Hallo smuanya

Saya kembali setelah sekian lama. Heheheh maaf sudah membuat kalian semua menunggu

Review kalian selalu menjadi semangat saya dalam melanjutkan fic ini

Lasting

Chapter 5

Disclaimer : Masashi Kishimoto

Sakura tidak begitu ingat kapan terakhir kali ia mengunjungi pusat kota. Yang jelas ia sudah agak lama ia tidak mengunjungi Konoha Square. Sore itu ia dan teman-teman kelasnya memutuskan untuk menyaksikan konser kakak Sasuke atas ajakan Neji.

Konoha Square sudah ramai ketika lima orang remaja itu tiba. Lapangan kosong yang terletak di pusat pun sudah disulap sedemikian rupa dengan panggung yang didekorasi untuk band yang akan tampil nanti. Pagar besi yang tinggi juga sudah dipasang mengelilingi area yang kira-kira cukup untuk menampung lima ratus orang. Dua orang pria berbadan kekar menjaga pintu masuk disisi kiri dan kanan sambil memeriksa tiket-tiket pengunjung yang ingin masuk.

"Wahh, kerennya" Sakura bergumam tanpa sadar. Ini pertama kalinya ia akan menyaksikan konser band secara live. Biasanya gadis itu tidak mau buang-buang uang untuk menonton hal-hal seperti ini. Oleh karena itu ia sangat senang ketika Neji menawarkan tiket kosong-nya.

Naruto menggulum senyum melihat adiknya. Hari ini ia tidak punya shift di Chou Burger. Ia juga tidak punya jadwal men-tutori Hinata hari ini. Dan shift-nya di rumah sakit adalah jam sepuluh malam. Jadi ia bisa menikmati sore ini bersama teman-temannya tanpa terganggu.

"Hey, ngomong-ngomong kita masih punya satu tiket kosong kan?" Tenten bertanya. Mereka berniat mengantri masuk, tapi Neji menyarankan agar mereka menunggu sebentar. Karena antriannya masih sangat panjang.

"Aku sudah menghubungi sepupuku. Katanya dia juga ingin nonton" Neji menjawab.

"Siapa sepupumu? Laki-laki?" Tenten bertanya antusias. Sakura dan Naruto hanya tersenyum maklum melihat Tenten yang selalu kelewat antusias mengenai masalah cowok.

"Maaf mengecewakanmu. Tapi sepupuku perempuan" Jawaban Neji sukses memnbuat Tenten lesu.

"Dan cantik pula" Kiba menambahkan.

Tenten semakin lesu.

"Sudahlah Tenten. Masih banyak cowok ganteng disini" Hibur Sakura sambil merangkul gadis itu.

Semangat Tenten tiba-tiba kembali. Ia mengenggam erat pergelangan tangan Sakura yang masih merangkul bahunya. "Kau benar Sakura. Kita harus memanfaatkan kesempatan ini sebaik-baiknya"

"Tentu saja" Jawab Sakura tidak kalah semangat. Ia senang melihat temannya kembali semangat.

"Hey Sakura-chan, apanya yang tentu saja? Kau tidak akan kubiarkan melirik laki-laki lain barang sedetik pun" Naruto tiba-tiba berujar dengan aura membunuh yang ditunjukkan untuk Tenten. Andai pandangan bisa membunuh, Tenten yakin ia pasti sudah mati. Tenten hanya bisa maklum mengingat ia sudah agak sadar dengan sikap siscom nya Naruto.

"Hehehe. Aku hanya bercanda kok" Tenten melepaskan lengan Sakura kemudian mendorong gadis itu ke samping Naruto. "Ini Sakura-mu kukembalikan"

"Naruto, kalau kau seperti ini terus, lama-lama adikmu tidak akan laku" Sindir Kiba.

"Benar itu" Tambah Sakura. Ia berniat agak menjauh dari Naruto. Tapi baru saja kakinya melangkah, tangan sang kakak sudah meraih lengannya dan menariknya kembali.

"Kau berlebihan Kiba. Sakura tidak laku itu bukan salahku" Naruto kemudian memindahkan tangannya ke puncak kepala Sakura, mengacak rambut adiknya pelan. "Tapi karena dia memang jelek"

"Enak saja aku jelek! Kamu jugak gak laku-laku" Bentak Sakura tidak terima. Tenten dan Kiba tertawa melihat tingkah kakak beradik itu, sementara Neji hanya tersenyum tipis.

