorang yang sangat kuhormati'. Nafasnya juga memburu, seolah Nii-chan sedang menahan sesuatu.

"Sasuke.. Sasuke.. Sasuke! Kau juga punya seorang putra bernama Naruto. Brengsek!"

"Ughhh!"

Nii-chan melempar ponselnya ke arahku, mengenai perutku. Walaupun ia melemparnya kuat, aku sama sekali tidak merasakan sakit.

Yang kurasa hanyalah… nyeri di ulu hatiku.

Melihat Nii-chan yang menatap entah-apa di hadapannya dengan tatapan kosong, juga tangannya yang mengepal erat membuat hatiku sakit.

"Nii-chan…" kuletakkan ponselnya di meja, lalu kuraih tubuhnya dan menariknya ke dalam pelukanku.

Aku tidak tahu apakah dia akan membalas pelukanku, atau malah memarahiku. Aku tidak peduli! Yang kutahu pasti adalah Nii-chan membutuhkanku.

"Brengsek!" gumamnya menahan amarah. Matanya mulai berkaca-kaca. Nafasnya yang memburu mulai tersengal.

Apa Nii-chan akan memangis? Tidak! Nii-chan tidak boleh menangis!

"Nii-chan!" nada suaraku naik. Kubingkai wajahnya dengan kedua tanganku, kutatap dalam-dalam sepasang sapphire indahnya.

"Brengsek.." gumamnya bergetar.

Saat itulah kulihat sebutir bola Kristal meleleh dari sudut mata kanannya.

Nii-chan menangis.

Apa aku melakukan hal yang membuatnya sedih?

"Maaf, Nii-chan. Jangan menangis.. kumohon…" Kucium sudut matanya, lalu kupeluk erat.

Entah mengapa aku meminta maaf kepadanya. Jujur, ada bagian kecil dalam diriku yang mengatakan bahwa semua ini salahku.

Aku yang salah karena membuat Nii-chan membantuku kabur dari rumah. Mungkin, karena itu tadi Nii-chan dimarahi?

Sudahlah. Yang penting kutenangkan Nii-chan. Dulu, Nii-chan juga sering memelukku begini ketika aku menangis. Mungkin, dengan aku melakukan hal yang sama, Nii-chan akan merasa lebih tenang.

"Dia.. breng –sek!"

Seolah aku bisa merasakan betapa sulitnya bagi Nii-chan untuk mengucapkan frase itu, namun yang mampu kulakukan hanyalah memeluknya begini.

Apa… apa yang dulu Nii-chan lakukan untuk menenangkanku?

Ingatlah.. Sasuke!

Ughh! Kenapa otakku seolah tak mau bekerja di saat-saat penting begini?

"Kkhhh!"

Tangan kanan Nii-chan meremas dadanya sendiri, kuat. Tubuhnya membeku dan nafasnya tersengal beberapa kali.

"Nii-chan. Katakan padaku, apa yang terjadi…" ucapku setengah merengek. Aku tahu ini bukan saatnya aku manja, tapi memang beginilah aku.

Aku… tidak akan pernah bisa menjadi seperti Nii-chan yang keren dan hebat.

"Hei…" kucoba menarik tangan kanannya. Aku tidak ingin dia melukai dirinya sendiri.

Ia menyingkap poninya, lalu mendengus. "Kau tidak akan mengerti."

Bibirnya tersenyum, namun sorot matanya seolah terluka. Dan senyum ironi itu… sangat menggangguku.

Nii-chan lebih cocok dengan senyum tulus. Senyum yang menunjukkan luka seperti ini… aku tidak akan memaafkan siapapun yang melukai Nii-chan!

"Aku tidak akan mengerti kalau Nii-chan tidak bilang."

"Percuma. Kau tida –"

"Bilang padaku! Aku tidak akan memaafkan siapapun yang membuat Nii-chan begini!"

Entah ekspresi apa yang kubuat, entah nada seperti apa yang kugunakan, yang jelas ucapanku membuat Nii-chan berhenti bicara. Matanya terbelalak kaget menatapku, namun air matanya masih mengalir perlahan.

