Title : Treasure Trove 'Jenghis Khan'
Chapter 1 – The Gold Key
Author : Titan18
Genre : Romance – Friendship - Crime - Adventure
Cast : Wu Yi Fan – Huang Zi Tao and other cast will show every next chapter.
Disclaimer : All Cast belong to them self || The story Titan remake from Kho Ping Hoo Story with the same title ^^
Warning : Boys Love
Dear Readers,
Don't Like Don't Read
.
Cerita ini author bagi dan reka ulang berdasarkan salah satu Straight Story 'Harta Karun Jengish Khan' judul sama yang dibuat dan dipopulerkan oleh favorit Author dan Daddy Author yaitu Kho Ping Hoo
.
Ini merupakan cerita silat berlatar belakang Daratan China
.
Sekali lagi, author tekankan untuk segera menekan tombol Exit jika tak berminat pada Story ini.
.
Author tidak menerima berbagai jenis Flame dalam Kotak Review Nanti ne ^^
.
.
Tidak Suka ? Jangan Baca!
That's Simple Point
.
Selamat Membaca
.
Kota An-keng terletak di tepi Sungai Yang-ce, sebuah kota besar di utara Sungai itu dari Propinsi An-hwi. Karena letaknya yang strategis, dekat dengan Sungai besar Yang-ce yang datang dari kota besar Wu-han dan menuju ke kota Nan-keng, maka kota An-keng ini amat ramai dan menjadi pusat perdagangan yang diangkut melalui Sungai itu.
Perdagangan yang amat ramai di kota itu membuat An-keng menjadi tempat yang banyak dikunjungi para pedagang sehingga bukan hanya toko-toko besar, akan tetapi juga restoran-restoran dan hotel-hotel tumbuh bagaikan jamur di musim hujan.
Selain terkenal sebagai kota dagang yang ramai, juga An-keng mempunyai tempat plesiran di tepi Sungai Yang-ce yang sengaja dibuat oleh pemerintah daerah. Tempat ini adalah sebuah telaga buatan yang mendapatkan airnya dari sungai itu dan di sekitar telaga ini ditanami bunga-bunga yang indah. Juga telaga itu sendiri merupakan tempat bersantai yang menarik.
Di dalam sebuah di antara restoran-restoran yang dibangun di tepi pantai, bangunannya merupakan panggung agak tinggi yang menjulur ke air sehingga para tamu yang duduk makan minum seolah-olah merasa berada di atas perahu besar yang tidak bergerak, nampak sepasang orang muda duduk sambil menghadapi bebek panggang dan arak.
Mereka itu merupakan pasangan yang cocok dan sedap dipandang. Yang pria berusia kurang lebih duapuluh tiga tahun, berkulit muka putih dengan sepasang alis hitam berbentuk golok, wajahnya tampak sekali dan gerak-geriknya amat halus. Pakaiannya seperti pakaian seorang pemuda pelajar, akan tetapi kulau biasanya para pelajar itu berpakaian dan bersikap sederhana, sebaliknya pakaian namja itu rapi sekali, bahkan mendekati pesolek walaupun sikapnya tidak berlebih-lebihan seperti biasa sikap pemuda-pemuda bangsawan yang kerjanya hanya menjual tampang dan memamerkan kekayaan padahal batinnya kosong.
Pemuda ini berpakaian rapi, bersikap halus dan senyum manis selalu tersungging di bibirnya. Akan tetapi, kalau ada orang yang sudah biasa berkecimpung di dunia persilatan dan mempunyai pandang mata seorang ahli, tentu dia curiga terhadap pemuda halus tampan ini. Sepasang matanya mencorong penuh kekuatan, tajam menusuk seperti hendak menembus dada orang lain untuk menjenguk isi hatinya. Selain itu, juga ada sesuatu tersembunyi dalam gerakan halus itu, sesuatu yang membayangkan kekuatan yang amat hebat. Regangan-regangan jari tangannya kalau bergerak, kedudukan tubuh dan kedua lengannya, bagi orang yang berpemandangan tajam tentu akan mengenal gerakan otomatis seorang ahli silat!
Temannya juga amat menarik perhatian. Seorang namja yang usianya sebaya atau lebih muda, andaikata lebih tua sedikitpun tidak akan ketahuan karena memang namja itu mempunyai wajah yang cantik sekali dan ada kelembutan yang membuat ia nampak lebih muda dari pada temannya.
Namja itu cantik jelita dan manis bagai seorang yeoja, kulitnya putih kemerahan dan seperti juga temannya itu, iapun berpakaian indah. Wajahnya yang cantik manis itu tidak memakai hiasan terlalu tebal, dan memang hal itu tidak perlu, bahkan mungkin akan merusak kecantikannya yang asli. Bibir yang tipis penuh itu memang tidak membutuhkan pemerah lagi karena sudah merekah merah dan selalu seperti basah. Alisnya yang kecil panjang itu memang sudah hitam sekali, tidak perlu ditambah penghitam alis lagi. Ketawanya cerah dan suaranya merdu.