Keasikan bercengkrama, mereka tidak menyadari sesosok perempuan berseragam SMP menghampiri mereka.

"Neji-nii" Gadis itu berkata. Membuat bukan hanya Neji, tapi Kiba, Tenten, Naruto dan Sakura mengalihkan pandangan mereka pada si pemanggil.

"Ah, Hinata. Kau sudah datang" Neji menyahut. Ia kemudian menghampiri gadis itu. "Teman-teman, perkenalkan, ini sepupuku Hinata"

"Salam kenal Hinata-chan!" Kiba menyapa antusias.

"Kau kan sudah kenal" Sahut Neji.

"Heheh, Kiba-nii memang suka bercanda" Hinata berkata. Gadis itu tertawa pelan melihat tingkah teman sepupunya yang sudah ia kenal sejak SD itu. Tawanya spontan berhenti ketika matanya mendapati sosok Naruto. "Loh, Naruto-kun?"

Naruto, sama seperti Hinata, terlihat kaget. Hinata kemudian mengalihkan pandangannya pada gadis yang berdiri disamping Naruto.

'Dia pasti adik Naruto' Hinata tersenyum sendiri. Ia kemudian jadi teringat akan perjanjiannya dengan Naruto untuk tidak membocorkan tentang pekerjaan Naruto. Terutama pada adiknya.

"Loh, kalian sudah saling kenal ya?" Tenten yang pertama kali bertanya mewakili rasa penasaran Kiba, Neji dan Sakura.

Hinata menggaruk pipinya –yang sebenarnya tidak gatal sama sekali-, salah tingkah. "Oh, iya. Itu…" Gadis itu benar-benar tidak tahu harus ngomong apa. Ia merasa otak encernya sama sekali tidak membantunya.

"Hinata adalah teman Chouji. Kami pernah tidak sengaja bertemu ketika aku dan Chouji sedang jalan bersama teman-teman lamaku dari SMP. Makanya aku kenal" Jawaban Naruto membuat Hinata menghembuskan napas lega. Gadis itu kemudian menatap Naruto dan tersenyum.

"Iya seperti itulah" Hinata menambahkan. Walaupun ia sendiri tidak kenal siapa itu Chouji.

"Oh, begitu" Kiba bergumam. "Ya sudah, ayo kita masuk sekarang. Antriannya sudah agak lenggang tuh"


Konser baru akan dimulai sepuluh menit lagi, tapi Sakura rasanya sudah tidak bisa bernafas sekarang. Ia merasa agak pusing kita orang-orang dibelakang maupun didepannya tak sengaja menyenggolnya. Ia juga merasa telingnya agak sakit ketika mendengar beberapa orang berteriak-teriak. Padahal konser belum juga mulai.

Apalagi ia berdiri disamping kanan seorang gadis yang ia anggap sebagai fans fanatik Akatsuki. Bagaimana tidak jika gadis itu menggunakan jaket bergambar awan merah ditengah musim panas ini. Dan tulisan Akatsuki di jidatnya itu loh.

"Hey, Sakura-chan, kamu baik-baik saja?" Naruto bertanya. Naruto berdiri disamping kanannya, disebelah ada Hinata, Neji, Kiba dan Tenten.

"Ya, aku baik-baik saja kok"

"Kamu tahu seharusnya kamu tidak perlu berbohong padaku. Aku lihat kamu daritadi mengerutkan keningmu. Kenapa? Pusing ya?"

Sakura tersenyum. Tumbuh bersama membuat Naruto sudah benar-benar menghafalkan gelagatnya. Dan hal itu membuat dada Sakura menghangat. "Ya, sebenarnya aku-"

"Naruto-kun" Panggilan Hinata membuat perkataan Sakura terpotong.

"Ada apa, Hinata?" Naruto menyahut. Pemuda pirang itu kemudian mengalihkan pandangannya pada Hinata yang berdiri disisi kanannya.

Bibir Sakura mengerucut seketika. Naruto tiba-tiba jadi terlarut dengan percakapannya dengan Hinata, seakan benar-benar lupa bahwa beberapa detik yang lalu ia sedang berbicara dengan Sakura. Sakura bahkan dapat melihat sesekali Naruto tersenyum dalam obrolan mereka, begitu pula Hinata.

Hal ini membuat mood gadis dengan rambut merah muda itu semakin buruk.

'Naruto baka!' Teriaknya dalam hati


"Hallo semua!" Teriakan seorang pemuda bersurai merah darah diatas panggung membuat suasana semakin meriah. Para penonton berteriak menanggapi. Dan hal itu membuat kepala Sakura makin sakit. Walaupun gadis itu mengakui, pria di atas panggung itu lumayan keren.