Aku benci ini. aku benci siapapun yang telah membuat Nii-chanKU begini.

Tidak akan kumaafkan.

"Nii-chan.." gumamku mengusap pipi kirinya. Terasa hangat.

Ia kembali tersenyum, masih senyum yang terasa menyakitkan. Tangan kanannya menyentuh pucuk kepalaku, menarik wajahku mendekat.

"Kau yakin dengan ucapanmu?" gumamnya lirih.

Aku hanya bisa mengangguk kaku. Wajahnya yang sedekat ini, matanya yang memerah, bibirnya yang terlihat mungil dan lembut… aku bisa merasakan wajahku yang memanas.

Ehtah setan apa yang merasukiku, kupersempit jarak kami. Lalu perlahan kusentuh bibirnya dengan bibirku. Nii-chan langsung menjauhkan tubuhnya dariku. Wajahnya terlihat bingung.

Aku baru saja mencium kakak kandungku. Dan kami… sama-sama laki-laki.

"Dengar…" bisikku kembali membingkai wajahnya. Sapphire yang masih terlihat bimbang itu balas menatap onyx-ku yang kini entah memancarkan sorot seperti apa.

" –mulai sekarang, kumohon… bergantunglah padaku."

Kini wajah caramel itu terlihat ketakutan? Matanya bergetar seolah tak percaya dengan ucapanku barusan.

Aku… tidak mengatakan sesuatu yang salah kan?

Aku benar-benar hanya ingin Nii-chan percaya padaku. Aku ingin Nii-chan kembali tersenyum…

"Kumohon…" aku kembali merengek. Aku sadar, saat ini aku terdengar sangat menyedihkan. Dan aku akan memohon lagi dan lagi agar Nii-chan menggunakan pundakku untuk bersandar.

Tangan kiri Nii-chan terulur, jemarinya membelah poniku, lalu ia mendekatkan bibirnya ke telingaku, "Kalau sampai kau ingkar, kau tidak akan bisa bertemu denganku lagi."

Aku hanya bisa mengangguk.

Jujur, dadaku berdebar-debar dengan kencangnya. Nii-chan bilang dia percaya padaku. Tidak ada yang membuatku lebih bahagia daripada ini.

"Kau tidak akan memaafkan siapapun yang menyakitiku?"

Aku kembali mengangguk, kali ini sambil melingkarkan kedua lenganku ke pinggangnya, "Aku janji."

Nii-chan tersenyum, didekatkannya wajah manis itu ke wajahku. "Aku juga akan menepati janjiku…"

"Mwwphhh…"

Tubuhku membatu.

Pemuda bernama Naruto dalam dekapanku, kini menciumku! Tepat di bibir. Ia memperdalam ciumannya sambil sedikit membuka mulutnya, membuatku reflek menjulurkan lidahku memasukinya.

Dia benar-benar menepati janjinya untuk menciumku.

Nii-chan… memang tidak pernah bohong padaku.

Kubelai lekuk pinggangnya saat lidahku masuk lebih dalam untuk mengait lidahnya, lalu kuhisap kuat. "Ngghh.. Mwwhh.. Nii-cwmmhh…"

"Nnhh…"

Tangan Nii-chan mendorong kepalaku semakin dalam. Mata indahnya setengah terpejam, bertatapan dengan obsidian kelamku.

Nii-chan terlihat sangat cantik.

Ciuman pertamaku dengan Nii-chan terasa begitu nikmat.

"Mmpwhhh.. aa~aahh…" lenguhnya keras ketika kutelusupkan tangan kananku untuk membelai dadanya yang rata, kemudian mencubit pelan nipple mungilnya.

"Sasu.. henti –akhh!"

Ditenggelamkannya kepala bersurai keemasan itu ke perpotongan leher dan pundakku ketika kupelintir nipple miliknya. Protes yang terlontar dari bibir cherry-nya terdengar seperti lenguhan dan desahan nikmat di telingaku.