Sepasang matanya juga akan membuat ahli silat yang berpemandangan tajam terkejut karena mata itu kadang-kadang mencorong, kadang-kadang mengeluarkan sinar yang demikian dingin menyeramkan, akan tetapi kadang-kadang juga penuh gairah yang hangat dan hidup.
Sejak tadi keduanya duduk di restoran itu, makan minum, bercakap-cakap, kadang-kadang berbisik-bisik dan nampak nyata kasih sayang terpancar pada pandang mata mereka kalau mereka sudah berbisik-bisik saling pandang seperti itu.
Ada kalanya mereka kelihatan seperti pasangan yang asik berpacaran, akan tetapi kadang-kadang mereka bicara serius. Ketika terdengar suara nyanyian dan suara sasterawan-sasterawan tua yang mabok bersajak di atas perahunya yang meluncur tanpa tujuan di atas air, terdengar namja cantik itu tertawa merdu dan tangan kirinya menutupi mulut dengan gaya yang menarik.
"Apa yang kau ketawakan panda?" tanya pemuda itu sambil menatap wajah temannya dengan penuh kagum. Sudah tiga tahun dia hidup di samping namja ini namun setiap kali dia masih terpesona mengagumi kecantikannya.
Kalau namja itu sudah tertawa, dengan sepasang matanya ikut tertawa, hidungnya yang kecil itu agak dikernyitkan seperti itu, ada sesuatu yang membuatnya merasa terharu, keharuan yang muncul karena rasa sayang yang amat besar yang seolah-olah menembus jantungnya dan membuat dia yakin betapa besar rasa cintanya kepada sosok dihadapannya ini.
Rasa cinta inilah yang mendatangkan semua keindahan dan kecantikan itu. Bagi pandang mata orang lain, belum tentu pandanya itu akan nampak sedemikian cantik dan indahnya di waktu tertawa seperti itu, akan tetapi bagi dia, dunia seolah-olah ikut tertawa bersama mata yang bersinar-sinar, hidung yang tertarik ke atas dan gigi yang mengintai sekilas di balik sepasang bibir merah basah yang terbuka itu.
"Kau tidak dengar sajak sasterawan tua yang berdiri bergoyang-goyang mabok di atas perahunya yang lewat tadi?"
"Tentu saja. Sajaknya indah dan dia mengeluh tentang hari tuanya. Dia ingin selamanya tinggal muda untuk menikmati keindahan Dunia"
"Sajak itu menyedihkan, kenapa kau tertawa mendengarnya? Kurasa tidak ada lucunya di situ."tambah Namja yang terlihat tampan
"Hihihi, itulah karena kau sama seperti dia Gege. Beberapa tahun lagi dan gege pun akan menangisi usia tuamu seperti dia, hidup sebatang-kara dan kesepian, hi-hik!"
"Ihh, mana mungkin? Kan ada Panda di sisiku?"
"Akupun akan tua dan meratapi nasibku kalau aku bersikap sepertimu. Itulah yang lucu. Kenapa dia menyesali hari tuanya? Lihat, bukankah danau ini, Sungai Yance itu, jauh lebih tua dari pada kita, dari pada sasterawan cengeng tadi? Namun lihat, berkurangkah keindahannya? Nampakkah tuanya? Adakah penyesalan pada danau dan sungai, dan pohon-pohon tua di seberang itu, akan ketuaannya? Sama sekali tidak, mereka semua itu masih tetap muda, cantik menarik bahkan dalam ketuaan mereka sekalipun."
Namja tampan itu memandang serius dan mengangguk-angguk.
Tiba-tiba namja yang tampan itu menyentuh tangan si namja cantik yang terletak di atas meja. Namja cantik itu terkejut karena sentuhan itu bukan sentuhan biasa, melainkan sentuhan yang menyatakan guncangan perasaan. Maka iapun menengok dan memandang ke arah luar jendela dan iapun melihat seorang laki-laki mendayung perahunya lewat di bawah tempat itu dengan tergesa-gesa.
Laki-laki itu sudah setengah tua dan dari pakaiannya mudah diketahui bahwa dia adalah seorang dusun sederhana. Akan tetapi wajahnya pucat dan matanya terbelalak ketakutan. Dan agak jauh di belakangnya, sebuah perahu lain meluncur dengan cepatnya. Perahu ini ditumpangi oleh dua orang laki-laki yang kelihatan kokoh kuat dan kasar, yang mendayung perahu itu dengan amat cepatnya, mengejar perahu pertama itu dan pada wajah mereka terbayang kemarahan dan keganasan. Karena banyak perahu berlalu lalang di situ, orang tidak akan tahu bahwa perahu yang ditumpangi oleh kakek dusun itu sedang dikejar oleh dua orang dalam perahu yang lebih besar itu.
Hanya karena kedua oranng itu duduk di atas dan kebetulan memandang ke telaga dan melihat wajah orang di perahu pertama, mereka melihat hal yang tidak wajar ini. Apa lagi karena memang keduanya memiliki pandang mata yang amat tajam, berbeda dari kebanyakan orang lain.
