Title: Sinful Requiem

Disclaimer "Naruto": Kishimoto Masashi

This story belongs to KyuuRiu

Genre: Hurt/ Comfort

Family

Pair : SasuNaru (incest)

Rated: M

Warning: SUPER OOC!

typo(s), mis-typo(s)

Cerita yang maksa dan gak mutu..

Bisa menimbulkan keinginan nge-flame

.

.

First Sin: I Don't Dislike My Brother

.

"Naruto, dimana adikmu?" tanya Kaa-san saat aku baru saja masuk ke ruang makan. Pertanyaan yang sangat merusak moodku di pagi hari.

"Mungkin masih tidur." jawabku malas. Aku tidak tahu dan tidak mau tahu apa yang dilakukan orang yang lebih muda dua tahun dariku itu.

"Siapa yang masih tidur?" gumam sebuah suara dari arah belakangku. Pemuda yang memakai seragam sama sepertiku itu lalu seenaknya duduk di kursi sebelahku.

"Baguslah semua sudah berkumpul. Ayo mulai sarapannya." Gumam Tou-san meletakkan Koran yang sejak tadi dibaca. Kaa-san pun kemudian duduk di sebelah Tou-san.

Kami memulai sarapan pagi seperti hari-hari biasanya. Ya.. kami memang keluarga biasa, yang tinggal di lingkungan yang biasa.

Menghela nafas, aku menyibakkan helaian pirangku yang mulai memanjang.

"Nii-chan.. kurasa kau harus memotong rambutmu."

"Sudah berapa kali kukatakan? Jangan pernah memanggilku begitu." Gumamku merespon cepat seseorang yang duduk di sampingku. Aku benar-benar tidak suka panggilannya kepadaku. Dipanggi 'Nii-chan' oleh adik laki-laki yang juga merupakan kouhai-mu di sekolah bukanlah hal yang menyenangkan.

"Nii-chan.."

Aku diam tidak merespon. Anak bandel satu ini benar-benar tidak pernah mau mendengarkan omonganku. Kalau saja Kaa-san dan Tou-san tidak disini, aku pasti sudah memukulnya.

"Nii-chan.."

Tch! Setidaknya, dia terdengar lebih menghargaiku jika mengganti 'chan' dengan 'san'. Kalau seperti ini, dia seperti sedang mengejekku. Mentang-mentang lebih tinggi lima sentimeter dariku…

"Nii-cha –"

"Sasuke!" bentakku pada akhirnya. Kutolehkan wajahku ke arahnya, kupelototi mata gelapnya. Dan entah apa yang si bodoh ini pikirkan, dia malah tersenyum.

"Sudah.. sudah.. kalian jangan bertengkar." Kaa-san mencoba melerai kami. Sorot mata canggungnya mengingatkanku bahwa Tou-san sangat tidak suka perdebatan di meja makan.

Aku berdecih sebal, lalu kembali fokus pada mangkuk nasiku.

"Aku setuju dengan Sasuke.." gumam Tou-san hampir membuatku tersedak. Setuju dengan Sasuke berarti…. Menyuruhku potong rambut?

"Lagipula Tou-san ingin kau mengubah warna rambutmu. Warna pirang cerah seperti itu.. kau terlihat seperti berandal." Gumamnya santai.

Malas berdebat dengan Tou-san, kueratkan genggamanku pada sumpit.

Moodku pagi ini benar-benar hancur.

Semalam aku tidak bisa tidur gara-gara memikirkan nilai ujian tengah semester yang akan keluar hari ini. Aku bukannya bodoh, malahan.. bisa dibilang, akulah yang paling baik di kelas… di angkatanku. Yang membuatku tidak bisa tidur adalah.. kemungkinan kalah nilai dari seseorang. Seseorang yang sangat menyebalkan.