Mungkin aku masih mabuk, mungkin ini hanya imajinasiku saya. Apapun itu, yang terpenting adalah fakta bahwa Nii-chan sedang berada dalam pelukanku.

"Mmmhhh~" matanya terpejam erat. Kedua tangannya mencoba mempertahankan kemeja berantakannya yang coba kulepas.

Manis sekali.

Aku semakin brutal menarik-narik kemejanya ke atas. Saat itulah, wajahku tiba-tiba ditarik, membuat mataku menatap langsung sapphire yang kini terlihat penuh gairah.

"Nggh.." celanaku semakin sesak.

Aku… ingin melakukannya dengan Nii-chan.

Sangat ingin!

"Sasuke…" ucapnya terdengar menggoda. Kakakku lalu merapatkan tubuh indahnya padaku. Didudukinya selangkanganku yang sudah sangat ingin mencicipi liang kenikmatannya.

"Mmhhh.." lenguhnya tertahan saat belahan pantatnya tertekan ke bawah, tepat mengenai gundukan di pangkal pahaku.

"Gguhh.." kalau saja kami tidak memakai celana, pasti sudah kumasukkan milikku ke dalam liangnya.

"Dengar…" Nii-chan berbisik, lalu kembali menatapku. Ditariknya tangan kananku, lalu disentuhkan ke nipple-nya yang menegang.

Sebelah tangannya menarik tangan kiriku, lalu diletakkannya tepat di bibirnya. Nii-chan menciumnya, bibirnya terlihat setengah tersenyum. "Aku pertaruhkan semuanya padamu. Kalau kau sampai berkhianat, lebih baik aku… mati."

'degh'

Harusnya aku marah mendengar dia yang ingin mati, tapi entah kenapa aku merasa sangat bahagia.

Yang barusan itu, bukannya Nii-chan baru saja bilang kalau dia menyukaiku? Sama seperti aku menyukainya.. tidak! Dia mencintaiku! Nii-chan tidak bisa hidup tanpaku..

Aku.. sangat bahagia!

Dan lagi, air mata yang kembali membasahi pipinya. Bukankah itu bukti bahwa dia sangat-sangat bahagia bersamaku?

"Nii-chan…" bisikku tepat di telinganya. Kucium wajahnya, kubelai lembut penuh gairah seluruh tubuhnya.

Perlahan, kubaringkan ia, lalu kutindih. Kulucuti semua yang menempel padanya, semua yang menghalangi pandanganku untuk melihat kulit tannya yang menggairahkan.

Dia milikku!

Naruto milikku!

Pemuda yang sejak dulu kupanggil Nii-chan ini hanya milikku seorang!

Malam ini aku akan menggagahinya. Malam ini akan jadi bukti bahwa ia mencintaiku, seperti halnya aku yang mencintainya.

"Mwwhh.. Nii-chan.. ngghh…"

"Sasuke.. pelan-pelan…"

"Nii-chan… Nii-chan…"

Aku janji, tidak akan ada yang bisa melukainya lagi.

Akan kusingkirkan siapapun yang membuatnya sedih!

Itu janjiku padanya…

.

.

"Nnhhh~" Kurenggangkan tubuhku.

Sepertinya, aku baru saja melalui tidur paling nyenyak dalam hidupku. Kubuka mataku perlahan, lalu mencoba menggeser lengan kiriku.

Berat.

Rasanya ada sesuatu yang menindihnya –tunggu! Sepertinya daritadi aku memeluk sesuatu yang sangat hangat.

Mataku berkedip beberapa kali untuk memfokuskan pandangan yang masih kabur. Kupeluk gulingku makin erat.

"Nn.. ahhh.." lenguhny –

Kubelalakkan mataku. tubuhku membeku seketika.

"Ni –Nii-chan.." gumamku tanpa sadar setelah beberapa detik terdiam hanya untuk memastikan pada diriku sendiri akan keberadaan makhluk berkulit caramel dengan rambut pirang dalam dekapanku.

Nii-chan memunggungiku. Aku bisa melihat beberapa bekas kemerahan di leher dan pundaknya, bahkan beberapa diantaranya hampir berwarna kebiruan.

