Title: Love is The Strongest Magic

Author: Allotropy Equilibria

Length: multichapter (pengennya sih, ga panjang-panjang)

Genre: romance/fantasy/adventure/supernatural/angst

Rating: T

Pairings: WooGyu feat DraRry. Slight DraWoo juga mungkin hehehhee

Disclaimer: papih woohyun, mamih sunggyu, anak-anak Infinite milik Tuhan, keluarga, dan diri mereka sendiri. Kecuali woogyu yang saling memiliki. Harry, Draco, anak-anak Hogwarts, dan setting Hogwarts milik penulis legendaris sepanjang masa, J.K. Rowling yang super keren—yang menganggap Harry-Ginny itu pasangan terkeren sepanjang masa, daripada merestui Draco-Harry :p. Aku cuma punya momen DraRry dan setting yang kuubah dari kejadian di buku aslinya. Beberapa kondisi terinspirasi oleh fanfic DraRry berjudul Twist of Fate karya OakStone730, Not Through With You by dark0feenix, dan fanmade DraRry berjudul Unspoken karya SciFiNerd92

Warnings: setting di Hogwarts terjadi setelah Perang Dunia Sihir Ke-2 (perang di mana akhirnya Voldemort mati selama-lamanya), dan Harry dkk melanjutkan sekolah di tahun ke-8 untuk mengganti tahun ke-7 mereka.

A/N: Ini kali pertama aku bikin ff Drarry sejujurnya. Jadi kalo ada yang aneh mohon maaf. Hehe

Oiya, video yang ditonton WooGyu itu fanmade Drarry buatan SciFiNerd92 dengan judul Unspoken. Ide ceritanya (baca sinopsis dari video bersangkutan) sedikit kumasukin di ff ini :3 Digabung sama beberapa fact di ff Twist of Fate karya OakStone730, dan Not Through With You by dark0feenix. Dasarnya aku cuma keidean dengan semesta di cerita itu, dan ga semua aku terapin, hanya beberapa.

Well, enjoy the magic guys~

.

.

.

Love Is The Strongest Magic

Spell_4

.

.

.

Teng! Teng! Teng!

Suara bel yang terdengar di seluruh penjuru sekolah menginisiasi kericuhan akibat obrolan dan tawa siswa yang menggantikan suasana hening selepas belajar. Raut-raut lapar terlihat di berbagai lantai. Dalam sekejap mata, kantin menjadi lokasi paling padat dan paling ramai. Beberapa orang tampak memilih diam di kelas dan mulai membuka bekal masing-masing.

"Sunggyu-ya, pangeranmu sudah menjemput, tuh." Kalimat penuh godaan dan dibarengi dengan senggolan sikut itu mengalihkan perhatian seorang pemuda bersurai coklat dari tugas yang sedang dikerjakannya. Oh, bukan tugas pekerjaan rumah yang lupa dikerjakan. Mana mungkin pengurus student council sepertinya tidak mengerjakan pekerjaan rumah? Ia tengah mengerjakan tugas dari student council—tepatnya mempersiapkan bahan untuk rapat selepas sekolah nanti.

Iris hazel yang hanya tampak segaris terangkat untuk memantulkan profil seorang siswa dengan surai gelap agak gondrong dan kemeja yang berantakan namun tetap stylish. Demi melihat sorot tajam dari bening kelam itu terpancang padanya dengan kelembutan dan kehangatan yang tak tertandingi matahari, Sunggyu dapat merasakan pipinya memanas.

"Gyuyie~ Kau sedang sibuk? Mau makan di kelasmu saja?" tanya pemuda itu sambil melambaikan tangannya lebar-lebar di depan pintu masuk. Di belakang punggungnya, beberapa orang siswa-siswi penghuni kelas Sunggyu memilih untuk tetap diam menunggu, alih-alih meminta sosok itu menyingkir dari arah jalan. Seolah jadi tontonan, hampir semua pasang mata menatap mereka kini—bagai theater gratis di siang bolong.

Dengan cepat, Sunggyu membereskan berkasnya dan berjalan menghampiri Nam Woohyun—pemuda penuh kharisma yang baru saja menyedot perhatian seluruh kelasnya, bahkan mungkin juga penghuni kelas lain. Mana mau Sunggyu makan di dalam kelas dan jadi tontonan sepanjang jam istirahat? Lebih baik mereka makan di taman biasanya saja—lebih sepi meski bukan berarti benar-benar bebas dari tontonan.

Melihat Sunggyu berjalan ke arahnya, pemuda bernama Woohyun itu hanya tersenyum semakin lebar. "Aku buatkan masakan jepang hari ini. Menu utamanya adalah ikan girinda teriyaki, ada telur dadar dan onigiri juga. Lalu..."

Sementara siswa tampan itu mengoceh riang tentang bekal yang dibuatnya untuk Sunggyu, pemuda dengan surai coklat ini hanya menanggapi dengan anggukan dan senyum malu-malu hamster. Sedikit menunduk untuk menutupi pipinya yang memerah. Masih tak bisa percaya bagaimana dirinya bisa mendapatkan seorang Nam Woohyun sebagai kekasih.