Ditambah lagi adikku, Sasuke yang sejak pagi sudah bikin ulah. Juga Tou-san yang lagi-lagi mengomentari warna rambutku. Memangnya kenapa kalau aku mengecatnya pirang? Toh tidak mempengaruhi nilai-nilaiku kan?

Kenapa Tou-san tidak mengurus rambut bungsunya yang seperti pantat ayam itu saja? Menyebalkan.

"Aku sudah selesai." Gumamku mengakhiri sarapan. Kuambil tas yang kuletakkan di bawah kursi, lalu mulai beranjak.

"Nii-chan.. Nii-chan tunggu!"

Kuabaikan ucapan bernada tinggi itu. Aku memakai sepatu.. lalu berjalan keluar rumah.

"Nii-chan!" teriak Sasuke di telingaku. Tangan kanannya menepuk pundakku keras. Aku tahu, dia merasa kesal karena ditinggal.

"Kenapa meninggalkanku?"

Aku berdecih sebal. Kusingkirkan tangannya dari pundakku, "Kubilang jangan memanggilku begitu."

"Tidak mau."

"Jangan ikuti aku."

"Aku tidak mengikutimu. Aku hanya sedang berangkat ke sekolah."

Check mate!

Kami memang berangkat ke sekolah yang sama, dan aku sedang malas membalas ucapannya. Berdebat dengan Sasuke di saat begini hanya akan membuatku bertambah bad mood.

Sudahlah… kuacuhkan saja bocah bandel satu ini.

"Naru-nii.."

"Hmm?" gumanku tanpa sadar.

"Nanti aku tidak ada kegiatan klub. Kita pulang sama-sama ya?"

"Aku ada urusan."

"Ayolah Nii-chan…"

"Kubilang, aku ada urusan."

Dan rengekan Sasuke menjadi music yang menemaniku sepanjang perjalanan menuju sekolah. Aku tidak menyukainya.

Aku bukannya tidak menyukai Sasuke. Bukan karena sifatnya yang masih manja padaku, padahal sudah kelas dua SMA. Bukan karena panggilan 'Nii-chan' kepadaku. Hanya saja.. sesuatu yang lain membuatku tidak menyukai suara Sasuke saat memanggilku begitu.

Kalau saja dia masih menjadi adikku yang manis, mungkin aku akan membiarkannya memanggilku 'Nii-chan' sampai puas.

"Yo.. Naruto-senpai, Sasuke!" sapa seseorang berambut coklat dari belakang kami saat aku dan Sasuke sedang mengganti sepatu di loker. Sasuke yang tadinya masih merengek, langsung berhenti.

"Yo.. Kiba." Balasku singkat. Pemuda dengan tato segitiga di kedua pipinya ini adalah kouhai-ku, kami sama-sama masuk tim basket inti Konoha Gakuen. Walau sejak sebulan yang lalu semua murid kelas tiga, termasuk aku, mulai berhenti dari kegiatan klub, hubungan kami masih sangat baik.

"Hei, Sasuke. Pertandingan besok adalah pertandingan pertamamu sebagai kapten yang baru. Jangan kecewakan kakakmu ya!" Kiba berseru senang. Ia menepuk pundakku, juga pundak Sasuke.

"Hn." Gumam Sasuke tidak jelas. Dan Kiba hanya tertawa menanggapi teman sekelasnya yang 'cool' itu.

Aku menghela nafas, aku harus segera pergi dari tempat ini. Kuberikan isyarat kepada Kiba untuk melakukan hi-five. Setelahnya, aku berjalan menuju kelasku, "Tenang saja. Kalau kalian, pasti bisa meneruskan masa keemasanku."

"Jangan lupa nonton aksi kami ya, kapten!"

Kulambaikan tanganku sebagai tanda kesanggupanku menghadiri undangannya.

