Chapter 14 – Parade of Fire part 2
Panas yang membara terasa membakar di sekujur kulit. Udara terasa semakin menipis di ruangan akibat kepulan asap yang semakin memenuhi ruangan. Tidak ada ruang untuk bergerak, seluruh ruangan sudah dipenuhi oleh kobaran api yang merah.
Lu Xun mencoba mendorong pintu di depannya dengan kekuatan yang tersisa padanya. Pintu tetap tidak bergeming sedikitpun, pandangannya pun mulai memudar. Di kesadarannya yang semakin memudar, ia melihat di punggung tangannya muncul sebuah simbol yang menyala. Simbol itu berbentuk burung berleher panjang merentangkan sayapnya yang merah membara seperti api. Lambang ini... lambang yang familiar... tapi di mana ia pernah melihatnya?
Lu Xun, jangan sampai terpisah dengan Phoenix... Tetaplah hidup apapun yang terjadi...
Suara itu... Apa maksud suara di kepalanya ini? Dan apa maksudnya...?
Di tengah udara yang semakin menipis, Lu Xun kembali memegang gagang pintu dan mendorongnya sekuat tenaga. Pintu ini adalah satu-satunya jalan keluarnya. Kalau saja ia bisa merusak pintu ini, maka ia akan selamat.
Lambang di tangannya kembali menyala, dan dari tangannya kembali keluar api yang membara. Lu Xun kaget dan melompat mundur. Gagang pintu di depannya merah menyala, pintu di depannya ikut membara terbakar seperti sekitarnya. Lu Xun mencoba memegang gagang pintu lagi, tapi tangannya tidak tahan dengan panasnya gagang itu.
Tidak ada jalan untuk keluar lagi... Apakah ini adalah akhir dari hidupnya? Lu Xun jatuh tersungkur. Kesadarannya semakin menipis dan pandangannya semakin kabur.
Tiba-tiba terdengar suara benturan keras di pintu di depannya. Suara itu terdengar berkali-kali, hingga pintu di depannya itu roboh. Seseorang masuk dan mendekatinya. Lu Xun juga sudah tidak dapat melihat wajahnya dengan jelas. Orang itu mengangkat badan Lu Xun dan membawanya keluar dari ruangan yang terbakar itu.
Orang itu membaringkannya di kursi sofa. Walaupun Lu Xun sudah keluar dari ruangan penuh api itu, tapi badannya tetap terasa panas. Lambang di tangannya juga masih terus ada, dan seluruh badannya terasa semakin sakit. Lu Xun mencengkram tangan orang itu, namun suaranya tak bisa keluar. Orang itu berlutut di sebelahnya dan menggenggam tangan Lu Xun. Tidak jelas apa yang diucapkannya, tapi dari suaranya kemungkinan ia adalah laki-laki. Orang itu kemudian menarik badan Lu Xun dan mencium bibirnya. Lu Xun kaget, namun ia juga tidak punya tenaga untuk melawan. Lu Xun merasa hawa dingin mengalir ke badannya, dan rasa sakit di badannya perlahan berkurang. Hanya itu yang bisa ia ingat sebelum kesadarannya benar-benar menghilang.
Saat tersadar, Lu Xun berada di sebuah kamar. Kamar itu berdinding putih dan memiliki beberapa jendela besar. Di sana juga ada sebuah meja bertaplak biru tua. Kamar itu tampak familiar, tapi Lu Xun tidak ingat tempat apa itu.
" Ini di mana?"
Lu Xun mencoba bergerak, tapi tiba-tiba rasa sakit terasa menusuk di tangannya. Ketika menarik tangannya, ia baru sadar kalau tangannya penuh dengan balutan perban.
Lu Xun melihat ke dekatnya. Tidak ada seorang pun di dekatnya, tapi ruangan ini... rasanya ia pernah berada di ruangan ini. Kamar itu penuh dengan rak buku dan sebagian besar buku merupakan buku sastra kuno berbahasa inggris. Pemilik kamar ini pasti sangat menyukai seni dan teater.
Di antara tumpukan buku, Lu Xun tertarik dengan sebuah buku yang terbaring di meja. Buku itu nampak sudah sangat tua. Kertasnya bahkan sudah berwarna kekuningan, dan covernya yang biru kini mulai memudar. Beberapa lembaran buku juga sudah terlepas, sehingga Lu Xun membukanya dengan sangat hati-hati. Samar-samar pada covernya tertulis nama seseorang : Lu Jun. Lu Xun teringat ucapan Sun Jian, bahwa nama ayahnya adalah Lu Jun. Lu Jun merupakan saudara Sun Jian bukan, tapi mengapa ada buku miliknya di situ?