.

.

Teriakan dan sorakan gegap gempita memenuhi lapangan utama Infinite High School sore hari itu. Alunan musik dari sound system memperdengarkan melodi indah dari suara penyanyi di depan panggung sana.

"Terima kasih atas dukungan kalian semua! Pada momen kemenangan kontes ini aku ingin mengungkapkan perasaanku pada seseorang yang telah lama memenuhi pikiran dan hatiku. Seseorang yang sangat spesial yang telah menginspirasi lagu yang kupersembahkan dalam kontes ini."

Jeritan para siswi semakin membahana ditemani dengan kasak-kusuk dugaan siapa orang spesial yang paling beruntung sejagat raya karena telah memenangkan hati Sang Kingka.

"KIM SUNGGYU, SARANGHAE! JADILAH PACARKU!"

Dan jeritan yang bersumber dari lapangan utama Infinite High semakin menggila. Seluruh pasang mata menyapu liar, mencari arah pandang pemuda di depan panggung. Sementara orang yang dimaksud hanya bisa membeku di tempat. Dengan iris sipit yang berusaha melebar dan bibir kemerahan yang terbuka tak percaya.

"Aku mencintaimu, Gyuyie. Lagu yang kupersembahkan tadi adalah untukmu. Lagumu. Maukah kau menerima separuh hati yang kuberikan padamu dan menukarnya dengan separuh hatimu?" tanya Woohyun—masih menggunakan mic yang otomatis suaranya diperkeras secara spektakuler dengan bantuan sound system. Mengundang jeritan histeris dan siulan ramai.

...siapakah yang mampu menolak pernyataan cinta sehebat itu?

.

.

Shoot!

Priiit! Priiit! Priiit!

Lolosnya lemparan terakhir bola basket menuju ring bersamaan dengan ditiupnya peluit tanda pertandingan berakhir membuat sorakan penonton memenuhi gymnasium. Pemuda-pemuda dengan seragam basket berlabel Infinite High berlarian di lapangan dan saling bertukar ekspresi kemenangan dengan anggota tim yang lain. Menyisakan tatapan kecewa dari anggota tim lawan.

Sepasang kristal kelam dari seorang pemain dengan surai gelap gondrong mendongak ke arah kursi penonton. Lengannya terangkat dalam lambaian penuh semangat, menemani cengiran girang di paras tampannya. Tindakan yang mengundang siswi-siswi menjerit bahkan beberapa pingsan lemas. Meski semua tahu ke mana arah tindakan itu ditujukan. Pada seorang pemuda dengan surai coklat dan iris tipis dibingkai kacamata. Yang hanya membalas afeksi penuh semangat itu dengan lambaian ragu dan senyum tipis. Meski begitu, raut bahagia di paras Woohyun terlihat semakin menyilaukan.

.

"Woohyun tadi dipanggil seseorang dari Magnolia High."

Begitu jawaban yang diterimanya saat Sunggyu turun dari kursi penonton dan menghampiri ruang ganti pemain. Alisnya terangkat mempertanyakan ada urusan apa anak dari sekolah yang jadi lawan tanding mereka dengan Woohyun? Bukan panggilan berupa ajakan berkelahi atau pengeroyokan gara-gara kalah bertanding, kan?

"Yang manggil yeoja cantik, loh. Tubuhnya...wow!"

"Kurasa pasti yeoja itu mau nembak Woo. Kau tidak cemas, Gyu?"

Sunggyu hanya tersenyum menanggapi cengiran dan tatapan jahil dari teman-teman satu tim basket Woohyun. Apakah ia cemas?

"Mengapa harus cemas?" sahutnya bertanya balik.

"Aaaahh... iya deh, iya. Memang tidak mungkin Woohyun berpaling darimu."

"Harusnya yeoja itu lihat yang benar sebelum nembak namja, ya? Kasihan. Malah memilih Woohyun yang sudah dikontrak seumur hidup sampai kehidupan berikutnya yang tak terhingga, padahal ada aku yang masih single dan siap kencan dengannya. Hahahahaha!"

Refleks, rona merah naik di pipi bertulang tinggi milik Sunggyu. Meski ia sendiri mengerti bahwa...memang benar, Woohyun tidak akan... well—tetap saja rasanya memalukan mendengar hal itu dideklarasi sedemikian gamblang oleh orang lain. Seolah hal tersebut telah tergambar nyata di langit di hadapan semua orang.

Membungkuk tanda pamit, Sunggyu pun membawa langkahnya keluar gymnasium. Berniat mencari kekasihnya di lingkungan Magnolia High ini. Meski bukan sekolahnya sendiri, Sunggyu tidak begitu khawatir tersesat dan tak lama postur ramping namun berotot milik Woohyun terlihat di dekat taman obat di belakang gymnasium.