"Lihat, dia terluka..." bisik si cantik. Pemuda itu mengangguk. Diapun sudah tahu bahwa kakek petani yang dikejar-kejar itu telah mengalami beberapa luka di tubuhnya. Luka memar dan gosong akibat pukulan-pukulan berat di leher dan tengkuknya yang coba ditutupinya dengan leher baju dan juga lengan bajunya yang kanan berlepotan darah yang sudah mulai mengering.
Dan semua ini dapat nampak oleh mereka dari jarak jauh! Hal ini saja sudah membuktikan bahwa pasangan ini memiliki ketajaman mata yang lain dan jauh lebih dari pada mata orang biasa.
Kini perahu petani itu sudah tiba di darat dan petani itu naik ke darat, lalu tergesa-gesa meninggalkan perahunya.
"Ayo kita lihat!" kata pemuda itu dengan tenang dan diapun memanggil pelayan, membayar harga makanan minuman, kemudian bersama pandanya itu mereka keluar dari restoran, agaknya tidak tergesa-gesa akan tetapi langsung mereka menuju ke arah larinya petani tadi.
Petani itu bukan lari ke arah kota An-keng, melainkan keluar kota, ke tempat yang sunyi, agaknya memang ingin melarikan diri dari kejaran dua orang itu. Dia seorang petani biasa agaknya, usianya kurang lebih lima puluh tahun, tubuhnya kurus dan kasar, kulitnya kehitaman karena terlalu sering tertimpa terik matahari.
Jelas merupakan seorang miskin yang biasa bekerja keras dan kasar. Sepasang matanya yang kadang-kadang dipakai memandang ke belakang dengan ketakutan itu kini terbelalak. Mukanya pucat dan jalannya terpincang-pincang, tanda bahwa di bagian kakinyapun sudah menderita luka.
Dari belakang, dua orang yang tadi mengejarnya dengan perahu, sudah hampir dapat menyusulnya.
"Petani busuk, kau hendak lari ke mana? Ha-ha-ha!" Si gendut berteriak mengejar dan tentu saja petani yang berlari menggunakan kekuatan biasa, apalagi dengan kaki terpincang-pincang itu, bukan lawan dua orang yang agaknya mempunyai kepandaian ilmu silat dan pandai berlari cepat itu.
Tahu-tahu dua orang itu telah menghadang dari depan den melihat ini, kakek petani itu dengan mata terbelalak lalu membalik ke kanan dan lari sekuatnya, kembali ke arah danau! Akan tetapi sekali ini dia tiba di bagian tepi danau yang sunyi dan tidak ada orangnya.
Sambil tertawa mengejek, dua orang itu mengejar, mempermainkannya seperti dua ekor kucing yang mempermainkan seekor tikus yang sudah tersudut, tidak segera menerkamnya, seolah-olah hendak menikmati lebih dulu melihat tikus itu ketakutan setengah mati.
"Heh-heh-heh, petani tua bangka, lebih baik kau berikan benda itu kepada kami dan kami akan membunuhmu dengan lunak."
"Tidak, tidak! Sampai mati tidak!"
"Keparat! Kau berani melawan?" bentak si gendut dan nampak sinar golok berkelebat ketika goloknya membacok.
Craackkk~
Tubuh kakek itu terguling, pundaknya terluka parah oleh bacokan golok dan sebuah tendangan mengenai lambungnya, membuat dia terguling-guling. Kembali golok itu menyambar ke arah leher kakek petani.
"Desss... aughhh...!" Si gendut berteriak mengaduh ketika pergelangan tangannya bertemu dengan sepatu yang menendangnya dari samping. Demikian kerasnya tendangan namja tampan itu, sehingga bukan hanya golok yang terlempar, akan tetapi juga pergelangan tangan itu menjadi patah
Si tinggi kurus menjadi marah. Goloknya menyambar, akan tetapi tiba-tiba terdengar suara "ngekkk!" dan diapun roboh terguling karena tengkuknya disambar tangan halus namja lain teman pemuda itu.
Pasangan itu ternyata telah tiba di situ, agak terlambat sehingga kakek petani telah menerima bacokan dan tendangan, akan tetapi masih belum terlambat untuk mencegah terjadinya pembunuhan. Mereka menggerakkan kaki menendang dan tubuh dua orang penjahat itu terlempar ke arah danau.
BYURRR...
Dua orang itu gelagapan dan berdaya upaya sekuatnya agar jangan sampai tenggelam. Mereka telah terluka, akan tetapi karena terancam bahaya mati tenggelam, mereka seperti memperoleh tenaga baru dan berenang ke darat, menjauhi sepasang namja yang amat lihai itu.
"Bagaimana keadaanmu, Haraboeji?" tanya si pemuda sambil memeriksa luka-luka yang diderita oleh kakek itu.
"Lekas... lekas bawa aku pergi... tolonglah... auhhh... jumlah para penjahat itu banyak sekali... lekas sembunyikan aku... ahhhh!" Dan kakek itu tak sadarkan diri.
"Bagaimana gege?" tanya si cantik tenang. "Kita menanti di sini dan menghajar mereka semua?"