Lu Xun segera mengambil buku itu dan membukanya. Isi buku itu ditulis dengan tulisan tangan, tapi beberapa tulisan sudah hilang sehingga sulit untuk dibaca. Dari isinya, kemungkinan ini adalah sebuah diary. Di buku itu terselip sebuah foto tua, foto sebuah patung berbentuk burung berleher panjang dan bersayap seperti api yang membara. Di situ tertulis nama Phoenix. Lu Xun penasaran dengan foto tersebut dan membaca tulisan yang bisa terbaca di buku itu.
Aku mendapat surat dari Sun Jian untuk datang ke kediamannya. Ini adalah surat pertama yang kudapat darinya sejak kami lulus SMA. Karena aku memutuskan untuk bekerja di teater keluarga Cao, Sun Jian selalu menghindariku.
Kemarin saat aku kebetulan berkunjung ke rumahnya untuk mengantar barang, tidak sengaja aku menjatuhkan benda yang ternyata adalah pusaka besar milik keluarga Sun. Sun Jian merasa bingung karena pusaka itu tidak membakarku, padahal kata mereka pusaka itu membakar semua yang memegangnya.
xxx
Pertemuanku kembali dengan Sun Jian membuatku mengenal sebuah pusaka ajaib bernama Phoenix. Phoenix adalah pusaka turun temurun milik keluarga Sun. Pusaka ini mampu menguasai kekuatan api abadi dan api penyembuh. Bahkan, pusaka ini juga memiliki kekuatan untuk meramal. Seharusnya hanya keluarga keturunan Sun yang bisa menguasainya, namun aku tak menyangka aku bisa mengendalikan kekuatannya.
Mungkin nasib memang memberiku kekuatan ini sehingga akhirnya aku kembali bisa berbicara dengan Sun Jian, sahabatku yang sudah lama tak mau bertemu denganku lagi. Sun Jian memusuhiku saat aku memutuskan untuk masuk teater milik Cao Cao. Aku tahu kalau hubungan keluarga mereka buruk sejak dulu, tapi aku sebenarnya ingin mereka berbaikan karena aku sayang kepada mereka berdua. Sun Jian bahkan mengangkatku sebagai adik angkatnya, aku benar-benar senang bisa bersahabat dengan Sun Jian tanpa harus memusuhi Cao Cao. Tapi... entah kenapa aku merasa ada yang berbeda dengannya sekarang. Apakah ini benar-benar Sun Jian yang aku kenal dulu saat masih SMA...?
Ada beberapa halaman yang hilang, sehingga Lu Xun tak bisa membacanya.
Sun Jian kini sudah berubah jauh dari apa yang ada di ingatanku. Kebaikan hati yang dulu ada padanya kini berubah menjadi obsesi harta yang mengerikan. Sun Jian semakin mengabaikan keluarganya dan sahabatnya. Ia hanya mau berkomunikasi denganku saat ia hendak menggunakan kekuatanku dalam meramal, tapi selain itu, ia sangat tertutup.
Belakangan aku merasa takut setiap menatap matanya, seakan aku berbicara dengan orang yang bukan temanku sendiri. Apakah ini adalah efek dari pusaka Phoenix ini? Aku pernah membaca kalau Phoenix memiliki kemauan sendiri sehingga tidak semua orang bisa mengendalikannya. Apakah pusaka ini menguasai dirinya? Jika pusaka itu kujauhkan darinya, apakah mungkin ia akan kembali seperti dulu lagi? Tapi di mana aku harus menyimpan pusaka ini? Aku harus melakukan sesuatu...
xxx
Aku mencoba menyembunyikan Phoenix, tapi Sun Jian selalu dapat menemukannya. Sun Jian selalu memukuliku setiap ia marah kepadaku. Sun Jian sudah benar-benar berubah. Aku pernah mencoba menghancurkannya, tapi pusaka ini tak bisa hancur walaupun aku melemparnya. Bagaimana cara aku menjauhkannya dari Sun Jian?
xxx
Aku mendengar dari Cao Cao kalau keluarga mereka juga memiliki pusaka seperti Phoenix. Tapi berbeda dengan Sun Jian yang semakin gila sejak memegang pusaka, Cao Cao masih sama seperti dulu. Ia masih menjadi sahabatku, orang terdekatku yang paling kupercaya. Jika ia mampu menguasai pusaka keluarganya, maka Phoenix tidak mungkin menguasainya bukan? Aku akan mencoba membicarakannya dengannya...
xxx
Sejak aku menyembunyikan Phoenix di kediaman Cao, aku mulai kesulitan mengendalikan kekuatan Phoenix. Terkadang aku mendapat penglihatan mengenai masa lalu para pemegang Phoenix sebelumnya. Semua cerita itu banyak yang berakhir dengan tragis, aku tak ingin melihat ini semua. Apakah ini hal yang selama ini diperlihatkan Phoenix kepada Sun Jian sehingga ia menjadi berubah? Inikah beban berat yang ia tanggung sebagai keturunan pemegang Phoenix?