Info soal pernyataan cinta itu memang benar sepertinya. Karena tampak seorang gadis dengan surai ikal coklat berbicara di hadapan Woohyun dengan kepala tertunduk. Sepertinya ia tengah mengatakan sesuatu—tidak terlalu terdengar dari tempatnya berdiri di pintu gymnasium ini. Namun, Sunggyu masih bisa lihat kali ini Woohyun membuka mulut untuk menyahut.

Barangkali ia tunggu saja mereka di sini. Seharusnya sih, tidak terlalu lama lagi akan selesai.

Kejadian seperti ini sudah beberapa kali Sunggyu saksikan. Mulanya tentu saja ia merasa cemas dan khawatir. Mempertanyakan dan meragukan perasaan Woohyun. Dihantui ketakutan akan kemungkinan kekasihnya itu menyadari bahwa masih banyak yeoja yang lebih cantik, lebih mempesona dan lebih pantas untuknya dari pada pemuda kaku sepertinya. Namun, ketakutan itu hanya merupakan ilusi. Lama-kelamaan—setelah diyakinkan dengan sangat romantis juga oleh Woohyun—rasa-rasanya kini tak ada lagi alasan bagi Sunggyu untuk cemas pada kejadian seperti ini.

Karena yang terjadi selalu lah serupa. Setelah sang yeoja berbicara gugup, Woohyun akan berbicara halus, mungkin mengulurkan usapan dan rangkulan penenang sebelum yeoja bersangkutan berlari dengan linangan air mata.

Apakah Suggyu jahat karena pemandangan seperti itu selalu membuatnya lega?

Menyangka hal yang sama akan terjadi kini, manik hazel melebar tak percaya saat postur Woohyun membungkuk dan...mengecup gadis di hadapannya. Bagaimana lengan kokoh yang biasa merengkuhnya lembut itu kini melingkar pada pinggang ramping sang gadis. Bagaimana kedua insan itu kemudian saling berangkulan dan berjalan pergi...

...menuju cahaya putih menyilaukan yang tanpa ujung.

Sunggyu menyadari dirinya berteriak—namun tak ada suara yang terdengar. Ia bisa merasakan lelehan hangat di pipinya—namun sosok Woohyun tetap pergi. Kristal kelam yang dipujanya itu tetap hanya terfokus pada yeoja dalam rangkulannya.

"Woohyun-ah! Woohyun-ah tunggu! Jangan pergi! Woohyun-ah, jangan tinggalkan aku!"

Akhirnya suaranya dapat terdengar. Mengalun terputus oleh isakan dan napas tersengal seiring kakinya yang berlari mengejar mereka. Ia tak tahu ke mana mereka pergi. Ia tak tahu di mana ini. Ia hanya tahu bahwa dirinya harus mengejar Woohyun. Ia harus terus berlari dan menghilangkan jarak menyesakkan di antara mereka ini. Bahkan meski sekeliling mereka telah berganti menjadi kegelapan sekalipun—alih-alih lingkungan Magnolia High.

Entah berapa lama ia berlari, namun dua sosok itu tetap tak tergapai. Entah berapa lama ia berteriak, namun tetap tak ada respon yang diberikan. Ia tak mengerti bagaimana dua orang itu bisa terus pergi dengan masih saling berangkulan dan bertatapan tenang—seolah sama sekali tak membutuhkan energi untuk pergi. Sementara ia merasa seluruh tubuhnya pegal akibat timbunan asam laktat. Sementara ia merasa energinya habis, hingga kurangnya pasokan nutrisi membuat pandangannya berputar dan tubuhnya menyerah menopang beban lebih lama.

Tanpa bisa dicegah, ia terjatuh di atas...kegelapan tanpa ujung. Tenggorokannya sakit karena terlalu lama berteriak. Matanya perih karena terlalu banyak mengekskresikan air mata. Meski begitu, isak pelan tetap lolos dari bibirnya. Seolah hanya itu satu-satunya cara untuk melepaskan kesesakan di hati.

Mendongak untuk melihat sudah seberapa jauh ia ditinggal, Sunggyu terkejut karena mendapati Woohyun kini berbalik menatapnya. Sang Yeoja merangkul lengannya posesif—yeoja cantik dengan paras misterius tertutupi oleh kegelapan.

"Woohyun-ah... jangan pergi..." Ia bisa mendengar suaranya lirih. Berpegang putus asa pada jalinan harapan tipis yang tersisa.

Namun kristal hitam itu menatapnya dingin. Bibir penuh yang mempesona itu terlihat kaku—sama sekali tak menunjukkan segaris saja senyum hangatnya yang biasa.

"Kau yang lebih dulu mengkhianatiku, Gyu! KAU YANG MENINGGALKANKU!"

Dengan teriakan penuh amarah dari Woohyun, Sunggyu bisa merasakan ia kehilangan keseimbangan dan terjatuh dalam kegelapan. Terus jatuh, entah sampai mana, entah sampai kapan.

.

.

