Dan di detik itulah, sebuah peristiwa bersejarah yang kalau sama seorang mas-mas berigi hiu dibilang 'ano hi no starting point' terjadi.

Tertangkap basah oleh kilat manik yang bagai kemilau fajar serta helai surai yang bergoyang lembut bagai ciuman mentari senja—hari itu, seorang bocah labil yang cita-citanya jadi anak boyband sekaligus perenang sekaligus detektif gadungan bernama Saruhiko itu—

—telah—

Telaaaah—

"Dek, kok diem aja? Dek? Kok matung sambil ngiler—astaga Totsuka! Dia berhenti bernapas—!"

.

.

.

Project K © GoRa & GoHands

x

Chrono Factor

By Bakso Puyuh Kuriitama

.

Warnings: Shonen-ai, AU, OOC. Tidak ada satu pun karakter yang mati. Bapak-anak Miko-Misa, kakak-adik Reisi-Saru.

.

Chapter 2 – Saruichi Hatsukoi

.

.

.

adalah sebuah kisah tentang cinta pertama paling monyet sepanjang sejarah bocah berumur sepuluh tahun.

(Pray to Saru—koin cinta untuk Saruhiko)

#GAK

.

.

.

Walau dibilang lagi tidak bernapas atau sedang mati suri, sebenarnya Saruhiko masih sadar-sadar saja.

Tentu saja, di hadapannya kini sedang ada om-om dengan kacamata ungu yang ambigu—mengguncang tubuhnya sambil berteriak panik. Saruhiko jels mendengar kalau pria dewasa itu jejeritan alay sambl meneriaki nama "Totsuka!" yang sepersekian detik kemudian ia sambung dengan "Mampus, Totsuka! Mampus ini bocah berasa gak idup beneran Totsuka mampuusssss!"

—dan bahkan Saruhiko sendiri sempat merasa kalau penempatan kata 'mampus' dan nama 'Totsuka' itu bagai disengaja…

Singkat kata, sebenarnya bocah berkacamata itu ingin mengklarifikasi asumsi lebay dari pria yang sedang alay karenanya itu. Sungguh, Saruhiko masih merasa hidup saat ini. Dia juga tidak merasa ngiler, plis.

…maunya sih bilang begitu, namun nyatanya kini ia membatu sungguhan.

Walau tetap saja ini bukan perkara sakarotul maut atau apa. Gejala ini memang begitu asing dan aneh, karena saat ini Saruhiko memang sungguh terpatri—karena napasnya memang tertahan dan bibirnya tak kuasa untuk tidak menganga, dan matanya sungguh tak bisa berpaling.

Di hadapannya, ada seorang bocah berambut senja yang entah kenapa mendadak terlihat seperti bidadari jatuh dari tebing.

…aduh, jantung ini kok jadi dag-dig-dug gini—

"…nee, kau bak-baik saja?"

Maigaddd suaranya kok indah sekaliiiiihhh—aduh, berasa denger terguran cinta dari Okumura Yukio atau kena flirt sama Birthday gituhhh—

—jangan-jangan mereka memang satu seiyuu?

Entah.

Cukup, Saru. Hentikan ini semua. Barusan tadi ia bicara padamu—bertanya padamu! Kau harus jadi ganteng dan menjawabnya dengan cara yang tamvan…

"…anoo? Kau masih di sana?"

Wajah manis itu makin mendekat saja.

BLUSH!

Aduh, jadi salting nih.

"…ket…"

Si om-om yang tadinya panik pun malah terlihat makin panik ketika mendengar sepatah suku kata keluar dari bibir bocah mati suri itu. Anjrot orang beneran ternyata—

Sementara si bocah paling kecil yang bermata emas itu cuma bisa cengo.

"Apa?" Tepatnya ia tidak dengar.

"…mukamu. Kedeketan."

Fushimi Saruhiko. Muka sepet. Nada sinis. Ekspresi jijik. Asli ketahuan banget kalo dia lagi ngeparodiin salah satu drama CD-nya K yang 'Kacamata kelayapan di jendela' atau apalah itu judulnya—bedanya mah di sana tokoh utamanya bukan dia, melainkan abang galaunya.

Ngemodus dengan kesan pertama: gagal total.

"…"

Dan kemudian suasana menjadi hening.

Si bidadari terhenyak. Iyalah, orang barusan tadi wajah Saruhiko itu nyeremin abis. Saruhiko-nya sendiri sih ikut kaget sungguhan sama diri sendiri—entah kenapa ia merasa seperti heroine shojo manga yang salting di depan gebetan. Bedanya, dia salting pakai ekspresi kelam hasil kopian orang-orang yang ada di sinetron 'Para pemburu Titan' yang biasa dia tonton tiap minggu. Dua om-om sisanya? Entahlah, Saruhiko pun tak seberapa memperhatikan. Ciee yang dunianya jadi serasa milik berdua—

"…."