xxx
Aku melihat Lu Xun memainkan Phoenix. Phoenix tidak membakarnya, apakah itu bearti ia telah mengakui Lu Xun sebagai penerusnya? Apakah ia juga akan menanggung beban yang sama sepertiku?
xxx
Cao Cao menjadi berubah sejak aku menitipkan Phoenix kepadanya. Apakah Phoenix juga mempengaruhi pikirannya? Saat aku hendak mengambilnya, ia sudah mengubah letak ia menyembunyikan Phoenix. Ia tidak mau menjawab di mana ia menyembunyikannya. Kini matanya mulai berubah menjadi sama seperti pandangan Sun Jian, aku taku kalau pusaka phoenix mulai menguasainya.
Aku juga menyadari kalau bukan hanya Cao Cao saja yang terpengaruh oleh pusaka ini, tapi juga beberapa orang yang tinggal di rumahnya. Salah satunya mungkin adalah Sima Yi. Aku memang sudah tidak menyukainya sejak awal pertemuan kami, namun aku merasa ada yang tidak beres dengannya sejak Phoenix berada di rumah ini.
Ini adalah kesalahanku. Akulah yang menyebabkan ia menjadi seperti ini. Aku harus bertanggung jawab. Aku akan...
Halaman lanjutan dari diary itu robek sehingga Lu Xun tak bisa membaca kelanjutannya. Setidaknya, berkat diary itu, ia jadi paham beberapa hal. Pertama, selama ini Phoenix telah mengubah Sun Jian, dan Lu Jun ingin mengembalikan Sun Jian menjadi sahabat yang ia kenal dulu. Kemudian Lu Jun menitipkannya kepada Cao Cao, namun ternyata Phoenix juga menguasai pikiran Cao Cao. Lu Jun mencari Phoenix, tapi Cao Cao menyembunyikannya untuk menguasainya. Tapi apa yang dilakukan oleh Lu Jun setelah itu? Lu Jun juga sempat bercerita mengenai dirinya yang memainkan Phoenix, apakah itu bearti ia juga menguasai Phoenix?
" Kau sudah sadar?" terdengar suara gadis.
Lu Xun segera menyembunyikan buku itu di bawah bantal. Lu Xun baru sadar kalau ada seorang gadis cantik berdiri di belakangnya. Gadis itu berambut hitam panjang terurai dengan 2 buah konde di kanan dan kirinya. Gadis itu tidak lain dari Guan Yinping, pelayan rumah Cao Pi.
" Syukurlah lukamu tidak parah... Tadi dokter sudah memeriksa dan memberimu beberapa obat. Aku sudah menaruh makanan dan obatmu di meja. Mohon diminum jika memang lukamu terasa sakit..."
" Yinping... Ini... di mana?" tanya Lu Xun. " Dan apa yang terjadi padaku?"
" Kau tidak ingat? Tadi katanya kau terkurung dalam kebakaran di teater, tapi untungnya pertolongan segera datang."
" Jadi semua itu bukan mimpi... dan balutan di tangan dan badanku adalah karena kecelakaan tadi..." Lu Xun menarik tangannya. Kalau semua itu bukan mimpi, bearti tangannya benar-benar bisa mengeluarkan api. Akan sangat bahaya jika ia mengeluarkan api lagi.
" Cao Pi segera membawamu pulang ke rumahnya dan memanggilkan dokter terbaiknya untuk memeriksamu. Ia benar-benar kelihatan khawatir..."
" Cao Pi...?" tiba-tiba Lu Xun teringat apa yang terjadi saat ia hampir kehilangan kesadaran tadi. Jadi orang yang tadi menciumnya itu... Cao Pi...? Tapi mengapa? Bukankah Cao Pi mencintai gadis Cinderella yang ia perankan dulu, tapi kenapa ia malah mencium Lu Xun? Wajah Lu Xun jadi merah ketika teringat kecupan bibir Cao Pi di bibirnya.
Yinping melambaikan tangannya di depan wajah Lu Xun. " Wajahmu merah... Kau baik-baik saja?"
" Jadi tadi Cao Pi yang menyelamatkanku dari gudang teater itu?" tanya Lu Xun.
"Aku tidak tahu..." jawab Yinping. " Tapi mungkin saja. Yang jelas Cao Pi tampak sangat panik saat membawamu tadi. Tuan Sima Shi juga ada di sebelahnya, jadi aku tidak tahu siapa yang menyelamatkanmu. Memangnya ada apa?"
Lu Xun menggeleng kepalanya untuk menghapus ingatannya, tapi malah kepalanya terasa semakin pusing.