Apa yang –

"Nnnn?" gumamnya naik satu nada.

Tubuh itu lalu berbalik menghadapku. Wajah manis Nii-chan terlihat sangat dekat. Mata yang perlahan terbuka menunjukkan berlian kembarnya padaku…

"Selamat pagi.." gumamnya dengan wajah datar.

Nii-chan menguap sesaat, lalu menenggelamkan kepalanya ke dadaku.

Apa-apaan ini?

Nii-chan dalam pelukanku. Dan lagi, kami… telanjang?

Apa yang barusan terjadi –bukan! Apa yang semalam tercadi?

Apa kami …

"Sasuke.." Nii-chan mendongak menatapku, "Jnatungmu berdebar kencang, dan kau juga.. tegang."

Tentu saja aku berdebar! Orang yang paling kucintai ada dalam dekapanku. Dan tentu saja aku tegang melihatnya! Nii-chan yang manja seperti ini… apa semalam kami benar-benar melakukan sesuatu hingga membuatnya seperti ini?

"H –hey, Nii-chan.."

"Hn?" gumamnya. Ia kembali menenggelamkan dirinya padaku. Sepertinya dia belum mau bangun.

Ugh! Samar-samar aku mengingat sosok Nii-chan yang sangat menggairahkan. Nii-chan yang menciumku, Nii-chan yang memelukku, Nii-chan yang menggerakkan pinggulnya sendiri untuk menyambut milikku yang memasukinya.

Itu semua bukan sekedar mimpi basahku kan? Harus kupastikan apa yang terjadi semalam!

Aku menarik nafas dalam. Sulit sekali untuk mengucapkannya. "Ke –kenapa kita tidak pakai baju?"

Nii-chan diam. Ia berhenti mendorong dadaku dengan wajahnya. Bisa dibilang, ia mulai bergeser menjauh beberapa sentimeter.

"Apa semalam kita.. melakukan itu?"

Kali ini Nii-chan mendengus. Ia menarik selimut untuk menutupi tubuhnya sendiri, lalu bergeser menjauhiku. Ia tidak mengatakan apapun, tidak juga menatapku.

"Nii-chan.." kutarik tangannya. Aku ingin dapat jawaban, bukan malah seperti ini. Nii-chan kenapa sih?

'plaaakkkk!'

Mataku terbelalak. Dengan wajah yang masih menunduk, Nii-chan menepis tanganku, lalu menamparku keras.

"Kenapa Nii-chan memukulku?" nada bicaraku mulai naik. Aku tidak melakukan kesalahan apapun, kenapa dia begitu?

Berdecih kesal, Nii-chan malah turun dari ranjang, lalu membalutkan selimut yang dia pegang ke tubuhnya sendiri.

Aku benci diacuhkan!

Aku kesal.

"Nii-chan! Kenapa acuhkan aku?" kali ini aku turun dari ranjang, lalu menarik tubuhnya, memaksanya berhadapan denganku.

Nii-chan mendongak, dan dadaku tiba-tiba terasa sangat sesak.

"Kenapa…" gumamnya datar. Bibirnya bergetar menahan senyum getir yang menyakitkanku.

"Kenapa kita telanjang, katamu..?" bibir Nii-chan setengah tersenyum. Nada bicaranya terdengar seperti sedang menahan tawa. Tawa yang tertuju untuk dirinya sendiri…

"Kenapa kau lupa?"

Nii-chan… berkaca-kaca?

"Kenapa tidak kau tanyakan pada dirimu sendiri?" tiba-tiba saja dia berteriak di depan wajahku. Dilemparkannya selimut itu menjauh. Nii-chan menarik tanganku, menggiringnya menyentuh belahan pantatnya yang –

'degh'

"Kenapa bisa ada cairan menjijikkan seperti ini? Milik siapa?"

"Nii-cha –"

"Kenapa ada tanda seperti ini di sekujur tubuhku?" kali ini Nii-chan menarik tanganku ke dadanya yang penuh dengan tanda kemerahan.