Aku tidak suka situasi ini…

Bukannya aku tidak suka Sasuke yang irit kata di depan teman-temannya. Bukannya aku tidak suka Sasuke yang terpilih menjadi kapten tim basket sekolah kami. Tohh aku juga berkontribusi besar dalam proses terpilihnya Sasuke yang menggantikan posisiku sebagai kapten. Saat aku masih menjadi anggota klub pun, kami menjadi partner terhebat di lapangan.

Aku bukannya tidak menyukai Sasuke…

Aku bukannya tidak menyukai Sasuke yang meneruskan metode latihan yang kubuat, berlatih mati-matian, lalu mengambil istirahat sehari sebelum pertandingan. Bukan juga karena sebagian supporter tim basket (kebanyakan perempuan) yang beranggapan bahwa image 'kapten emo' yang dimiliki Sasuke, lebih keren daripada image 'kapten yankee'-ku. Toh itu tidak akan mempengaruhi hasil pertandingan.

Kalau saja mereka tahu sikap Sasuke di rumah, mereka akan menertawakan Sasuke.

.

.

"Haa~ahh.." helaan nafas berat keluar dari bibirku. Mata biruku menatap tajam tinta hitam yang bercecer rapi di atas kertas yang kupegang dengan tangan kiri.

Aku berdiri di depan pintu rumahku, mempersiapkan mental untuk menghadapi komentar Tou-san. Walau aku yakin, dengan nilai seperti ini, 'orang itu' tidak akan bisa mengalahkanku.

"Tadaima.." gumamku masuk rumah.

Aku langsung disambut oleh 'okaeri' dari Kaa-san, juga hujaman ungkapan protes dari Sasuke yang tidak kutunggu saat pulang tadi. Malas menjelaskan bahwa aku benar-benar ada urusan, aku hanya diam dan menghindarinya yang seolah menghadang jalanku.

"Nii-chan! Kau benar-benar menyebalkan!"

"Tch!"

"Kubilang kita akan pulang sama-sama kan?" ucapnya di depan mukaku dengan nada meninggi. Sasuke berdecak pinggang di hadapanku, sekali lagi menghalangi jalanku.

"Kau –"

"Naruto, Sasuke. Tou-san ingin lihat nilai kalian." Gumam Tou-san di belakang Sasuke. Pria berpakaian rapi itu lalu memberi isyarat kepada kami agar mengikutinya ke ruang keluarga.

Brengsek! Tidak lihat apa kalau aku baru sampai rumah? Paling tidak, biarkan aku ganti baju dulu!

Kami pun duduk di hadapan Tou-san dan Kaa-san yang sama-sama berpakaian rapi. Kalau tidak salah, mereka akan pergi ke rumah kerabat kami yang minggu depan akan menikah.

Aku menaruh kertas yang sejak tadi kubawa di meja, Sasuke merogoh kantung celananya, lalu meletakkan kertas dengan logo yang sama dengan milikku. Mataku dengan cepat menelusuri satu per satu deretan angka di kertas bertekuk banyak.

Dan mendadak aku merasa sangat nyeri. Nilai kami selisih satu point di mata pelajaran Bahasa Jepang dan Sejarah. Selebihnya, sama persis. Tentu saja.. nilai Sasuke (lagi-lagi) lebih baik dari nilaiku.

Tou-san mengamati keduanya, lalu menghela nafas lega.

"Lihat Naruto, Nilaimu menurun begini. Berhenti bermain-main dan lebih giatlah belajar. Kau pasti terlalu banyak main sama anak-anak berandal, lihat rambutmu.."

Kugigit bibirku kuat-kuat, kueratkan genggaman tanganku hingga buku-buku jariku memutih. Kalau saja Tou-san memperhatikan, nilaiku tidak pernah menurun. Hanya karena nilai Sasuke lebih bagus, kenapa jadi aku yang disalahkan?

"Dan kau, Sasuke. Kenapa kau menolak program percepatan yang diajukan sekolahmu? Dengan nilai seperti ini, seharusnya kau bisa berada di kelas yang sama dengan kakakmu."