"Sore ini, Akatsuki akan mengibur kalian semua disini!" Penonton semakin menggila. Sakura bahkan bersumpah gendang telinga kirinya sudah hampir pecah, ketika gadis yang berdiri disamping kirnya berteriak "Sasori, marry me!"

"Baiklah, langusng saja. Lagu pertama ini adalah lagu yang diciptakan oleh drummer kesayangan kita, Itachi" Sakura melihat seorang pemuda yang duduk didepan set drum, dengan surai hitam yang diikat, melambaikan tangan kanannya pada kerumunan penonton.

Penonton menyoraki. Sakura juga bisa mendengar gadis disamping kirinya kini berteriak "Make me your bride, Itachi!"

That is it. Sakura tidak bisa menahan lagi hasratnya untuk tidak menonjok gadis disampingnya. "Hey, Kiba!" Sakura agak berteriak memanggil Kiba yang berdiri diantara Neji dan Tenten.

"Ada apa, Sakura?!" Kiba juga agak berteriak

"Aku mau pindah kesampingmu!"

Kiba mengangguk. Ia juga sudah capek mendengar teriakan 'kyaa'-nya Tenten.

"Loh, Sakura-chan?" Naruto bertanya bingung ketika melihat Sakura berjalan melewatinya dan agak bersusah payah melewati Hinata dan Neji sambil bergumam 'permisi'. Gadis itu kemudian menyela Kiba dan Tenten kemudian berdiri diantara mereka berdua.

Tenten dengan semangat langsung mengguncang-guncangkan bahu Sakura sambil menunjuk-nunjuk panggung. Sakura hanya menanggapi dengan anggukan pelan atau senyuman lesu.

"Ada apa, Naruto-kun?" menyadari Naruto yang sedari tadi pandangannya tidak lepas dari sosok Sakura diujung sana, Hinata pun bertanya.

"Ah, itu Sakura.."

"Kenapa Sakura?"

"Dia pindah kesana" Naruto menunjuk Sakura yang tengah menatap malas Tenten yang masih dengan antusias berteriak heboh ketika mendengar lantunan musik Akatsuki.

Hinata mengerutkan keningnya. "Terus?"

"Tidak kenapa-napa" Jawab Naruto lemas. Sementara Hinata hanya mengangkat bahu kemudian kembali memperhatikan aksi Akatsuki diatas panggung.


"Sampai nanti" Sakura melambaikan tangannya pada Neji, Kiba, Hinata dan Tenten. Usai menonton konser meriah Akatsuki, mereka akhirnya memutuskan untuk pulang. Neji dan Hinata pulang dengan mobil jemputan mereka. Sementara Kiba dan Tenten sama-sama menuju ke stasiun. Sakura dan Naruto sendiri akan menuju halte bus terdekat. Sebenarnya Neji dan Hinata sudah menawarkan tumpangan pulang, tapi semuanya menolak dengan dalih tidak mau merepotkan.

Maka disinilah mereka berdua sekarang, Sakura dan Naruto. Duduk di halte bus yang lumayan sepi sambil menunggu bus yang seharusnya datang beberapa menit lagi.

Sakura, sedari tadi tidak memandang Naruto sedikitpun. Bahkan ketika sesekali Naruto mengajaknya ngobrol, Sakura hanya menjawab seadanya tanpa benar-benar menatap kakaknya. Gadis itu duduk diam di bangku halte, sementara Naruto mengamatinya sambil bersandar di tiang.

Merasa lelah dengan sikap Sakura, akhirnya Naruto angkat bicara.

"Kau kenapa sih Sakura-chan?"

Sakura sengaja membuang muka. "Tidak kenapa-napa tuh"

"Terus kenapa dari tadi sepertinya kamu mencueki aku terus?" Kali ini pemuda itu mendudukan dirinya tepat disebelah Sakura, ia menatap lekat gadis itu walaupun Sakura masih enggan menatapnya.

"Tau ah"

Mendengar jawaban Sakura, Naruto menjadi lebih bingung. Akhirnya pemuda itu menangkup kedua sisi wajah Sakura dan memaksa gadis itu untuk menatapnya. Ia menarik wajah gadis itu mendekatinya.

"Apaan sih" Sakura melepas kasar tangan Naruto.