Mendengar teriakan memenuhi ruangan seiring alam mimpi melepasnya, Sunggyu merasakan de ja vu. Hanya saja kali ini suara teriakan itu berasal dari pita suaranya sendiri, alih-alih dari ranjang di sebelahnya. Seperti permainan takdir, kini posisi ia dan Sang Penyelamat Dunia Sihir berbalik. Karena saat membuka mata, iris hazelnya bertemu pandang dengan kristal emerald yang menatap khawatir.

"You have nightmare, too?" (1)sapa Harry dengan senyum miring.

Setelah menggumamkan "sorry", Sunggyu mengelap keringat di dahinya dan memijat matanya yang lelah. Degup jantungnya berdetak kencang, terdengar menulikan di tengah dengkur halus dari penghuni Asrama Gryffindor lain yang masih terlelap.

Sebongkah coklat berbentuk kodok kemudian terulur di depan wajahnya, dengan suara lembut Harry memecah dengungan menyakitkan di telinga. "Eating chocolate will help, trust me. I have proven it," (2) ujar pemuda itu sambil mengangkat bahu dan senyuman miring.

"Thanks."

Meski sebenarnya tidak berniat untuk makan, di bawah tatapan Harry, Sunggyu pun menggigit ujung kepala kodok coklat itu dan menelannya. Mendesah pelan, ia memutuskan untuk menuruti saran Harry karena saat makanan itu menyentuh perutnya, ketegangan menyakitkan yang membuat mual perlahan-lahan merileks. Menstabilkan degup jantungnya yang tak terkendali.

Lewat ekor matanya, Sunggyu menangkap senyum lembut dan tatapan mengerti dari Harry.

.

.

Keramaian khas saat sarapan di Aula Besar mengalir ringan di sekitar Sunggyu yang sama sekali tak memperhatikan. Pemuda dengan lencana berlambang Singa dengan latar merah itu hanya menusuk-nusuk pancake di hadapannya. Tak sekalipun garpu yang dipegangnya bergerak mendekati mulut—hanya terus mengacak-acak sarapannya hingga tak berbentuk. Tindakannya ini mengundang kerutan bingung dan cemas dari penghuni Asrama Gryffindor di dekatnya. Terutama golden trio (Harry-Hermione-Ron).

"Sunggyu, are you sick?" (3)tanya Hermione, sifat keibuannya mulai muncul.

Namun Sunggyu hanya menggeleng pelan dan tetap tak melepas pandang kosongnya dari piring. Pikirannya masih dipenuhi mimpi semalam. Mimpi yang berisi cuplikan memori masa lalu dan—

Keheningan mencekam yang mendadak mewarnai Aula Besar membuat Sunggyu memutus pikirannya. Untuk pertama kalinya sejak tiba di meja makan, ia mendongak dan tatapan hazelnya langsung mengarah ke pintu. Karena obrolan yang mendadak terhenti dengan tajam di aula besar hanya dapat terjadi jika... Draco Malfoy datang.

—bersama Woohyun tentunya.

Tarikan napas yang gugup dan tegang terdengar di penjuru ruangan. Itu sebabnya Gyu tak menyangka saat mendengar desah lega dihembuskan seseorang di dekatnya. Melirik cepat, ia lalu tertegun saat menyadari bahwa yang bernapas lega tadi adalah... Harry.

Tanpa sadar, keningnya berkerut. Mengapa? Mengapa Harry terlihat lega melihat kedatangan mereka di ruang makan? Di saat orang-orang justru bertampang masam dan sinis terhadap fakta bahwa Malfoy sudah keluar dari Hospital Wing, Harry justru terlihat rileks?

Oh, memang argumen Sang Terpilih di lorong depan Hospital Wing kemarin tetap masih tak membuat Sunggyu paham akan sikapnya. Karena... bukankah justru seharusnya Harry adalah yang paling membenci Malfoy? Permusuhan mereka sudah terkenal sejak tahun pertama mereka di Hogwarts, kan?

Tak bisa menahan rasa penasarannya, Sunggyu ingin sekali menanyakan langsung pada Harry. Tanpa bisa dicegah, kalimat pertanyaan meluncur dari bibirnya. "Harry, can I ask you something?" (4) ucapnya. Di luar dugaan, beberapa pasang mata di meja Gryffindor menoleh ke arah mereka. Seolah penasaran. Apakah sikapnya pagi ini cukup menarik perhatian yang tidak perlu?

Kristal emerald Harry yang tersembunyi di balik kacamata bulatnya menatap Sunggyu dengan tatapan bertanya.

"What do you think about..." (5) Melirik tatapan penasaran dari rekan-rekannya yang lain—sekalipun ia tidak bertanya pada mereka—Sunggyu memutuskan untuk mengalihkan objek pertanyaannya. "...Quidditch match next week?" (6)

Demi mendengar pertanyaan sederhana itu, Sunggyu menyadari lewat ekor matanya bahwa teman-teman satu asramanya mendesah lega dan sedikit kecewa—meski samar. Perlahan, Ron dan Seamus tahu-tahu melanjutkan diskusi soal pertandingan Quidditch—alih-alih Harry yang sebenarnya ditanya oleh Sunggyu.