…tapi lama-lama berdiam juga makin terasa aneh sih, seram malah. Aduh, sepertinya Saruhiko harus bicara sesuatu deh. Kan suasana jadi canggung karena ulahnya juga—

"...err…"

"…oh, ah—maaf. Barusan aku melamun, hehehe." Belum selesai Saruhiko mengetes suara, si bocah manis itu malah minta maaf duluan.

Saruhiko mengangkat alis. Habis disepetin tapi malah melamun? Wow, hebat sekali ini orang.

"Ngomong-ngomong, matamu bagus sekali! Warnanya biru, tapi bukan biru muda…"

Sekali lagi, Saruhiko salting.

Mana yang dipuji itu warna matanya pula. Warna mata…

Warna mata yang—

"…sebenarnya aku mau tanya jalan."

Adalah cara seorang bocah otaku NEET untuk mengalihkan pembicaraan. Dari sini kita tahu kalau social skill Saruhiko memang nol parah—entah itu kebalikan atau malah sejalan dengan kakaknya. Kalau begini sia-sia sudah semua pengalaman main galge-nya.

Totsuka, sebagai pria riang gembira yang merasa jatah dialognya di chapter ini sungguh miris, mulai tersenyum ramah ke arah Saruhiko. "Silahkan. Memangnya adik mau ke mana?"

Entah kenapa kalau dipanggil 'adik' sama om-om shota yang senyumnya kelewat kinclong ini membuat Saruhiko merinding sendiri. Ini masih di Gakuen K kan? Bukan JIS kan?

Gini-gini, Saruhiko selalu update berita dari sebuah negara agraris yang sering-sering disebut jamrud khatulistiwa. Mentang-mentang ada band bernama serupa yang domisilinya di negara sono—

"…err, lihat mas-mas cantik yang pake kacamata nggak? Warna rambutnya kurang lebih sama denganku, dan perawakannya tinggi kurus seperti batang lolipop."

Seketika itu juga, Izumo merasa sangat kasihan pada siapapun yang dimaksud oleh sang bocah tersebut. beda dengan Izumo, si cerdas (lebih tepatnya imajinatif) Totsuka langsung paham akan siapa yang dimaksud Saruhiko.

"Aaa, Reisi-kun maksudnya?" Saruhiko mengerjap sekali. Sepertinya mas-mas tampan terduga pedo ini mengenal kakaknya. Masih dengan wajah datar, bocah bermata navy itu mengangguk.

"Kebetulan, kami juga mau kembali ke tempat yang sama. Sini, biar kami antarkan~"

"Ayo, ikut kami~!"

Si kecil Saruhiko hanya bisa menahan salting saat dia merasakan adanya jemari kecil yang bertaut ringan dengan miliknya.

.

.

"Ngomong-ngomong, namamu siapa? Namaku Misaki, salam kenal!"

"…Saruhiko. Fushimi Saruhiko."

.

.

Kembali pada sang tokoh utama.

Munakata Reisi, 23 tahun. Penampilan sederhana namun brother complex. Sedang single, namun tidak berniat menggebet orang karena ia khawatir akan kelangsungan hidup adiknya. Tidak pernah pilih-pilih makanan, namun kurang bisa minum alkohol—jelas semua orang tidak bakal bisa sih. Jangankan minum yang 95%, minum yang 70% aja pasti bakal modar duluan—

(warning: Jangan ditiru! Alkohol-alkohol tersebut bukan untuk diminum melainkan untuk obat luar!)

—ngomong-ngomong, sebenarnya ada hal yang sedikit lebih penting di sini.

Tak peduli Reisi itu jomblo atau tidak, saat ini ia sedang dihadapkan dengan sebuah masalah yang besar. Begini nih ya, sekarang ia sedang berada di dalam ruang kepala sekolah. Di atas sofa, terlentang, dengan makhluk buas serupa Suoh Mikoto yang sedang merangkak di atasnya. Kalau mau diumpamakan, kurang lebih seperti situasi di mana seekor singa sedang menerkam seekor rusa tak berdaya.

Intinya, kalau salah tindak sedikit dia bisa dimakan betulan.

Walau terlibat dalam situasi sangat menyeramkan—mungkin lebih seram daripada situasi di mana kau tak sengaja salah menghantamkan serve ke belakang kepala rekanmu—Reisi tetap tak gentar menatap balik ke arah manik merah berkilat milik Mikoto. Ya, tatap balik. Yeaa…

…anjir lah, serem masbro.

Walau tahu kalau mengalihkan pandang itu jelas ekuivalen dengan kata 'mati', Reisi tak mampu untuk berhadapan dengan sorot mata mencekam itu. Bagaimanapun, sepandai-pandainya Reisi sampai dia dapat beasiswa ke luar negeri atau apa—ia tetap merasa kalu sorot mata seorang pria yang sedang mengungkungnya ini luar biasa seram.

Tidak puas dengan tindakan pengecut Reisi yang memalingkan wajah, kepala Mikoto bergerak makin maju.

"Oi, Reisi. Tatap aku." Alih-alih menuruti, yang bersangkutan malah memejamkan mata makin erat. Tsk, Mikoto mendadak badmood.

