Akashi Seijuurou tidak lupa. Tepatnya ia hanya kebetulan mengingat bahwa hari ini adalah tanggal di mana seseorang lahir ke dunia. Seseorang yang memiliki bakat unik, seseorang yang sempat pula singgah dalam kehidupannya selama bersekolah di tingkat menengah.
Kuroko Tetsuya.
Langkah kaki sang kapten Rakuzan terus bergerak tanpa arah di jalanan. He? Seorang tuan muda Seijuurou turun berbaur dengan para pejalan kaki? Apa mobil jemputannya mogok saat akan menjemput sang majikan ketika pulang sekolah seperti sekarang ini? Enyahkan semua dugaan itu, karena semua yang bisa kau lihat adalah murni dari keinginan Akashi.
"Biarkan aku pulang sendiri. Aku ada urusan penting."
Begitulah pesan dari tuan muda. Ngomong-ngomong, soal urusan penting, sepertinya dia menggunakan pemilihan kata yang terlalu berlebihan.
Penting yang berarti adalah membelikan hadiah ulang tahun untuk Kuroko Tetsuya.
Akashi sendiri tidak mengerti apa yang sedang dipikirakannya. Bagaimana bisa dia yang sudah lepas kontak dengan sang pemain bayangan dari Kiseki no Sedai itu malah mengingat tanggal lahir bocah Seirin itu?
Entah sudah berapa lama pula dia tidak bertemu dengan Kuroko lagi. Tambahkan pula, saling berbicara dengan normal pun jika keduanya bertemu, rasanya tidak akan bisa. Yang ada hanya tatapan dan kata-kata saing.
Tapi, untuk kali ini saja, tidak apa kan jika Akashi Seijuurou berbaik hati memberikan suatu hadiah yang dipandangnya sebagai penghargaan kepada salah satu mantan Teiko itu?
Dan kepada orang yang sempat membuatnya merasakan apa yang orang sebut sebagai jatuh cinta―mungkin.
Langkah pemuda bersurai merah yang masih mengenakan seragam sekolah Rakuzan terhenti di depan sebuah toko barang―entahlah Akashi sendiri tidak yakin kenapa dirinya bisa berada di tempat ini, sebuah tempat semacam penjualan barang-barang aksesoris biasa.
Setidaknya ini lebih baik daripada ia harus memasuki toko hadiah yang penuh dengan nuansa merah muda, memilihkan barang-barang imut sebagai pilihan kadonya.
Ah. Akashi masih sadar, meski Kuroko Tetsuya cukup manis, dia tetap seorang pria.
"...apa yang sebenarnya kulakukan?" keluhan lolos dari bibirnya, tak habis pikir dengan ide untuk ikut berpartisipasi dalam acara anak-anak memberi kado di hari ulang tahun semacam ini.
Begitulah. Ternyata memilihkan hadiah untuk seorang laki-laki lebih susah daripada gadis. Akashi baru pertama kali ini merasakannya. Oh, bagaimana kalau gelas dengan motif yang menarik? Pilihan yang cukup bagus bukan daripada memberikan sebuah boneka? Kuroko bukan orang yang feminim, oke.
Baiklah, gelas. Entah si bayangan itu akan menyukainya atau tidak, yang penting Akashi akan memberikan barang tersebut sebagai―
"Kau yang ulang tahun, harusnya kau yang men-traktirku, bodoh!"
"Karena ini ulang tahunku, jadi tidak apa juga jika aku meminta kado, kan?"
Akashi mendengarnya. Suara yang jelas familiar. Meski asalnya cukup jauh, namun ia bisa mengetahui dari mana arahnya. Masih berada diam di tempat, kepalanya tertoleh, mendapati sepasang insan yang berseberangan dengannya; jalan beraspal berlintas berbagai kendaraan darat sebagai penengah―dua sosok tertangkap oleh matanya.
Kuroko Tetsuya dan Kagami Taiga.
Tidak bisa. Tubuh Akashi tidak bisa bereaksi apapun. Ingin menghampiri. Tapi untuk apa? Seirin dan Rakuzan bertemu, saat ini hanya akan semacam pernyataan perang.
Meski Akashi ingin berhenti untuk sejenak, lepas dari dunia basket saat ingin mendekat pada Kuroko.