Menyadari perhatian orang-orang tidak lagi terfokus pada mereka, sedikit ragu Sunggyu mengulurkan jemari dan menyentuh lengan pemuda yang duduk di seberangnya. Menoleh dari memperhatikan pendapat Ron, Harry mengangkat alis tanda bertanya.

"What do you think about Woohyun, Harry?" (7) tanya Sunggyu kemudian, sedikit pelan dan menggeser posisi duduknya menjauh dari teman-temannya yang masih sibuk membahas Quidditch.

Refleks, Harry mengikuti gestur temannya itu. Iris hijaunya mengerling meja Slytherin yang dingin dan kaku sebelum menjawab dengan suara yang juga perlahan. "He's nice. Loyal and brave," (8) sahutnya. "I hope he won't change his side,"(9) tambahnya dalam bisikan.

Sunggyu merasakan kebanggaan yang aneh saat mendengar Harry memuji pemuda bersurai kelam di sana. Namun, kalimat terakhir dari lawan bicaranya ini membuat Sunggyu tertegun. Harry Potter berharap seseorang tidak merubah keberpihakan padanya?

"But..he's with Malfoy. You want him to...to stay as it is?" (10) tanyanya memastikan.

Harry mengangguk.

"You don't hate him?" (11)

Harry setengah tertawa saat menjawab. "Why should I?" (12)

"Because he's with Malfoy," (13) tukas Sunggyu dengan tatapan: ayolah-itu-hal-yang-sudah-sangat-jelas. "Isn't you hate Malfoy? Isn't he your enemy?" (14)

Dengan desah napas yang terlihat lelah—seolah ia bosan kembali dihadapankan pada argumen semacam ini, Harry menjawab dengan tegas. "He's not my enemy. Never be. He's just annoying and arrogant, and we aren't in a good term, that's all. I hated him, yes, because he insulted people I cared for. But not anymore." (15)

Berusaha menyerap pernyataan itu, Sunggyu mendapati iris hijau cerah menatap sendu sosok berjubah dengan lencana hijau di seberang ruangan. "He has recieved enough hatred," bisiknya. "More than enough..." (16)

Pembicaraan mereka lalu terhenti karena Ginny Weasley datang dan tiba-tiba saja mencium Harry di hadapan seluruh murid di Aula. Mengundang seruan heboh dari para Gryffindor, erangan dari Ron, dan kekehan geli dari Hermione. Sunggyu tak tahu bagaimana respon Harry atas tindakan kekasihnya itu, karena iris hazel yang terlihat bagai garis lurus itu mengikuti arah pandang Harry tadi, menatap emosi benci terhadap Malfoy di seluruh ruangan, dan memproses kalimat yang baru saja didengarnya. Dalam hitungan detik, Sunggyu jatuh termenung pada pemikiran dalam.

.

.

Siang itu, Sunggyu sedang menuju Kelas Transfigurasi saat berpapasan dengan Draco yang terlihat baru saja keluar dari menara Kepala Sekolah. Sunggyu berjalan sendiri karena baru saja kembali dari Menara Gryffindor mengambil buku catatannya yang ketinggalan. Dugaan bahwa Malfoy baru dari ruangan Kepala Sekolah pun membuat Sunggyu tak mempertanyakan mengapa Woohyun tak bersamanya—aneh bukan betapa kini benaknya sudah memprogram bahwa dua pemuda itu selalu bersama?

Sepasang kristal keperakan bersirobok dengan manik hazel. Otot Sunggyu sempat tegang, tak tahu harus bersikap bagaimana pada pemuda itu. Namun, ia tertegun saat Draco menganggukkan kepalanya dalam bentuk sapaan sopan tanpa kata. Terlalu kaget dengan perlakuan 'normal' itu, Draco sudah berjalan melewatinya dan menuju ruang bawah tanah. Sementara ia masih memaku langkah di tempatnya berdiri.

Akan tetapi, sebelum postur tinggi itu menghilang di balik koridor, Sunggyu mendengar dirinya memanggil. "Malfoy, I want to ask something," (17) ujarnya.

Langkah lebar Draco terhenti dan pemuda bersurai pirang platinum itu menoleh. Rautnya tanpa emosi, menunggu pemuda Gryffindor itu melanjutkan perkataannya.