Pemuda itu menggeleng. "Lebih baik kita sembunyikan dia dan merawatnya. Kurasa ada tersembunyi rahasia yang menarik di balik peristiwa ini. Aneh kalau penjahat-penjahat itu mengejar-ngejar dan mendesak seorang petani miskin seperti ini."
"Baik," jawab namja cantik.
Pemuda tampan memondong tubuh si kakek petani dan sebentar saja dia bersama temannya telah berlari dengan cepat meninggalkan tempat itu. Cara mereka berjalan cepat tentu akan mengejutkan hati seorang ahli silat kelas tinggi sekalipun karena mereka telah mempergunakan gin-kang atau ilmu meringankan tubuh yang amat luar biasa!
Siapakah gerangan kedua namja yang luar biasa ini? Orang yang mengenal mereka tentu tidak akan heran menyaksikan kehebatan ilmu kepandaian mereka karena pemuda itu bukan lain adalah tokoh dunia persilatan yang pernah menggegerkan dunia persilatan dengan julukannya yang menyeramkan, yaitu Pendekar Sadis! Dan temannya, si Namja cantik jelita itupun pernah menjadi datuk kaum sesat yang berjuluk Lam-sin atau Malaikat Selatan!
Pendekar Sadis itu bernama Wu Yi Fan. Dalam usianya yang baru dua puluh tiga tahun, pemuda ini telah berhasil mewarisi ilmu-ilmu yang amat hebat dan yang pada waktu itu jarang dapat dicari bandingannya.
Dia bukan keturunan sembarangan orang, karena mendiang orang tuanya adalah Pangeran Wu Hangeng , seorang pangeran yang pernah berambisi untuk menjadi Jagoan Nomor Satu di dunia, sedang mendiang ibunya adalah Lie Ciauw Si, cucu dari ketua Cin-ling-pai! Pendekar Sadis ini bukan hanya mewarisi ilmu-ilmu dari Cin-ling-pai, bahkan telah menerima gemblengan banyak orang sakti, dan terutama sekali dia telah mewarisi peninggalan ilmu yang mujijat dari mendiang ayah kandungnya.
Adapun temannya itu, yang pernah menyamar sebagai seorang wanita tua dengan julukan Lam-sin ( Malaikat Selatan ) sebagai datuk terhebat didaerah selatan, bernama Huang Zi Tao, juga bukan orang sembarangan. Seperti juga Wu Yi Fan, namja cantik ini adalah keturunan bangsawan karena ia adalah putera seorang pangeran bernama Huang Jiro yang sakti, ibu kandungnya adalah seorang wanita sakti pula bernama Ouwyang Ci yang mewarisi ilmu rahasia dari Perdana Menteri The Hoo yang terkenal itu. Seperti juga Yi Fan, orang tua Tao telah tiada dan ia hidup seorang diri, mewarisi ilmu-ilmu yang hebat.
Kedua orang muda yang sama-sama keturunan bangsawan tinggi ini, dalam petualangan mereka, berjumpa dan saling tertarik, dan jatuh cinta.
Sudah tiga tahun mereka hidup bersama, hidup sebagai kekasih, bagai pasangan suami isteri walaupun mereka berdua tidak pernah menikah dengan sah. Hal ini sudah mereka kehendaki berdua, dan walaupun mereka tidak disahkan dengan upacara pernikahan, namun mereka saling mencinta, melebihi suami isteri yang menikah dengan sah.
Yi Fan dan Zi Tao hidup berdua di sebuah pulau kosong yang bernama Pulau Teratai Merah, jauh dari daratan Tiongkok. Mereka hidup di pulau kosong itu dengan penuh kebahagiaan, tetangga mereka hanya penghuni pulau-pulau lainnya yang berdekatan dan kadang-kadang mereka naik perahu mendarat.
Sudah tiga tahun lamanya mereka bertualang berdua, penuh kasih sayang, penuh kebahagiaan dan menghadapi apapun, mereka bersatu padu, saling mencinta, saling setia, walaupun kekerasan hati masing-masing membuat mereka kadang-kadang bercekcok! Akan tetapi, setiap percekcokan mereka seolah-olah merupakan pupuk bagi cinta kasih mereka karena setiap kali habis bercekcok, mereka menjadi lebih mesra lagi!
Telah lama Wu Yi Fan tidak lagi mau menggunakan nama julukan Pendekar Sadis, juga Huang Zi Tao tidak lagi menggunakan nama julukan Lam-sin.
Betapapun juga, para tokoh haum sesat masih ngeri mendengar kedua nama julukan ini.
.
.
Luka-luka yang diderita oleh petani tua itu amat parah, Yi Fan dan Tao melihat kenyataan ini dan mereka berdua hanya dapat memberi obat untuk mengurangi rasa nyeri saja, akan tetapi mereka maklum bahwa nyawa petani itu tidak mungkin dapat ditolong lagi.
Petani itu agaknya juga merasa bahwa keadaannya amat parah dan bahwa dia harus meninggalkan rahasianya kepada dua orang yang telah menolongnya itu, maka dengan suara tersendat-sendat dan napas terengah-engah dia lalu menceritakan keadaannya.