" Istirahatlah... Ini sudah tengah malam, saya pamit dulu ya..." Yinping mengambil nampan dari meja dan segera beranjak.
" Tunggu... Ini sudah tengah malam?" tanya Lu Xun. Lu Xun melihat ke arah jam dinding dan baru sadar kalau waktu sudah menunjuk angka 12. " Celaka... aku berjanji kepada Sun Jian kalau aku akan kembali sebelum tengah malam... Jika aku belum kembali, ia pasti khawatir..."
Lu Xun menyalakan handphonenya, hendak menelepon Sun Jian, tapi ternyata batereinya habis sama sekali. Rasa khawatir jadi menghantui pikirannya. Gawat jika Sun Jian sampai mencarinya malam-malam. Waktu ia lupa waktu di cafe Lu Meng saja sampai malam waktu itu, Sun Jian sudah sangat marah kepadanya, bahkan sempat mengancam Lu Meng juga. Jika Sun Jian tahu ia berada di kediaman Cao, bisa-bisa terjadi kesalahpahaman, mengingat buruknya hubungan antara keluarga Cao dengan keluarga Sun.
Saat keluar dari kamar, Lu Xun menemukan sebuah lorong yang panjang dan gelap. Tidak heran jika lorong sudah gelap, soalnya hari sudah malam. Lu Xun berjalan di lorong dengan hati-hati. Saat berjalan, tidak sengaja ia mendengar suara orang berbicara dari salah satu ruangan yang lampunya masih menyala. Lu Xun merasa mengenal suara itu. Lu Xun mengintip dan melihat Cao Pi sedang berbicara dengan seorang pria. Dari penampilan orang tersebut, kelihatannya ia seumuran dengan Sun Jian. Wajah mereka terlihat serius seakan sedang membicarakan sesuatu yang sangat penting. Lu Xun mendekat ke pintu untuk mendengarkan pembicaraan mereka.
" Jadi kau sudah menemukan Phoenix?" tanya pria tua itu.
" Maaf, Ayah..." jawab Cao Pi, " Aku juga masihbelum yakin mengenai kepemilikan Phoenix ini... Ada beberapa orang yang kucurigai, tapi aku masih belum yakin benar sehingga aku belum bisa melaporkannya. Tapi apa ayah yakin kalau Phoenix ada di kota ini?"
Ayah...? Jadi pria tua itu adalah Cao Cao, ayah kandung Cao Pi. Lu Xun tak menyangka Cao Cao adalah pria yang sangat berwibawa dan berwajah dingin.
" Kau tidak percaya pada ayahmu?"
" Tidak, bukan begitu, Ayah!" Cao Pi segera membenarkan, " Tapi... bagaimana ayah tahu kalau Phoenix ada di kota ini? Dan kudengar Phoenix hanya mengakui 1 pemegang saja... Apa yang akan ayah lakukan jika ternyata Phoenix sudah memilih orang lain?"
Cao Cao memegang bahu Cao Pi dan menatap mata Cao Pi dengan tajam. " Aku dapat merasakannya, Cao Pi... Phoenix ada di dekat sini. Ia menampakan dirinya melalui mimpi kepadaku... Ia pasti ingin aku mencarinya! Kita harus menemukannya terlebih dahulu sebelum Sun Jian!"
" ..." Cao Pi melepaskan diri dari Cao Cao dan menjaga jarak dengan ayahnya. " Jika aku menemukannya...Apa yang akan ayah lakukan kepada pemilik Phoenix...?"
" Bunuh..."
Hah? Lu Xun kaget mendengar jawaban dari Cao Cao.
" Jika pemilik sekarang mati, maka kepemilikan akan berpindah tangan bukan? Aku akan terus membunuh para pemegang selanjutnya, hingga suatu saat pusaka itu akan mengakuiku sebagai pemiliknya..."
Cao Cao tertawa sangat keras, sementara Cao Pi hanya memandangnya tanpa expresi di wajahnya.
Jantung Lu Xun berdebar kencang mendengar jawaban Cao Cao. Kekuatan api di tangannya... jika itu memang kekuatan Phoenix, maka itu bearti hidupnya sekarang berada dalam bahaya. Inikah perubahan sikap Cao Cao yang membuat Lu Jun ingin mengambil Phoenix kembali darinya?
Karena terlalu fokus dengan pembicaraan di ruangan Cao Pi, Lu Xun tidak sadar kalau seseorang mendekatinya dari belakang. Saat ia menengok, orang itu menutup mulut Lu Xun dan menyeretnya. Lu Xun tidak bisa melawan karena tenaganya masih belum pulih. Ia juga tidak tahu siapa orang ini karena lorong yang gelap membuatnya tak bisa melihat apapun. Siapakah orang ini? Apa yang akan ia perbuat?