Membiarkan keheningan sempat mengisi karena ia tak tahu harus mulai dari mana, Sunggyu menatap lantai pualam. Menghirup napas dalam, ia kemudian memutuskan untuk memberanikan diri bertanya. "Why... Woohyun with you? I-I mean... you're not this close before the war." (18)

Memang benar mereka berasal dari dunia yang berbeda. Tidak, Sunggyu tidak melupakan hal itu. Tapi, kondisi di dunia ini yang dapat menerima keberadaan mereka dengan sangat wajar juga aneh, bukan? Seolah sejak awal mereka memang telah berada di sana. Kalau benar demikian, berarti ada alasan bagi 'diri mereka di sini' atas sikap mereka selama ini, kan? Mungkin saja kesetiaan dan keberpihakan Woohyun pada Malfoy pun dipengaruhi oleh 'latar belakang' ini. Bukan karena... Woohyun memang lebih memilih Malfoy daripada—

Setengah menduga Malfoy akan menjawab dengan dingin atau bahkan mengejeknya dan sama sekali tak berkeinginan untuk menjawab, lagi-lagi Sunggyu dibuat terkejut dengan sahutan datar yang terdengar. "Remember the kidnapping case by The Dark Lord? Which every muggle boy who looks like Potter will be arrested and tortured and even killed? His relative was one of them." (19)

Iris hazel Sunggu melebar mendengar informasi ini. Kerabat Woohyun? Yang mirip Harry? Siapa? Myungsoo? Apakah itu berarti—

"He was lucky The Dark Lord was distracted by the elder wand's whereabouts. He's held in Malfoy Manor Cellar until the war ended," (20) lanjut Malfoy—masih tanpa emosi meski sekelebat sinar gelap muncul saat ia masih menyebut Voldemort dengan sebutan Dark Lord.

Sementara Sunggyu sendiri justru mengerutkan alis semakin dalam. Penjelasan Draco bukannya memberi penjelasan malah membuat pikirannya makin rumit. Ia justru malah semakin tidak mengerti. Jika kerabat Woohyun pernah ditahan di kurungan Kediaman Malfoy, mengapa itu justru— "And why exactly that makes him want to always with you? Whythat makes him loyal to you?" (21)

Draco mengangkat bahu dan berujar pelan, "Ask him yourself". (22) Setelah berkata begitu, postur tinggi itu pun berjalan menjauh—setelah memberi anggukan sopan sekali lagi—dan menghilang di balik lorong menuju Asrama Slytherin. Meninggalkan Sunggyu yang masih mengernyitkan alis dan menatap kepergiannya dengan tatapan bertanya yang tak terjawab.

Sunggyu masih terdiam di sana selama beberapa detik sebelum sebuah suara menginterupsi perenungannya. Suara gadis yang terdengar seperti tengah melamun. "You'll understand if you're there," (23) ujar gadis itu.

Iris hazel Sunggyu merefleksikan seorang gadis dengan surai pirang panjang dan mata besar yang indah—namun menerawang. "Luna," sapanya. Tak menyangka gadis itu sepertinya mendengar pembicaraan mereka.

Luna Lovegood, siswi tahun ke-tujuh dari Asrama Ravenclaw itu tersenyum padanya. "You remember I once held there, too. It's horrible, if I can say. Being held at a place where a crazy snake-like man tortured you with cruciatus curse day and night. I didn't know anymore which one was better; died because of his cursed or died because of starving and cold wheather." (24)

Gadis ini tidak menatap Sunggyu saat bercerita. Iris birunya tak fokus dan tubuh kecilnya bergetar—seolah visualisasi yang telah dialaminya di tempat itu kembali nyata. Sementara Sunggyu mulai mengingat kejadian yang menimpa Luna Lovegood—terkurung bersama Sang Pembuat Tongkat Sihir Mr. Ollivander, sebelum diselamatkan oleh Harry dengan bantuan Dobby. Mungkin kerabat Woohyun berada di kurungan yang berbeda sehingga tidak sempat bertemu Harry untuk melarikan diri?

Hipotesa Sunggyu terputus saat kristal indah milik Luna kini menatapnya. Kelebat ketakutan dan trauma yang sempat membayang, sedikit menghangat dengan seulas senyum lembut. "It was because of him we still had hope," ujarnya. "Draco," tambahnya dengan sebuah anggukan seolah membaca tanda tanya di wajah Sunggyu. "He brought us food, blanket, and medicines. Eventhough we knew he's forbidden to interact with us. He talked to me, we discussed many things, telling stories"—Luna tersenyum lebar di sini—"He made me keep my sanity. And hope." (25)

Selama Luna bercerita, Sunggyu hanya terdiam. Ia tak tahu bagaimana merespon penuturan—pengakuan—seperti itu. Tentu, masa-masa perang itu pasti sangat mengerikan. Dan informasi bahwa Draco menolong orang yang ditahan di rumahnya sendiri...

"I think Woohyun's relative felt the same with me. We're grateful to him," (26) lanjut Luna memberi gestur ke arah kepergian Draco. "It was his kindness that keep us alive," (27) ujarnya dalam suara lembut.

.

.