Petani itu bernama Ciang Gun, hidup di dusun Cin-bun-tang bersama dengan isterinya dan seorang puteranya yang sudah berusia dua puluh lima tahun.
Pada suatu hari, kurang lebih setahun yang lalu, karena membutuhkan air yang mahal karena musim kering terlampau lama, keluarga ini menggali sumur di tengah ladang mereka. Ketika mereka sudah menggali tanah sedalam kurang lebih dua meter, cangkul mereka bertemu dengan sebuah peti hitam kecil.
Dengan hati penuh ketegangan mereka mengeluarkan peti itu, membukanya dan di dalam peti itu mereka menemukan sebuah peta dengan catatan huruf-huruf kuno, dan sebuah kunci yang terbuat dari pada emas.
"Kunci ini terbuat dari emas!" kata isteri Ciang Gun. "Cukup untuk dapat ditukar dengan beberapa karung gandum!"
"Dan sebaglan untuk membeli bibit!" kata Ciang Gun girang.
Akan tetapi Ciang Min Hyun, putera mereka yang pernah duduk di bangku sekolah walaupun hanya untuk dua tahun, menggeleng kepala. "Ayah dan ibu, kurasa kita telah menemukan sesuatu yang amat berharga, yang jauh lebih berharga dari pada kunci emas ini."
Ayah itu memandang wajah puteranya dengan heran. "Maksudmu, gambaran corat-coret ini?"
Min Hyun mengangguk. "Ini adalah sebuah peta dan kurasa peta ini menunjukkan tempat penyimpanan sesuatu yang amat berharga dan kunci ini untuk membukanya. Bayangkan saja. Baru kuncinya terbuat dari emas, apa lagi barang-barang yang disimpan di dalam tempat terkunci itu!"
"Harta karun...?" Ayahnya bertanya dan ibunya terbelalak.
"Aku belum tahu benar, ayah. Itu hanya dugaanku. Sayang bahwa huruf-huruf ini amat kuno dan aku tidak dapat membacanya. Akan tetapi, bukankah paman Su yang tinggal di kota raja mengenal banyak sasterawan pandai?"
"Kau benar, Min Hyun!" kata ibunya yang merasa bangga akan adiknya yang tinggal di kota raja dan yang dianggapnya memiliki pengetahuan banyak dan kenalan-kenalan orang besar. "Dia tentu dapat membantumu membaca huruf-huruf itu."
"Sebaiknya, sekarang juga aku berangkat ke kota raja membawa peta ini, ayah. Dan kuncinya ayah simpan saja baik-baik, jangan sampai hilang dan menunggu sampai aku pulang dari kota raja dan mengetahui rahasia peta ini."
.
Berangkatlah Min Hyun ke kota raja dan ayah ibunya menanti dengan penuh harapan. Akan tetapi, bulan berganti bulan dan sampai setahun lamanya Min Hyun tidak pulang, juga tidak pernah ada beritanya ke rumah. Setelah lewat setahun lebih, pada suatu siang muncullah empat orang laki-laki yang sikapnya kasar. Kakek Ciang Gun menerima kedatangan mereka dengan heran dan menanyakan maksud kedatangan mereka.
Seorang di antara mereka yang bercodet di pipi kirinya, dengan suara lantang menerangkan maksud kedatangan mereka. "Kami disuruh oleh Ciang Min Hyun"
Baru sampai di sini, kakek dan isterinya itu girang bukan main. "Bagaimana kabarnya dengan Min Hyun? Di mana dia sekarang dan mengapa sampai sekarang dia tidak pulang dan tidak memberi kabar? Apakah dia telah bertemu dengan pamannya?" Pertanyaan bertubi-tubi diajukan oleh suami isteri itu kepada empat orang pengunjung ini.
"Dia baik-baik saja dan dia menyuruh kami untuk datang mengabarkan kepada anda berdua bahwa semua urusan berjalan beres. Dia menyuruh kami datang untuk menerima sebuah kunci dari anda" Sambil berkata demikian, si codet ini memandang tajam kepada petani tua itu.
Ciang Gun mengerutkan alisnya. "Kunci? Kunci apa?" Biarpun dia seorang petani dusun, namun dia telah hidup cukup lama untuk dapat mengenal ciri-ciri orang yang tidak dapat dipercaya dan dia tidak percaya kepada empat orang ini.
Selain itu, puteranya ketika hendak pergi dahulu pernah berpesan bahwa kunci emas itu tidak boleh diberikan kepada siapapun juga selain kepadanya sendiri. Bahkan membicarakan soal kunci emas itupun dilarang.
"Sebuah kunci emas!" Si codet mendesak.
"Kunci emas...? Aku tidak mengerti." Ciang Gun menjawab.
Tiga orang tamu yang lain mengerutkan alis dan kelihatan marah, akan tetapi si codet memberi isyarat dengan tangannya agar mereka bersabar. "Kamipun tidak tahu. Puteramu itu, Ciang Min Hyun, hanya menyuruh demikian dan katanya kau akan mengerti sendiri."
"Tapi... tapi..."