"Jadi, apa Kagami-kun akan memberikanku semacam hadiah, mungkin?" pertanyaan menuntut yang tentu tidak bisa Akashi dengar dari tempatnya berada. Namun sepasang manik merahnya masih mengikuti tiap gerak-gerik apa yang dilakukan dua remaja tersebut di depan sebuah minimarket.
Kagami Taiga mengusap lehernya, menunjukkan raut wajah yang tampak bingung dan―malu, mungkin?
Apa? Apa-apaan ekspresimu itu, Taiga? Apa yang sedang kalian bicarakan? Pertanyaan itu muncul begitu saja di kepala Akashi. Dan untuk selanjutnya, semua terasa kosong.
Yang ada hanya keterkejutan, terpaku pada apa yang tengah menjadi fokusnya.
Si surai merah gelap itu membungkukkan badannya, perlahan kepala yang dimiringkannya mendekat pula pada pemuda pendek dihadapannya.
Tepat seperti yang kalian duga. Bibir keduanya saling bersentuhan, menempel dalam waktu hitungan detik.
"A-anggap itu dulu sebagai hadiahnya!" terlihat jelas semburat merah di wajah Kagami mulai nampak menyerupai warna rambutnya. Sorot matanya beralih dari Kuroko, terbaca bahwa sang Ace cukup kikuk untuk bertindak bagaimana setelah melakukan hal... tidak senonoh.
Marah? Tidak. Kuroko tidak marah. Yang ada malah sebuah senyuman tipis terlukis pada wajahnya. Ia menerima hadiah manis dari sang cahaya.
Kagami Taiga menciummu. Kenapa kau tidak melawan? Kenapa kau tidak mendorongnya? Kenapa kau membiarkan dia menyentuhkan bibirnya padamu?
Tanpa disadari oleh sepasang remaja dari Seirin tersebut, sang emperor memperhatikan keduanya dalam diam.
Bodoh. Untuk apa mengharapkan Kuroko Tetsuya? Dia sudah memiliki dan dimiliki oleh Kagami Taiga.
.
.
.
Disclaimer :: Tadatoshi Fujimaki
Warning :: OOC, Typo(s), etc.
AkaKuro
"Wine" by Jiyuu15
.
.
.
Kuroko menggigit bibir bawahnya, menahan erangan pada setiap pergerakan dibawah sana. Tangannya semakin mencengkram erat pundak pemuda di atasnya sebagai pegangan, menancapkan pula kuku-kukunya hingga meninggalkan bekas kemerahan di sana.
"Emhh― Akashi-kun... Akashi-kun!" rengekan itu terus diutarakannya berkali-kali, memohon agar Akashi membiarkannya untuk meraih klimaks yang sudah berada di ujungnya. Sayangnya Akashi Seijuurou belum puas untuk menyiksa si manis dibawahnya, terus menabrak titik di mana Kuroko akan selalu melenguh keras.
Namun ada yang berbeda pada menit kali ini. Deru nafas Akashi terdengar lebih berat, lebih cepat seirama dengan gerakan pinggulnya. Sebuah arti bahwa sang pemilik emperor eyes ini akan ikut ke menuju puncak kenikmatan sama seperti Kuroko. Sebentar lagi, hanya dengan beberapa hentakan keras pada liang hangat dan kian mengetat, Akashi akan―
"Tetsuya―!"
"A-anghh! Akashi ―kun!"
Secara bersamaan, keduanya memuntahkan cairan klimaks. Tentunya ibu jari Akashi yang semula menutupi ujung kejantanan Kuroko dilepasnya, membuat bukti kepuasaan menyembur mengotori tangannya. Begitu juga dengan sang tuan muda yang meninggalkan benihnya di dalam tubuh Kuroko.
Jeritan yang memanggil nama satu sama lain berganti dengan suara tarikan napas berat. Terutama Kuroko, kedua tangannya yang sempat melingkar di leher sang kapten Rakuzan langsung jatuh melemas setelah lepas. Berbeda dengan Akashi yang masih memiliki tenaga untuk menahan beban tubuhnya, membuat posisinya masih berada di atas Kuroko, bermaksud memuaskan dirinya kembali hanya dengan ekspresi yang ditunjukkan partnernya malam ini.
Erotis.
Sungguh, mulut terbuka dengan sudutnya mengalir saliva dan mengeluarkan engah nafas, semburat merah pada wajah yang terbalut oleh peluh serta sepasang aquamarine menatap penuh nafsu.
Brengsek. Kau salah satu laki-laki paling beruntung di dunia, Taiga.