"Nii –"

Kuhentikan kalimatku sendiri saat kulihat tanganku yang kini menyentuh dadanya. Tanganbku yang dipenuhi cairan kental yang terasa hangat.

"Kau pikir, apa yang semalam kau lakukan padaku!?"

Aku ingat semalam kami berciuman. Aku ingat semalam kami berpelukan, aku ingat Nii-chan menduduki pahaku. Aku ingat semalam aku menyetubuhinya. Tapi –

"Kau anggap aku apa? Pelacur!?" Nii-chan menepis tanganku.

Aku melihatnya, air mata yang semalam juga membanjiri pipinya.

"Jadi kau hanya menganggapku sebagai seorang pelacur? Jadi kau pikir kau bisa tidur denganku, lalu melupakannya begitu saja? Brengsek!"

Nii-chan bergerak semakin mundur menjauhiku hingga ia menabrak meja kecil di samping ranjang. Di atasnya terdapat beberapa buah apel, juga pisau.

"Bukan begitu, Nii-chan…"

Tangan tan itu mengambil sebuah apel, lalu melemparnya asal ke arahku. "Bohong… kau bohong padaku, Sasuke! Bohong!"

Aku tidak tahu harus berbuat apa. Tubuhku membeku, bibirku terkunci rapat.

Bodoh! Kenapa aku harus bingung di saat begini!?

Aku harus mengatakan sesuatu! Harus…

"Nii-chan, bukan begitu. Aku hanya –"

"Hanya?" wajahnya terlihat frustasi. Sapphire kembarnya yang basah menatapku lekat. Membuat jantungku seolah berhenti berdetak.

Tidak! Aku tidak pernah melihat Nii-chan begini. Nii-chan kenapa?

"Jadi aku adalah sebuah 'hanya' bagimu…" nada bicaranya melemah. Bibirnya kembali tersenyum getir.

"Kau mempermainkanku Sasuke… kau bohong padaku."

Ia memeluk tubuhnya sendiri. Perlahan jemari Nii-chan mencakar lengannya sendiri, menelusur dari pundak hingga ke ujung tangan, seolah ingin membersihkan tubuhnya dari sesuatu. "Menjijikkan! Aku hanya dianggap sebagai pelacur murahan… menjijikkan!".

"Bukan.. Nii-chan dengarkan aku!"

Aku ingat semuanya! Aku ingat semuanya! Aku harus bilang pada Nii-chan! Aku tidak ingin dia salah paham!

"Kau bohong. Kau mengkhianatiku…"

Suaranya makin bergetar hebat, namun bibirnya tak berhenti tersenyum. Tangan kanan Nii-chan terselip ke belakang. Ia seperti sedang mengambil sesuatu.

Beberapa saat kemudian, ia menaikkan tangan kirinya hingga tepat di depan wajah. Tangan kanan yang tadi tersembunyi di balik tubuhnya pun ikut terangkat.

Silau..

"Kau mengkhianatiku…"

Jantungku berdetak tak menentu. Aku merasa takut. Sangat takut. Tangan kanannya membawa pisau, terarah tepat ke nadi di pergelangan kirinya. sebuah titik yang sangat vital.

"Tidak! Nii-chan hentikan." Aku hanya bisa berteriak, tak berani bergerak.

.

"Aku pertaruhkan semuanya padamu. Kalau kau sampai berkhianat, lebih baik aku… mati."

.

Aku ingat!

Aku ingat semua yang terjadi semalam!

Aku ingat janji yang kami buat. Aku ingat setiap detail dari hal-hal yang kami lakukan bersama.

Aku hanya ingin memastikan.

Aku tidak bermaksud mengkhianatinya.

"Kumohon… Nii-chan hentikan." Aku bisa merasakan cairan hangat mengalir di pipiku.

Aku benar-benar tidak berguna. Aku tidak tahu apa yang harus kulakukan. Aku hanya bisa diam membatu tanpa bisa mendekatinya.

"Kau bohong padaku…" Nii-chan tersenyum menatapku. Matanya yang masih basah sungguh menyakitkanku.