"Jangan ragu-ragu, orang tua. Kami berempat adalah sahabat-sahabat baik puteramu dan dia sendiri yang mengutus kami. Serahkan saja kunci emas itu kepadaku, lopek (orang tua)"
"Tidak mungkin!" Tiba-tiba isteri petani itu berteriak. "Tidak mungkin Min Hyun bersahabat dengan kalian!"
Empat orang itu kini menjadi marah dan mereka mengurung suami isteri itu. Si codet kini menanggalkan kedok matanya dan dengan suara geram dia mendekati petani itu dan menghardik, "Tidak perlu banyak cerewet lagi. Serahkan kunci emas itu kalau kalian ingin selamat!"
Ciang Gun terkejut sekali dan mukanya pucat, matanya terbelalak dan dia cepat mundur-mundur sambil menggeleng kepala. Isterinya, seorang wanita yang berani karena sejak kecil sudah terlampau kenyang menghadapi hidup sukar, kini melangkah ke depan, seperti hendak melindungi suaminya dan membentak dengan suara marah, "Kalian ini orang-orang jahat! Sejak tadi aku tidak percaya bahwa anak kami bersahabat dengan orang-orang seperti kalian. Hayo kalian pergi dari sini! Kami orang-orang miskin tidak mempunyai apa-apa..."
Plakk
Sebuah tamparan yang keras membuat tubuh wanita itu terpelanting dan roboh di atas tanah.
Suaminya berteriak kaget, akan tetapi hanya dapat memandang dengan mata terbelalak saja ketika melihat si codet itu menubruk ke depan, menginjak punggung isterinya dengan lutut dan mencengkeram rambut wanita itu keras-keras ditarik ke belakang.
.
"Petani busuk! Serahkan kunci emas atau leher istrimu akan kupatahkan!"
"Tidak... tidak... jangan kaulakukan itu. Lepaskan isteriku... harap kalian jangan sekejam itu..." Petani itu meratap.
"Serahkan kunci emas dan kalian akan selamat!" Si codet menghardik lagi.
"Jangan berikan!" Tiba-tiba isteri petani itu berteriak lantang kepada suaminya. "Jangan berikan. Ingat, mungkin anak kita telah mereka bunuh pula!"
Teriakan isterinya ini mengingatkan si petani dan wajahnya menjadi pucat, matanya terbelalak memandang kepada si codet yang membekuk isterinya itu dan petani ini menggeleng kepala keras-keras.
"Ciang Gun, cepat berikan kunci emas itu kepada kami, atau kau akan melihat isterimu kami siksa sampai mati, kemudian kau sendiripun akan kami siksa sampai mati dan akhimya kunci itupun akan dapat kami rampas!"
"Jangan percaya! Mereka ini penjahat-penjahat kejam, pembohong dan penipu semua!" isterinya menjerit lagi memperingatkan suaminya.
.
"Hayo katakan, di mana kunci emas itu!" si codet menghardik sambil menjambak rambut isteri petani itu. Akan tetapi wanita tua yang sudah nekat ini memandang penuh kebencian dan ia meludah.
"Cuhh! Engkau boleh membunuh kami, akan tetapi jangan harap dapat menemukan kunci itu!"
Plak, Plak.
Dua kali si codet menampar lalu meninggalkan wanita itu yang berdarah pada mulutnya akan tetapi yang sedikitpun tidak mengeluh. Kini codet kejam itu menghampiri Ciang Gun.
"Hayo katakan, di mana kunci itu? Atau engkau lebih senang melihat isterimu kusembelih di depan matamu?"
"Suamiku, jangan katakan! Jangan kira dia akan melepaskanmu kalau kunci kauserahkan. Kita serahkan, tetap saja kita akan mereka bunuh. Biarlah kita mati, berkorban demi anak kita. Jangan beritahukan, jangan serahkan kunci!"
"Perempuan keparat!" Si codet meninggalkan petani itu, melompat ke dekat si wanita dan menendang tubuh yang terbelenggu itu sampai bergulingan dekat suaminya. Kakek Ciang Gun memejamkan matanya dan menangis.
"Kuatkan hatimu, suamiku. Paling-paling kita mati, akan tetapi mereka ini, binatang-binatang buas ini takkan dapat merampas kunci kita, demi Min Hyun... aughhh..."
Sebuah tendangan mengenai dadanya dan wanita itu tak mampu bicara lagi. Si codet mencabut goloknya dan memodongkan goloknya pada leher wanita yang sudah setengah pingsan itu.
"Petani busuk, engkau lebih memberatkan kunci keparat itu dari pada nyawa isterimu? Lihat ini!" Ujung golok itu menggores sedikit kulit leher. Darah muncrat membasahi leher dan baju. Melihat ini, kakek Ciang Gun kembali memejamkan matanya dan dia tidak mampu bersuara lagi, hanya menggeleng-geleng kepala keras-keras sambil menangis.
"Hi-hi-hik! Kalian anjing-anjing busuk, tak mungkin dapat memaksa suamiku. Dia adalah seorang gagah, benar, suamiku seorang gagah perkasa yang tak takut mati!"
Ujung golok itu menusuk dada dan kembali darah muncrat.