"Tetsuya," persetan dengan Kagami Taiga. Lupakan fakta bahwa Kuroko Tetsuya adalah kekasih dari Kagami Taiga. Karena malam ini, dia yang dipanggilnya Tetsuya adalah milik Akashi.
Hanya malam ini.
"―Maaf." kepalanya menunduk turun, mengecup singkat kening Kuroko. "Sekarang tidurlah."
Sejujurnya Akashi sendiri merasa bodoh dengan kata yang terlontar dari bibirnya. Dia malah terdengar seperti orang brengsek, bukan? Setelah menikmati semua ini malah meminta maaf. Tapi, hanya kata itulah yang terlintas dalam kepalanya. Maaf, karena telah mencurahkan semua perasaannya pada orang yang bukan miliknya.
"Akashi-kun..." suara lirih itu menyadarkan Akashi dari diamnya sesaat, yang menikmati momen mereka berdua.
Sebuah gumaman sebagai respon sang surai merah diperdengarkan tanpa ia melepaskan sentuhan bibirnya pada Kuroko.
"―Aku menyukai... Akashi-kun,"
Kalimat pendek itu bagaikan sihir. Membuat detak jantungnya entah kenapa terasa lebih cepat. "Tetsu―" sayangnya belum sempat ia memastikan bahwa kata barusan memang diucapkan oleh Kuroko, kedua manik merahnya mendapati wajah tidur damai Kuroko.
Oh. Tidak heran juga, sebenarnya.
Dasar. Kau menggantungkan sebuah kalimat. Kalimat yang semakin menyakitkan bagi Akashi.
Akashi membaringkan tubuhnya di samping Kuroko, melepas kontak antar kulit yang sempat terjadi. Pemuda itu meletakkan lengannya di atas mata, membiarkan sejenak bernaung dalam pandangan gelap.
"Kau mengucapkannya karena mabuk, Tetsuya."
.
.
.
Terbangun. Pemuda bersurai biru muda yang tertidur di sebuah tempat tidur king-size perlahan membuka kelopak matanya. Hanya setengah tersadar, namun Kuroko Tetsuya yang masih merasakan pusing memenuhi kepalanya tidak selamban siput untuk menyadari bahwa dirinya sedang berada di tempat yang sama sekali tidak ia ketahui.
Dalam posisinya yang belum bergerak sedikit pun, pandangannya mengedar pada ruangan berkelas mewah, luas yang sama sekali tidak pernah ia tahu milik siapa. Bukan kamar Kagami maupun kamarnya, jelas. Terlebih tempat tidur empuk berukuran seperti ranjang bagi raja atau ratu istana pada film. Semuanya, di sini terasa nyaman. Termasuk selimut hangat yang melindungi tubuh telanjangnya dari udara dingin pagi ini.
Tubuh... telanjang?
"―!?" refleks, mata birunya membulat, layaknya nyawa telah terkumpul sempurna pula ia membangunkan tubuhnya untuk memastikan imajinasi yang menyatakan bahwa dirinya telanjang dibalik selimut ini.
Akibat pergerakan mendadak itu, jelas sengatan kecil menyerang kepala. Ah, efek mabuk.
Tidak, yang lebih penting adalah... dia memang telanjang.
Kenapa? Apa yang terjadi semalam? Di mana dia berada? Kenapa tercium aroma seks?
Berbagai pertanyaan langsung muncul bertubi-tubi. Tangannya memeluk tubuh sendiri yang gemetar. Takut. Jika saja ada cermin, Kuroko bisa melihat sebagaimana pucat wajahnya dengan ekspresi ketakutan.
"Kau sudah bangun, Tetsuya?"
Suara dari pintu kamar mandi dalam yang kemudian memunculkan sesosok familiar mencuri perhatian Kuroko.
"Akashi... ―kun?"
Rasa keterkejutan tidak bisa ditahan ketika ia melihat kehadiran kapten Rakuzan yang baru saja keluar dari sana terbalut oleh jubah mandi.
"Akashi-kun, apa maksudnya―" satu kejutan lagi untuk Kuroko. Ketidaksabarannya membuat pemuda ini bermaksud untuk turun dari ranjang dan menghampiri Akashi, namun bagian dibawah sana membuatnya tersengat nyeri, serasa tidak mampu bergerak untuk beberapa saat.
Jangan katakan. Jangan katakan bahwa...