"Kau mengkhianatiku… kenapa aku percaya padamu…" nada bicaranya mulai aneh. Pandangan matanya berubah. seolah dia bukan lagi Nii-chan yang kukenal.

"Kau… memang ini yang kau inginkan."

Aku melihatnya.

Nii-chan yang menekan mata pisau itu ke pergelangan tangannya. Tepat di atas bagian yang terhubung dengan ibu jari.

Tidak!

Tidak!

Aku tidak mau begini…

Nii-chan..

Nii-chan…

"Nii-chaaann!"

Bagiku, semuanya terlihat jelas.. perasaanku kepada Nii-chan berbalas.

Tapi kenapa… kenapa aku malah melukainya?

Kumohon… Nii-chan maafkan aku!

Jangan tinggalkan aku!

.

.

Tbc

.

.

Yuhuu…

Menyelesaikan chapter ini bagai menyelesaikan perjalanan ke barat untuk mencari kitab suci. Kyuu banyak sekali kegiatan di RL.

Ketika Kyuu harus bantuin melatih sebuah devisi di suatu tempat, tambahan… Kyuu harus turun pas hari H padahal Kyuu sudah berpredikat sebagai seorang alumni.

Sensasi main kucing-kucingan sama pengawas bikin Kyuu berasa ganteng, ditambah sensasi gak mandi itu keren banget #plak

Ohh ya. Akhirnya Kyuu ketahuan sama pengawas. Tapi berhubung Kyuu ganteng, jadi baik-baik saja. Kyuu juga dapet banyak makan dan ada juga adek tingkat di devisi itu yang manis #ehh

Kyaaaaa~~

Lalu Kyuu harus persiapan untuk ujian. Demi Jashin.. Kyuu diterima, daaaan langsung menjalani rutinitas disana.

Sangat mendadak euy… mana belum dapat tempat tinggal -_-

Walhasil tergesa sekali semuanya.

Well.. Kyuu sedang mencoba mensyukuri hidup di tempat yang baru. Walau tidak semenyenangkan di tempat yang dulu, Kyuu tetap ganteng.

Disini sinyal busuk dan banyak nyamuk!

Err… ini berasa catatan hati seorang pengetik abal =_+yasud lupakan saja :D

.

Pokoknya, di chap ini Kyuu mencoba menggambarkan apa yang dilihat Sasupret. Semuanya terkesan melompat-lompat dan membingungkan. Salah satu alasannya tentu saja karena Kyuu ganteng –NOO! Karena Sasuke yang masih mabuk gak jelas ra mutu. Dan yang paling penting, alasan utamanya adalah karena sikap Naruto yang memang ambigu dan gak jelas.

Yaa… kita coba lihat apa yang sebenarnya Narupret rasakan di chap depan :3

Seperti biasanya, pengetik abal ini tidak bisa membalas review satu-satu. Tapi tentunya mata batin Kyuu sudah menyimpannya dalam hati #absurd

Ohh ya.. yang chap 1 mirip cerita di suatu tempat, jujur Kyuu tidak tahu-menempe. Tapi Kyuu bakal seneng banget kalau ada yang bisa mention the title, so I can read it.

Seriously! Kyuu kekurangan bacaan di sini *cries*

Ohh ya. Untuk emak babenya SasuNaru, Kyuu tidak akan menentukan siapa mereka. Kyuu menyerahkan sepenuhnya kepada readers yang kece. Bukan berarti Kyuu malas, walau memang Kyuu jarang mandi, tapi karena siapapun mereka, cerita ini gak akan berubah. hahaha #kissedbyitachi

Oke… doakan biar Kyuu survive di sini ya. Kyuu sedang berusaha juga untuk menyelesaikan chap terbaru untuk Sorry I'm GAY and There's No Regret in My Life.

Btw, Kyuu semakin tergila-gila sama RiRen #gaknyambung#

Okay…

Doakan untuk kelancaran chap berikutnya.

.

.

Akhir kata,

Mohon review dari para readers yang ganteng dan cantik :*