"Hey, kau ini kenapa Sakura-chan. Kalau kau ada masalah, coba katakan padaku. Aku tidak akan mengerti kalau kau tidak berkata apa-apa"

Sakura menunduk, menghindari tatapan tajam iris sapphire dihadapannya. Bahu gadis itu agak bergetar ketika ia akhirnya berbicara.

"Mengapa.. mengapa kau mengabaikanku tadi?"

Alis Naruto terngkat. Ia tidak mengerti arah pembicaraan adiknya. Bukankah saat konser tadi justru Sakura yang terang-terangan menghindrinya. Sakura bahkan berpindah tempat tanpa memberitahunya. "Apa maksudmu?"

Sakura seketika mengangkat kepalanya. Ia langsung berhadapan dengan wajah Naruto yang hanya beberapa senti dihadapannya. "Kau tadi langsung mengabaikanku ketika dipanggil Hinata"

Oh. Sekarang Naruto baru mengerti maksud perkataan Sakura. Rupanya adik kesayangannya ini sedari tadi ngambek karena hal itu. Naruto terkekeh pelan.

"Apa sih yang lucu?" protes gadis itu.

Naruto membungkam mulutnya sendiri, berusaha meredam tawanya. "Habis kau lucu sekali Sakura-chan. Jadi daritadi kau mendiamiku hanya karena itu?"

Sakura mengepalkan kedua tangannya kemudian meninju dada Naruto pelan. "Naruto baka!"

Sambil tertawa pelan, Naruto meraih kedua pergelangan tangan gadis itu dengan tangannya. Ia menatap Sakura lembut. Tawanya kini telah tergantikan dengan senyum hangat yang selalu bisa membuat Sakura diam.

"Kau cemburu?"

"Bukan begitu" Gadis itu menjawab. "Hanya saja, aku tidak pernah melihatmu seramah dan selembut itu pada gadis lain selama ini. Mungkin… oh baiklah, kau benar. Mungkin aku memang cemburu"

Senyum Naruto semakin lebar ketika mendengar perkataan Sakura. Tanpa sadar ia memajukan wajahnya, kemudian menempelkan bibirnya di kening adik perempuannya.

Wajah Sakura memerah seketika. Ini bukan pertama kali Naruto mencium keningnya. Naruto sudah sering mencium kening maupun pipinya. Tapi kali ini gadis itu merasakan sesuatu yang berbeda. Jantungnya semakin cepat berdetak, dan sekujur tubuhnya seperti tersengat listrik tiba-tiba. Tapi ada perasaan hangat dan nyaman ketika Naruto melakukan hal itu.

Mata Sakura terpejam menikmati sensasi yang kini bercampur dalam dirinya. Butuh waktu sekitar sepuluh detik sebelum akhirnya Naruto menarik kembali wajahnya.

"Kau tidak perlu cemburu, Sakura-chan..."

Suara bus yang baru saja datang itu tidak Sakura hiraukan. Telingnya hanya fokus untuk mendengarkan perkataan Naruto. Dan kedua iris emerald indahnya sukses melembut ketika Naruto membisikan sesuatu ditelinganya.

"..karena kamu adalah satu-satunya perempuan yang berarti bagiku"


"Permisi"

Seorang suster yang tengah bertugas dibalik meja, menatap pada orang yang memanggilnya. Seorang pria dipertengahan tiga puluhan yang masih saja terlihat tampan, tengah tersenyum lembut padanya.

Wajah suster itu memerah seketika. "A..ada..ada yang bisa dibantu?"

"Ya, aku ingin tahu, pada tanggal 28 Maret 1997 apakah ada bayi kembar yang dilahirkan disini?"

Sang suster mengutak-atik computer dihadapannya. Matanya memindai data-data yang tertera pada layar komputer itu. "Ya. Ada sepasang bayi kembar yang dilharikan disini pada tanggal tersebut"

Seketika wajah pria itu dihiasi senyuman lega. "Bolehkah aku melihat data mereka?"

Wajah suster itu menunjukkan keraguan. Tentu saja karena seharusnya ia tidak diperbolehkan untuk melakukan hal tersebut. Tapi melihat pandangan penuh harap pria tampan dihadapannya, hatinya pun luluh seketika.

"Ba..baiklah. Tapi untuk jaga-jaga saja, aku harus mencatat namamu"

Pria itu tersenyum. "Namaku Namikaze Minato"


Setelah memarkirkan motor Suzuki G Stride kesayangannya di garasi, sambil menenteng plastik belanjaan, Gaara memasuki rumanhnya.