Begitu selesai kelas sore itu, Sunggyu membawa langkahnya menuju perpustakaan. Dipenuhi pikiran soal berbagai informasi yang diterimanya, ia jadi mempertanyakan pemahamannya sendiri terhadap... Draco Malfoy. Itu sebabnya ia butuh informasi akurat. Jemari pemuda ini mengambil beberapa tumpuk koran dari berbagai agensi—bukan hanya Daily Prophet saja—dengan tanggal terbit sejak perang berakhir, lalu membawanya ke meja terdekat. Dengan cepat ia mencari berita tentang Malfoy—terutama tentang sidangnya yang berakhir dengan pembebasan tuntutan karena pembelaan dari Harry.

Matahari hampir terbenam saat Sunggyu selesai menyeleksi dan membaca dan menyaring informasi terkait Malfoy. Sebagian besar tentu saja berisi hinaan dan perusakan nama baik pemuda yang sempat menyandang gelar Prince of Slytherin itu. Namun, ia berhasil menemukan artikel yang mengupas secara netral terkait pembelaan yang diberikan Harry di persidangannya. Bagaimana hal itu membawa pada fakta tentang child abuse yang dilakukan oleh Lucius Malfoy terhadap putra tunggalnya. Juga pembelaan dari Luna dan Mr. Ollivander tentang sikap Draco yang—seperti baru saja diceritakan Luna—merupakan satu-satunya perlakuan manusiawi yang mereka terima selama berada di Malfoy Manor.

Bersandar pada kursi kayu dengan posisi merosot, Sunggyu mendesah pelan. Apakah ia memang salah bertindak?

Sepertinya ia memang salah menilai Draco Malfoy.

Mendadak saja ia merasa hatinya sakit saat teringat tatapan penuh kekecewaan yang diberikan Woohyun saat insiden penyerangan di Aula Besar, juga saat ia meminta Woohyun meninggalkan Malfoy.

Mungkin benar ia memang dalam posisi salah di sini. Ia telah... termasuk golongan orang yang tak memiliki hati. Padahal kalau dipikir, ia tidak memiliki alasan khusus untuk dapat membenci Malfoy—mengenalnya saja baru lewat buku. Tapi...

Tapi kenapa ia begitu kepikiran soal Malfoy? Kenapa Woohyun harus bersama Malfoy? Kesalahan pemahaman dan kesalahan tindakannya ini sama sekali tidak menjelaskan kenapa mereka ada di sana. Mengapa tanpa sadar semua jadi berputar dengan Malfoy sebagai porosnya? Apa yang harus mereka perbuat dengan Malfoy?

Jika benar kunci alasan mereka kemari—yang mungkin juga jadi kunci kembalinya mereka ke Seoul—adalah Malfoy, kenapa ia tidak terjatuh ke dunia ini dan jadi teman Malfoy juga? Kenapa ia harus memperburuk hubungan yang sudah buruk dengan Woohyun? Kenapa ia harus bersama Harry sementara—

Segala keluhan dan kata tanya 'kenapa' yang berseliweran di benak Sunggyu terputus saat tiba-tiba saja sebuah ingatan dan hipotesa menghantam sel kelabu otaknya. Dengan langkah tergesa, pemuda bersurai coklat ini meninggalkan perpustakaan dan mencari Woohyun.

.

.

Menimbang apakah ia cukup nekat untuk menemui Woohyun di asrama Slytherin atau menunggu waktu makan malam dan mengajaknya berbicara, Sunggyu terkejut saat pria yang ada dalam pikirannya tahu-tahu bertabrakan dengannya di tikungan lorong.

Akibat langkah tergesa dan pikiran yang melantur, siswa dengan paras mirip hamster ini hampir saja terjatuh namun lengan kokoh Woohyun menahan bahunya yang oleng. Sejenak Sunggyu berusaha menekan rona merah yang berjuang memenuhi pipi putihnya. Menyingkirkan degup jantungnya yang gugup akibat sentuhan pria di hadapannya, president student council di Infinite High ini membuka suara dengan raut serius.

"Woohyun-ah. Apakah kau... melihat suatu video sebelum datang kemari? Malam dua hari yang lalu?" tanya Sunggyu dengan napas sedikit memburu.

Respon berupa kerutan alis bingung di paras Woohyun sempat membuat Sunggyu menduga hipotesanya salah. Namun, ia mencoba sekali lagi. "Video tentang... Malfoy... dan Harry," lanjutnya dengan tatapan penuh harap.

Memutar memori, Woohyun kemudian teringat dengan link video yang diberikan Yoomae di chatroom. "Ah! Kurasa begitu," sahutnya. "Kenapa tiba-tiba bertanya—"

"Judulnya. Apa kau ingat judulnya?" potong Sunggyu. Ia benar-benar memiliki praduga bahwa hipotesanya benar. Dan kalau benar... "Atau sinopsisnya? Alur ceritanya? Lagunya? Apapun. Adakah yang kau ingat?"