Orangtua satu ini memang tidak pernah puas. Bahkan Sasuke juga masih mendapat protes.

"Aku tidak mau Tou-san. Pokoknya Nii-chan harus tetap jadi Nii-chan. Baik di rumah, maupun di sekolah. Kalau kami seangkatan, tidak asyik memanggilnya Nii-chan." Terang Sasuke santai.

Entah hanya perasaanku, atau memang ini yang sebenarnya terjadi.. senyum Sasuke seolah sedang mengejekku.

"Sudahlah.. yang penting kalian jadi nomor satu lagi. Kaa-san senang." Ucap Kaa-san. Aku tahu, wanita ini tulus.

"Ya sudah…" Tou-san menghela nafas, ia beranjak, lalu merapikan pakaiannya, "Malam ini Tou-san dan Kaa-san akan menginap di rumah pamanmu untuk membantu persiapan acara besok pagi."

Besok pagi.. besok pagi.. aku tidak tahu ada acara apa besok pagi. Dan aku tidak terlalu peduli.

"Kaa-san sudah siapkan sarapan untuk besok, kalian tinggal menghangatkannya saja. Makan malammu juga ada di kulkas.." gumam Kaa-san menepuk pundakku.

"Aku sudah makan.." ucapku singkat.

Dan mereka pun pergi meninggalkan aku dan Sasuke di rumah. Berduaan dengan bocah bandel ini membuatku jengah. Bukannya aku tidak menyukainya, hanya saja…

"Nii-chan, malam ini tidur sama-sama –"

"Tidak mau!" jawabku cepat. Memangnya dia bocah umur lima tahun apa? Biasanya juga tidur sendiri kan?

"Kalau begitu, kita main game sebelum ti –"

"Sudah jam delapan. Aku mau mandi, lalu tidur." gumamku melangkah ke kamar mandi di lantai bawah. Aku ingin berendam…

Kulepas seluruh pakaianku, meletakkannya di dekat mesin cuci, lalu masuk ke kamar mandi.

Kepalaku rasanya berat sekali. aku ingin mandi dan berendam dengan air dingin. Biar saja kalau aku memang harus sakit. Hitung-hitung istirahat dari rutinitas yang membuatku muak.

Selesai membersihkan tubuhku, aku langsung berendam di bak. Kalau saja air-air ini bisa melunturkan rasa kesalku… Kalau saja…

Rasanya malas sekali kalau harus keluar dari kamar mandi. Mengingat makhluk menyebalkan yang akan kutemui di luar sana…

Bukannya aku tidak menyukainya, hanya saja…

Aku membencinya.

Aku membenci Sasuke.

Dulu, saat dia masih menjadi adikku yang manis dan sangat kusayangi, aku selalu mengajarinya banyak hal. Dan dia, selalu mengagumiku. Akulah satu-satunya harapan keluarga. Nilai-nilai akademikku yang cemerlang, prestasi olahraga yang kuraih.. Tou-san selalu membanggakanku.

Sampai saat itu tiba. Saat Sasuke mulai masuk SMP dan menjadi yang terbaik di angkatannya. Ia mengambil program percepatan satu tahun. Saat itulah aku sadar. Hal-hal yang kuajarkan padanya, buku-buku pelajaranku yang juga ia baca, membuatnya tumbuh dan berada di level yang sama denganku.

Sasuke-ku yang manis dan penurut, serta selalu mengagumi dan memujiku, menjadi satu-satunya orang yang merebut pujian dan rasa bangga dari Tou-san atas diriku. Kalau boleh mengulang waktu, aku tidak akan pernah mengajarkan semua hal yang kuketahui kepada Sasuke.

Ditambah sikap pendiamnya di sekolah membuat para gadis mengaguminya. Bahkan, gadis yang kusukai menolakku dengan alasan, dia lebih menyukai adik kandungku itu.