"Petani Ciang, sekali lagi, kunci emas itu atau nyawa isterimu?"
"Suamiku, kutunggu engkau di akhirat..." Isterinya masih sempat menjerit sebelum golok itu membacok lehernya dan iapun tewas seketika.
Blarpun dia memejamkan kedua matanya, petani itu dapat mengikuti penderitaan isterinya melalui pendengarannya dan telinga pulalah yang memberi tahu kepadanya akan keadaan isterinya. Dia membuka matanya dan melihat isterinya menggeletak dengan mandi darah dan tidak bergerak-gerak lagi. Dia hanya dapat merintih dan memanggil nama isterinya sambil menangis.
"Lihat, isterimu mati karena membandel. Hayo katakan, di mana kunci itu!" Si codet membentak.
"Kalian bunuhlah aku! Bunuhlah aku...!" Kakek Ciang Gun berteriak-teriak dan menangis.
Si codet menendang dan memukulinya, akan tetapi tidak sampai membunuhnya karena para penjahat ini maklum bahwa mayat tidak mungkin dapat memberitahukan di mana adanya kunci emas yang mereka cari-cari itu.
Bahkan atas isyarat si codet, mereka lalu meninggalkan kakek Ciang Gun setelah membebaskannya dari belenggu, membiarkan kakek itu menangisi isterinya. Kakek itu, dibantu oleh para tetangganya yang tidak ada yang berani mencampuri urusan itu, mengubur jenazah isterinya dan berkabung dengan penuh kedukaan. Empat orang penjahat itu tidak muncul lagi.
Akan tetapi kakek Ciang teringat akan nasihat dan kata-kata isterinya yang diucapkan di waktu mereka menghadapi penjahat-penjahat itu, maka diapun dapat menduga bahwa tentu para penjahat itu tidak mau melepaskan dia begitu saja. Dia menduga bahwa para penjahat itu tentu diam-diam membayanginya.
Untuk meyakinkan dugaan hatinya, beberapa hari kemudian, pada tengah malam, kakek Ciang diam-diam meninggalkan rumahnya lalu pergi ke sudut ladangnya, berindap-indap. Kemudian, seperti habis mengambil sesuatu, dia kembali ke rumahnya dan benar saja seperti yang telah diduganya, begitu memasuki rumahnya, di situ telah menanti empat orang penjahat itu!
"Ha-ha-ha, bagus sekali. Engkau telah mengambilkan kunci itu untuk kami, ya? Serahkan kepadaku!" kata si codet.
Kakek Ciang menggeleng kepala. "Tidak ada kunci!"
Si codet marah dan menubruk maju. Kakek itu dipegangi dan digerayangi seluruh tubuhnya, akan tetapi memang benar tidak ada ditemukan kunci padanya. Kembali, seperti tempo hari, rumah itu diobrak-abrik, akan tetapi semua usaha itu sia-sia saja, tidak mereka temukan kunci yang dicari-cari.
Setelah memukuli kakek itu tanpa membunuhnya untuk melampiaskan kedongkolan hati, mereka lalu meninggalkan Ciang Gun yang hanya dapat mengeluh dan meratapi nasibnya yang buruk.
Semenjak ditemukan benda aneh dari dalam tanah itu, keluarganya tertimpa malapetaka hebat. Isterinya mati dibunuh penjahat, anaknya masih belum diketahui nasibnya dan dia sendiri kini berada dalam ancaman penjahat-penjahat kejam.
Kakek Ciang tahu bahwa dia harus melakukan sesuatu. Pertama-tama, dia harus dapat melepaskan diri dari pengamatan para penjahat itu, kemudian mengambil kunci emas yang disimpannya di suatu tempat tersembunyi. Setelah itu, dia harus cepat pergi ke kota raja menyusul anaknya. Hanya itulah satu-satunya jalan. Dia pernah pergi ke kota raja menengok adik laki-laki isterinya, yaitu alamat yang hendak dikunjungi oleh Min Hyun ketika pemuda itu meninggalkan dusun menuju ke kota raja.
Kakek Ciang mencari kesempatan dan kesempatan itu terbuka baginya ketika dia mengadakan sembahyangan untuk arwah isterinya. Para tetangga berdatangan pada malam hari itu dan seperti telah diduganya, dalam keadaan menerima tamu-tamu para tetangga, para penjahat agak lengah.
Ciang Gun berhasil menyelinap pergi dan mengambil kunci emas yang disembunyikan di antara akar pohon besar. Kemudian dia membawa kunci itu, diikatkannya di pinggang dan larilah petani ini pada malam hari itu juga meninggalkan dusunnya, menuju ke kota raja. Karena para penjahat yang mengamatinya tidak mengira bahwa kakek ini berani melarikan diri ke kota raja, maka mereka mencari di sekitar dusun dan karena ini, petani Ciang memperoleh banyak waktu untuk melarikan diri dengan aman.