"Akashi-kun?" kembali, Kuroko memanggil pemuda lain yang berada dalam kamar ini. Menuntut sebuah penjelasan.
Diam sejenak, sepasang mata merah tersebut menatap lekat pada sang bayangan yang tengah meringis sakit akibat perbuatan semalam. Bersamaan dengan kata yang keluar dari mulutnya, langkah kaki bergerak menuju ranjang yang disinggahi oleh Kuroko.
"Aku yakin, tanpa bertanya pun kau sudah tahu jawabannya, Tetsuya."
"Tidak, aku―"
"Kau bukan bocah polos yang tidak tahu arti dari seks, bukan?"
Akashi mengatakannya secara terang-terangan, menyerang Kuroko dengan ucapan tanpa perasaan. Jelas saja, sepasang manik aquamarine tersebut membulat sempurna karenanya.
Tubuh kurusnya mulai gemetar, tangan memeluk diri sendiri yang terbalut selimut. Berbagai alasan masuk akal ia coba untuk masuk dalam kepalanya yang kacau. Kuroko takut, berharap semua kejadian bersama Akashi hanyalah khayalan atau candaan.
"Semalam aku menemukanmu pingsan dalam keadaan mabuk. Awalnya aku hanya membawamu ke sini dan membiarkanmu istirahat, tapi―kau yang lebih dulu memulai semuanya, Tetsuya."
Alkohol sialan. Kuroko langsung mengingat jelas, dia memang sempat meminum sesuatu yang membuat kepalanya berputar. Dan itu kemungkinan adalah gelas wine yang diberikan oleh Kagami. Bukan kemungkinan, tapi―memang.
"M-maaf," sebenarnya tidak ada kata lain yang terpikirkan oleh Kuroko sekarang ini, maaf itu hanya keluar secara sembarangan. Yah, ia seharusnya tidak seceroboh ini, membiarkan dirinya jatuh dalam permainan berbahaya. Bersama Akashi.
"Akashi-kun," perlahan, kepalanya terangkat untuk menatap pada sepasang manik merah pemuda yang berdiri di sisi tempat tidur. Tatapan yang saling bertabrakan meski hanya dalam beberapa detik itu mampu membuncahkan rasa malu Kuroko lebih dalam, lebih―terasa menyakitkan.
"Tolong, lupakan... semua ini."
Permintaan itu seakan terucap tanpa beban oleh Kuroko, berkebalikan dengan Akashi.
Seperti yang ia telah kira, Akashi tahu dirinya dan Kuroko hanya bersama untuk satu malam memahami perasaannya.
Hanya untuk satu malam? Bagaimana jika kita ulangi di malam-malam berikutnya?
Entah iblis apa yang mendorong Akashi untuk menuruti obsesinya pada Kuroko Tetsuya. Layaknya singa jantan yang buas karena lapar, hanya dalam gerakan singkat Akashi memerangkap paksa Kuroko dibawah tubuhnya, memberitahukan perasaan marah, kecewa atau apapun yang tengah dirasakannya sekarang ini melalui kuatnya satu cengkeraman tangan pada kedua pergelangan tangan Kuroko.
"A-Akashi-kun―"
"Aku tidak peduli dengan kata-katamu, Tetsuya. Karena aku akan merebutmu dari siapapun dan menjadikanmu milikku."
Hei, tidak ada larangan untuk merebut kekasih orang lain dalam hubungan, kan?
To Be Continued...
.
.
.
Haloooh. Sudah lama nggak update fanfic dan pemanasan(?) malah kaku begini jadinya, wwwwk maaf, keluar jalur pula... :""))
Terima kasih untuk semua yang masih mengikuti / nunggu fic ga jelas ini, pokoknya terima kasih sekali! Dan terima kasih untuk review-nya;
Ayuni Yuukinojo, karen, Yuna Seijuurou, berrypies, Bona Nano, hakyuu, yui-cchi, Wookie, RallFreecss, Akuma Kurama, Azhura Moe, shizuka clytaemnestra, krisho baby, sunakumaKYUMIN, redose, Red-Roslyn, ukkychan, Seijuurou Eisha, otomeharu22, Matsuyu, Kuro Kisaragi, Lee MingKyu 27thseptember, Sarashiina, Yunjou, bang kambing, Guest, Dhansai-Hime, mao-tachi, aeon zealot lucifer, astia morichan, reader.
Sampai berjumpa di chapter selanjutnya!
Mind to review?