Sebelum aku menyadarinya, dia tumbuh menjadi pemuda yang lebih baik dalam hal apapun di mata orang lain…

Aku bukannya tidak menyukai Sasuke, aku hanya membencinya.

"Brengsek!" umpatku kasar memukul air.

Percuma! Seperti air yang berkali-kali dipukul akan kembali ke bentuk semula, berapa kali aku mengumpat dan merasa kesal, di mata Tou-san, Sasuke akan selalu lebih baik dariku.

Menghela nafas berat. Aku menyudahi aksi berendamku, lalu mengeringkan tubuh dengan handuk.

"Tch! Lupa tidak bawa baju ganti.." Lagi-lagi menghela nafas, kulilitkan sehelai handuk di pinggangku.

Sudah berapa kali ya aku menghela nafas hari ini…

Aku pun berjalan perlahan. Dan entah apa yang akan terjadi, sebelum membuka pintu kamar mandi, lagi-lagi aku menghela nafas.

'greggg~'

"Nii-chan.. nnhh~"

'degh'

Tubuhku membatu, mataku bergetar seolah tak percaya dengan apa yang kulihat. Beberapa kali kukedipkan mataku hanya untuk memastikan bahwa yang kulihat ini benar-benar nyata.

"Naru-ni.. nnhh~ Nii-chann…"

Sasuke..

Sasuke duduk bersandar di tembok. Tangan kirinya merogoh boxer yang dia pakai. Matanya terpejam menikmati permainannya sendiri. Sementara tangan kanannya memegang celana dalamku.

Apa yang bocah bandel ini lakukan?

Berkali-kali ia mnghirup dalam-dalam benda di tangan kanannya itu, suaranya bergetar memanggilku.

Menjijikkan!

Apa dia sedang berfantasi? Lebih parah lagi, apa aku, kakaknya sendiri, yang menjadi obyek fantasinya itu?

Benar-benar menjijikkan!

"Sasuke.." gumamku menghancurkan mimpinya. Tubuh putih berbalut kaos singlet dan boxer hitam itu terlonjak. Reflek ia membuka matanya. ekspresi Sasuke berubah begitu manik-manik gelapnya mendapati aku berdiri di hadapannya. Hanya mengenakan selembar handuk di pinggangku.

Aku bisa melihatnya. Sasuke sangat kaget, mungkin dia pikir aku sudah berada di kamar. Namun pipinya yang merona, juga binar matanya tak bisa menyembunyikan pikiran ngeresnya yang makin menggila.

"Apa yang sedang kau lakukan?"

"N –Nii-chan.. Aku.. Aku.."

"Kau apakan celana dalamku?" tanyaku kasar menatap tangan kanannya yang masih setia menekan celana dalamku ke bibir dan hidungnya. Menjijikkan!

"Kenapa kau tegang begitu?" kali ini selangkangannya yang menjadi sasaran mata biruku.

"Apa yang terjadi padaku sehingga kau berulang kali memanggilku?"

Mata onyx-nya menatapku ragu. Sasuke sadar, yang terjadi sekarang ini bukanlah hal yang bagus. Begitu juga denganku… Aku benci Sasuke, dan tindakannya kali ini membuatku makin tidak ingin dekat-dekat dengannya.

"Sasuke!" bentakku menaikkan nada bicara.

"Nii-chan.. kumohon jangan beritahu siapapun soal ini.. Jangan beritahu Tou-san." Dia mencoba mendekatiku. Tentu saja, aku mundur satu langkah menghindarinya. Tangan kirinya yang penuh dengan lelehan cairan bening lengket, tangan kanannya yang entah mengapa tidak mau melepas celana dalamku.. Rasanya aku mau muntah.

"Tetap berada di tempatmu dan jawab pertanyaanku dengan tenang!"

Jujur, aku merasa takut. Mata Sasuke barusan seperti mata binatang liar yang sedang kelaparan. Apa yang sebenarnya terjadi dengan anak ini? Kenapa ekspresinya berubah-ubah begitu? Aku tidak sedang bermimpi kan?