Akan tetapi, bagaimanapun juga, dia hanyalah seorang petani lemah biasa saja sedangkan para pengejarnya adalah penjahat-penjahat yang ulung. Empat orang penjahat itu berpencar, bahkan mereka sudab menghubungi kawan-kawan mereka yang mencari ke berbagai jurusan. Oleh karena itu, tidak aneh ketika tiba di daerah An-keng, jejak petani Ciang itu ditemukan dan dia dikejar-kejar oleh dua orang penjahat. Dan seperti telah kita ketahui, secara kebetulan dia tertolong oleh sepasang pendekar yang sakti, yaitu Pendekar Sadis dan kekasihnya, yang berhasil menyelamatkannya setelah petani itu menderita luka-luka berat.
..
..
Setelah selesai menceritakan riwayatnya, kakek petani itu memandang kepada Wu Yi Fan dan Huang Zi Tao dengan napas empas-empis, tinggal satu-satu.
Diapun tahu bahwa tidak ada harapan lagi baginya untuk hidup, maka harapannya untuk dapat menyampaikan kunci emas kepada puteranya hanyalah kedua orang ini.
"Kalian berdua... telah menolongku... terimalah ini..." Dia mengeluarkan kunci emas yang digantungkan pada lehernya itu.
"Carilah Min Hyun di kota raja... petanya ada padanya... Kalian adalah orang-orang gagah yang baik... bantulah dia membuka rahasia harta karun itu... bagi-bagilah antara kalian... dan..." Kakek itu tidak dapat melanjutkan kata-katanya, terkulai dan tewas.
Yi Fan cepat memeriksa dan saling pandang dengan Tao. Kemudian dengan sederhana mereka berdua lalu mengubur jenazah kakek itu di tepi telaga. Karena adanya rahasia kunci emas di tangan mereka, kedua orang ini merasa tidak perlu untuk memberi tahu orang lain atau melaporkan kepada petugas keamanan tentang adanya peristiwa itu.
"Apa yang akan kita lakukan sekarang dengan kunci emas ini? Mencari orang bernama Ciang Min Hyun itu, gege?" tanya Tao bingung
"Kau tertarik?" Yi Fan membalas dengan senyuman diwajahnya
Yang ditanya tersenyum, semacam senyuman yang tak pernah gagal mengguncangkan hati pemuda yang jatuh cinta itu. Diciumnya Tao karena sejujurnya Yi Fan tidak pernah dapat menahan hatinya untuk tidak mencium setiap kali melihat senyum khas ini, sehingga bagi keduanya, senyuman khas itu seperti menjadi tanda keharusan agar Wu Yi Fan mencium Huang Zi Tao!
Cinta kasih antara keduanya memang melahirkan atau menciptakan bahasanya sendiri tanpa kata!
"Kau tahu, aku bukan gila harta. Akan tetapi aku kasihan kepada petani itu yang telah menjadi korban kejahatan dan ingin tahu apakah anaknya itu masih hidup. Selain itu, biarpun kita tidak gila harta, kalau benar ada harta karun sampai terjatuh ke tangan penjahat, kan sayang?"
Yi Fan mengangguk. "Bagaimanapun juga, kakek petani itu telah percaya kepada kita dan pesan terakhir seorang yang mati sungguh tak baik untuk diabaikan begitu saja."
"Jadi kita ke kota raja?"
"Menurutmu Panda ?" Yi Fan balas bertanya sambil memandang dengan sikap bertanya dan menguji.
Tao memang tidak perlu banyak bicara dengan kekasihnya ini. Dari pandang mata saja mereka sudah dapat saling mengutarakan isi hati masing-masing. Namja cantik itu tersenyum manis, bukan senyuman khas minta cium.
"Mari kita tulis pendapat masing-masing," katanya sambil membalikkan tubuhnya dan berjongkok, membuat corat-coret di atas tanah.
Wu Yi Fan tersenyum dan juga membalikkan tubuhnya, seperti juga yang dilakukan kekasihnya itu dia mencorat-coret di atas tanah.
Hampir berbareng mereka selesai dan tanpa bicara, keduanya membaca tulisan masing-masing. Mereka lalu tertawa dan saling rangkul.
Tulisan mereka, walaupun dengan kalimat yang berbeda, isinya sama! Mereka berdua berpendapat bahwa mereka akan mempergunakan kunci itu untuk memancing datangnya para penjahat sebagai pintu atau jembatan pertama ke arah perkara kakek petani itu!
.
.
- To Be Continued -
.
.
Titan kembali dengan cerita baru -_- Author sedang terjerat WB (T.T) untuk FF author yang lain xD
Berminat dan masih ingin lanjut? Silahkan hubungi Author di kotak review.
Untuk cast awal ini Kris sama Tao udah punya hubungan yang jelas tapi ga jelas #Ehhhh? hehehehe xD
Cast member EXO lainnya dan guest cast dari para idola lain akan bertambah sesuai peran next chapter nanti.
Gomawo *Bow90derajat xD
Note :::
Cerita ini author bagi dan reka ulang berdasarkan salah satu Straight Story 'Harta Karun Jengish Khan' yang dibuat dan dipopulerkan oleh favorit Author dan Daddy Author yaitu Kho Ping Hoo.
.
-Good response, cerita lanjut! Low response, late update-