Meski bingung dengan pertanyaan dari teman satu sekolah—yang belakangan jadi teman bertengkarnya setiap hari—ini Woohyun toh menjawab juga setelah berpikir sejenak. "Aku ingat sedikit lagunya. 'And leave the rest unspoken, I'll never change my mind. Leave it unspoken, leave it unspoken...' (28) Reff-nya mengandung lirik itu berulang-ulang kalau tidak salah." Selesai memfokuskan pikiran pada ingatan lagu yang dilihatnya sekilas, Woohyun harus menahan napas karena disugui senyum cerah dari Sunggyu. Senyum yang—sejujurnya—ia rindukan. Ah, coret pikiran itu! Tidak seharusnya ia—!

"Aku yakin kita melihat video yang sama. Video tentang Malfoy dan Harry. Kau ingat apa yang terjadi? Kau ingat video itu tentang apa? Kurasa... err ini hanya dugaan, tapi sepertinya... alasan kita ada di sini, alasan mengapa kau bersama Malfoy sementara aku bersama Harry, ada hubungannya dengan video itu. Ada hubungannya dengan apa yang terjadi pada Malfoy dan Harry di video itu!"

Demi mendengar penjelasan penuh semangat dari Sunggyu, iris kelam Woohyun melebar. Jika benar begitu, berarti... berarti mereka berada di sana untuk... apa? Semacam misi? Misi yang berkaitan dengan Draco dan Potter?

"Kalau begitu... Draco...? ...dan Potter...?" Woohyun tergagap menyuarakan pertanyaannya saat kelebatan video itu samar diingatnya.

Sunggyu mengangguk-angguk penuh semangat. "Kita harus membuktikannya."

.

.

.

TBC

Translate:

Kau bermimpi buruk juga?

Makan oklat akan membantu, percayalah padaku. Aku sudah membuktikannya

Sunggyu, apa kau sakit?

Harry, boleh aku bertanya sesuatu hal padamu?

Apa pendapatmu tentang...

...pertandingan Quidditch pekan depan?

Apa pendapatmu tentang Woohyun, Harry?

Dia baik. Setia dan pemberani

Kuharap dia tidak akan mengubah keberpihakannya

Tapi...dia bersama Malfoy. Kau ingin dia... tetap seperti itu?

Kau tidak membencinya?

Kenapa aku harus membencinya?

Karena dia bersama Malfoy

Bukankah kau membenci Malfoy? Bukankah ia musuhmu?

Dia bukan musuhku. Tidak pernah. Dia hanya menyebalkan dan sombong, dan kami tidak dalam hubungan yang baik, itu saja. Aku dulu membencinya, ya, karena dia menghina orang-orang yang kusayangi. Tapi, tidak lagi

Dia sudah cukup menerima kebencian. Lebih dari cukup...

Malfoy, aku ingin bertanya sesuatu

Kenapa... Woohyun bersamamu? M-maksudku... kalian tidak sedekat ini sebelum perang.

Ingat kasus penculikan oleh Sang Pangeran Kegelapan? Di mana setiap muggle laki-laki yang mirip Potter akan ditahan dan disiksa, dan bahkan dibunuh? Kerabatnya adalah salah satu dari mereka.

Dia beruntung Sang Pangeran Kegelapan terdistraksi oleh masalah keberadaan Tongkat Sihir Elder. Dia ditahan di kurungan Malfoy Manor hingga perang berakhir

Dan kenapa tepatnya hal itu membuatnya ingin selalu bersamamu? Kenapa hal itu membuatnya setia padamu?

Tanyakan sendiri padanya.

Kau akan mengerti kalau kau di sana

Kau ingat, aku juga pernah ditahan di sana. Mengerikan, kalau aku boleh bilang. Dikurung di tempat di mana seorang pria mirip ular menyiksamu dengan kutukan cruciatus siang dan malam. Aku tidak tahu mana yang lebih baik; mati karena kutukannya atau mati karena kelaparan dan kedinginan

Berkat dia lah kami masih memiliki harapan. Draco. Dia membawakan kami makanan, selimut, dan obat-obatan. Meskipun kami tahu dia dilarang berinteraksi dengan kami. Dia berbicara padaku, kami mendiskusikan banyak hal, berbagi cerita. Dia membuatku tetap waras. Dan menjaga harapan.

Kurasa kerabat Woohyun merasakan hal yang sama denganku. Kami sangat berterima kasih padanya

Kebaikannya lah yang membuat kami bertahan hidup

Lirik lagu Unspoken by Hurts

A/N: Well? Gimana readers-nim? Di chapter ini banyak woogyu moment-nya nih huehehehehe.. dan beberapa hal mulai diungkap lagi. Masih bingung? (readers: YA IYALAH!) wkwkwkwkwk.. Di sini aku sangat rekomendasiin kalian buat liat video fanmade Drarry yang judulnya Unspoken itu. Akan sangat membantu dalam memahami konflik yang kuangkat hehe. Bisa ditemukan di youtube.

Anw, tetep ditunggu loh masukan dan komentarnya. Agak sedih sih kayaknya ff kali ini terlalu rumit ya, aku merasa kehilangan reader T_T *pundungceritanya*

Makasih banyak buat yang udah baca dan komen. Love you guys~~~~ *hug*

Regards,

*Allotropy*