Sasuke kembali duduk. Ia bersila, lalu menundukkan kepalanya, "Maaf, Nii-chan.. Aku suka Nii-chan."

Sesuatu yang tajam seolah menusuk jantungku. Aku… tidak salah dengar kan? Apa yang membuat Sasuke tiba-tiba bicara seperti ini?

Tenang… aku harus tenang dan memastikan semuanya.

"Aku tahu. Sejak kecil kau selalu bilang begitu." Gumamku duduk menyilangkan kaki di kursi di hadapan Sasuke. Semburat merah yang tiba-tiba muncul di pipinya sempat membuatku ingin menyambar tasku di meja, lalu menutupi bagian depanku. Tapi aku sadar, kalau aku melakukannya, aku hanya akan terlihat seperti kucing yang sedang ketakutan.

Aku harus tetap tenang…

"Bukan.. bukan yang seperti itu." mendongakkan kepala, mata gelapnya kini membuatku tenggelam dan tidak bisa mengalihkan pandanganku darinya, "Aku suka Nii-chan.. aku ingin melakukannya dengan Nii-chan. Aku.. ingin menikah dengan Nii-chan."

Perutku rasanya mual mendengar penekanan pada kata '-nya' dan 'menikah' yang diucapkan Sasuke. Apa dia tidak sadar, kami sedarah!? Dan lagi.. kami sama-sama laki-laki!?

Sasuke sudah gila.

Kalau Tou-san tahu, dia pasti akan membunuh Sasuke. Kalau Tou-san tahu, dia tidak akan sudi menganggap Sasuke sebagai anak. Kalau Tou-san tahu..

"Kumohon jangan beri tahu siapapun, Nii-chan. Kalau Tou-san tahu, dia akan marah padaku.."

Benar! Kalau Tou-san tahu.. aku akan kembali mendapatkan rasa bangga dari Tou-san yang diberikan hanya padaku. Haruskah kuberitahu Tou-san?

"Akan kulakukan apapun asal Nii-chan mau merahasiakannya…"

–Atau.. aku bisa membuat ini lebih menarik?

Aku bisa merasakan otot-otot di ujung bibirku menahan dirinya agar tidak tertarik ke atas. Mungkin aku bisa bermain-main sebentar sebelum mengadukannya kepada Tou-san. Aku akan mencobanya..

"Lanjutkan." Gumamku datar. Sasuke yang sempat menunduk kempali menatapku dengan sorot bingung. Pada saat-saat begini, kemana perginya ke-genius-an yang dimiliki anak ini?

"Kau bilang akan melakukan apapun.. Aku memintamu untuk melanjutkan kegiatanmu tadi." Ucapku santai memberi penekanan pada kata 'meminta'. Aku tahu, adikku yang manis ini sangat memahami ucpanku.

Ia menggeleng dua kali, "Kalau Nii-chan lihat, aku malu.."

Dia bilang apa?

Sasuke yang mengendus-endus celana dalamku yang sudah kupakai seperti anjing kelaparan bilang kalau dia malu?

Apa manusia rendahan sepertinya punya rasa malu?

Sungguh menjijikkan!

"Baiklah.." kusambar tas di meja, lalu mulai mencari sesuatu di dalamnya.

"Kurasa aku masih punya banyak pulsa untuk melakukan panggilan pribadi."

"Tunggu, Nii-chan! Aku akan melakukannya! Aku akan melakukannya, jangan bilang Tou-san! Kumohon…"

Dan aku meletakkan tas di pangkuanku. Bagaimanapun, aku tidak mau Sasuke menatapku dengan mata tajamnya yang tadi. Kalau boleh jujur, aku merasa sangat risih. Hampir telanjang dan duduk di depan orang yang menikmati fantasinya tentang dirimu bukanlah hal yang bisa membuatmu tenang.