Merasa kesal karena diacuhkan, Mikoto mulai mendekatkan bibirnya pada telinga kiri Reisi. Dengan sentakan yang tidak menyakitkan namun sangat mengejutkan, ia menggigi ujung telinga Reisi dengan taringnya.

"KYAAAAAAAASDFJKL?!"

Demi Kuriboh gelindingan di pohon pinang, Reisi benar-benar merasa panik. Tolong plis, mau apa orang ini, mau apa orang ini—mau apa dia di leher jenjangnya. Mau ngapain itu astaga aduh kok jaraknya makin tipis. Aduh, apa ini rambutnya kok kena hidung—

"HUACHIIIM!"

Kontan, Reisi bersin. Plus ingusan pula. Rambutnya bikin hidung geli sih…

Dan maaf—ingusnya menempel ke rambut merah Mikoto yang posisi kepalanya saat ini memang sangat strategis untuk dibersini.

Hening.

Reisi mulai keringat dingin. Tolong ini kok kayaknya ada aura neraka entah dari mana—

"Kau…."

Reisi berjingkat dalam keterbaringannya. Hei hei tunggu dulu! Ini yang salah siapa juga yang marah siapa—dari awal kan salah si Mikoto pakai paksa-paksa terus—

"Uwaaah!"

Belum selesai Reisi menggerutu dalam hati, kedua pergelangannya telah terkunci di atas kepalanya. Sebagai segel, sebelah tangan Mikoto mencengkram erat tanpa ampun.

"Kau… menyebalkan."

Dikatai begitu oleh orang yang menyerangnya tanpa alasan benar-benar membuat Reisi ingin muntah darah. Serius, makan apa saja Mikoto selama sepuluh tahun ini hingga ia bertransformasi menjadi orang sarap begini?

"Suo—"

"Aku akan memberimu pelajaran…"

Wajah Reisi berubah horor seketika tatkala tangan bebas Mikoto mencengkram kemeja Reisi. Dengan sekali hentak, ia merusak kancing-kancing kemeja itu, mengekspos sebagian tubuh Reisi yang jujur saja kalau mau jujur dibilang kurus bakal merusak estetika deskripsi.

Lupakan yang tadi itu, sekarang ini Reisi sedang benar-benar berada dalam bahaya!

Oh Tuhan, Saruhiko, Totsuka dan Izumo, atau Kuriboh yang tadi gelindingan di pohon pinang—siapa saja, tolong dia!

"Tung—Suoh!"

"HAI SEMUANYA, KAMI KEMBA—"

Totsuka membuka pintu. Wajah cerianya nyaris membulatkan determinasi Reisi untuk menonjoknya—kalau saja ia lupa akan fakta bahwa kedatangan Totsuka sungguh menyelamatkan hidupnya.

Namun jujur masalahnya bukan di situ.

Sedetik setelahnya, datang anak Mikoto—Misaki, lalu disusul oleh Izumo yang mangap seketika pada pemandangan di sofa. Paling parah, yang selanjutnya datang adalah tak lain tak bukan adiknya sendiri.

Reisi mangap.

Saruhiko shock. Kaget. Ia tak percaya.

Di hadapannya ada sang kakak, bertumbukan dalam posisi ambigu dengan seorang preman tidak jelas yang entah dari TPA mana. Kondisi Reisi yang terlihat ketakutan membuat perasaannya mencelos seketika, apalagi melihat fakta bahwa beberapa kancing kemejanya telah lepas dan ada setitik kecil air mata yang menggenang di sudut mata Reisi.

Sebagai seorang adik yang berbakti, secara refleks Saruhiko menggenggam sapu terdekat dan menimpuki sosok merah yang menindih kakaknya dengan sekuat tenaga.

.

.

.

To be Continued

.

.

.

"Semprul! Minggir dari kakakku! Heyaaaaaaahhhh! Ciyaaaaaat!"

"Aaaaaaaaa Saruhiko jangan pukul papaaaaaaa!"

"…Hei, Totsuka. Apa kita tidak sebaiknya melakukan sesuatu?"

"Bentar dulu ah, ini adegan menarik kali~~"

"WOI ELU NGAPAIN KOK MALAH DIREKAM—"

Izumo lelah, sungguh.

.

.

.

A/N: Hai. Saya apdet lama ya? #dihajar Seriusan saya lagi banyak perkara duniawi hahaha, jadi ganyante buat ngetik fiksi.

Seriusan alurnya berubah dikit dari yang saya rencanakan. (I mean, teasernya rada meleset dikit-dikit kan?) Judul chapternya juga kurang pas www. Habisnya jujur saya mau fokus ke Saru, tapinya saya gakuat ngetik lagi terus akhirnya chapter ini jadi pendekan. #kayang

Jujur saya lagi bingung mau ngomong apa juga di A/N. intinya terima kasih banyak bagi yang sudah mereview, fav, membaca, dan menunggu. Seperti yang sudah saya bilang, saya memang lagi jauh sama ffn. Entah bakal bsia deket lagi atau enggak. Itu semua tergantung comifuro nanti. #apahubungannyawoi

Jaa, see you again 8'''''DDDD (maaf loh ya saya lama apdet)

BPK