Dan Sasuke kembali memasukkan tangan kirinya ke dalam boxer, lalu ia menarik keluar miliknya yang menegang penuh. Cairan bening yang kelihatannya lengket mengalir dari ujungnya.

Ughh.. aku mual.

Dan dengan tangan yang bergetar, ia kembali menghirup dalam-dalam aroma celana dalamku. Mata tajamnya setengah terpejam, menatapku sayu. Semburat kemerahan di pipinya menunjukkan bahwa dia benar-benar menikmati apa yang sedang dilakukannya.

"Nii-chan.. Nnngghh… "

'degh'

Rasanya nyeri saat mendengarnya memanggilku begitu dalam kondisi seperti ini. nada manja yang sama seperti yang biasa dia gunakan, gerakan bibir yang sama.. Apakah mata Sasuke selalu begitu saat memanggilku?

Sejak kapan dia begini? Jangan bilang dia sering berfantasi saat aku tidak tahu? Dan saat aku sadar, Sasuke sudah benar-benar menyukaiku. Suka dalam airtian ingin melakukannya denganku, ingin menikahiku…

Aku terperangkap dalam rasa jijik, juga kaget…

"Ngghh.. Nii-chan.. Nii-aaa~~aahhhhh!"

Lenguhan kerasnya membangunkanku dari lamunan. Kudapati Sasuke yang terengah, cairan putih kental yang baru saja keluar dari milik Sasuke bercecer di lantai, membuatku makin ingin muntah. Dia benar-benar bisa melakukannya di hadapanku!

Aku menghela nafas sebelum akhirnya mendapatkan kembali keangkuhanku, "Bereskan semuanya, menjijikkan!"

Bisa kulihat luka di matanya saat aku mengucapkan kalimat barusan. Dia.. benar-benar terluka hanya karena aku mengatakan tindakannya barusan itu menjijikkan? Sebegitu sukanya kah Sasuke padaku?

"Nii-chan, kau janji tidak akan mengatakannya kepada Tou-san kan?" Sasuke menghadangku saat aku beranjak dan mulai meninggalkan ruangan yang kini berbau khas Sasuke. Aku ingin segera keluar dari sini.

"Akan kupikirkan baik-baik." gumamku mencoba tenang. Mati-matian aku mencoba santai saat berjalan menaiki tangga. Sungguh rasanya kamarku jadi sangat jauh.

Satu hal yang harus kuakui, aku berterima kasih pada Sasuke yang menuruti perintahku, dan tidak mengejarku. Kalau dia mengejarku, pasti dia akan tahu.. dia akan tahu kalau aku..

'blamm!'

Kubanting pintu kamarku, lalu kukunci dari dalam. Aku langsung terduduk dengan kaki yang bergetar melemas.

"Brengsek!"

Aku yang harusnya merasa mual dan jijik, kenapa jadi tegang setelah melihat Sasuke?

"Ggghh!" lenguhku tertahan menekan kuat milikku. Aku tidak boleh melakukannya.

Sasuke brengsek!

Sejak kapan dia menjadi bocah mesum begitu?

Sejak kapan dia menyukaiku?

Sejak kapan dia menjadikanku sebagai obyek fantasinya?

Sejak kapan… sejak kapan aku begini?

"Sial… Aku benci Sasuke!"

.

.

Tbc

.

.

Lagi-lagi Kyuu bikin fic sampah :v

Ga tau kenapa, pas baca salah satu manga yaoi, Kyuu lupa judulnya, Kyuu jadi kebayang mereka berdua.

Dan entah Kyuu genius atau apa, Kyuu yang gampang desperate kaleu bikin ff galau, malah nulis yang beginian.

Ahahah.. semoga saja ada yang mau baca.

Karena There's No Regret in My Life udah mau tamat. Kyuu coba bikin judul baru. Semoga readers suka…

.

.

Akhir kata,

Review please (-/|\-)