Seorang wanita dengan surai merah darah sepunggung sudah menunggu kedatangannya di ruang tamu yang penuh dengan guci-guci antic dan lukisan-lukisan ternama dari berbagai penjuru dunia. "Selamat datang, Gaara-kun"

"Hn, aku pulang, Kaa-san" balas Gaara. Ia kemudian menyerahkan kantung plastik yang sedari tadi dipegangnya pada wanita itu. "Ini bawang dan tomat yang Kaa-san minta"

Wanita yang dipanggil Kaa-san oleh Gaara itu, dengan semangat segera meraih kantung itu. "Wah, terimakasih anakku. Hehehe"

Gaara mendengus malas. "Lain kali jangan suruh aku ke Ranch Market yang jaraknya jauh itu hanya untuk membeli barang-barang seperti ini"

Si ibu membalas dengan cengiran tanpa dosanya. "Hahaha, iya iya maaf. Habisnya Kaa-san tidak bisa membuat sup tomat kalau tidak ada tomat" wanita itu kemudian melenggang ke dapur.

Gaara membuntuti dibelakang. Didapur, ketika sang ibu tengah bersiap membuat makan malam, pemuda berambut merah darah itu menungkan secangkir air dinging kemudian menegaknya habis.

"Kaa-san?"

"Apa?" respon sang ibu sambil mulai memotong sayuran.

"Aku sebenarnya ingin menyanyakan ini dari beberapa hari yang lalu.."

Masih fokus pada sayuran yang tengah dipotongnya, wanita itu menyahut. "Mau Tanya apa Gaara-kun?"

Gaara terdiam sejenak. Tapi kemudian pemuda itu memutuskan untuk melanjutkan pertanyaannya. "Dikelasku, ada seseorang dengan marga yang sama dengan marga-mu yang dulu"

Tangan wanita itu berhenti seketika. Untuk sepersekian detik, ia merasa jantungnya berdetak lebih cepat dari biasanya. Menghela nafas berkali-kali, wanita itu berusaha menenangkan dirinya sendiri. "Lalu.." Ia berusaha menemukan suaranya. "Siapa nama anak itu?"

"Naruto. Namanya Uzumaki Naruto"

Nafasnya tercegat. Ia tidak pernah membayangkan akan mendengar lagi nama itu. Ia sendiri bingung, bagaimana ia seharusnya bereaksi. Haruskah ia senang? sedih? Kaget?

"Kaa-san, kau tidak apa-apa?" pertanyaan Gaara memecahkan lamunannya.

Wanita itu memaksakan seulas senyum. "Ya, Kaa-san tidak apa-apa kok" tangannya kemudian mulai melanjutkan pekerjaannya yang tadi sempat terhenti. "Yang punya marga Uzumaki itu banyak loh. Kaa-san tidak kenal semua. Dan Naruto itu, Kaa-san juga tidak kenal"

Gaara menangkap gelagat aneh sang ibu. Tapi akhirnya ia putuskan untuk tidak bertanya lagi. "Oh begitu. Ya sudah lah. Aku ke kamar dulu"

Tanpa menunggu respon sang ibu, pemuda itu sudah meninggalkan dapur. Meninggalkan sosok ibu nya yang tengah bergetar.


Sakura membalikan badannya ke kiri. Ia sudah kesekian kali merubah posisi tidurnya, tapi rasa kantuk tidak kunjung menghampirinya. Ia menatap jam weker yang ada diatas nakas disamping kasurnya.

Sudah jam 12 lebih lima menit. Biasanya ia tidak pernah terjaga hingga selarut ini. Biasanya, paling larut jam 11 malam, ia sudah mengarungi alam mimpi. Tapi entahlah, hari ini ia benar-benar tidak bisa tidur.

Gadis itu pun bangkit dari kasurnya. Ia menyibak tirai berwarna cokelat yang memisahkan kamarnya dengan kamar Naruto. Berhubung rumah ini hanya memiliki dua kamar, ia dan Naruto harus berbagi. Dulu ketika mereka masih kecil, mereka berdua tidak masalah saling berbagi tempat tidur. Namun sejak keduanya beranjak remaja, sejak mereka pindah ke kediaman Momochi, mereka membiasakan diri untuk tidur terpisah. Walaupun masih sekamar.

Sakura mendapati Naruto sudah tidur lelap. Padahal rasanya, ia mendengar kakaknya masuk kamar beberapa menit yang lalu. Terkadang Sakura berpikir sendiri. Kakakknya sering beberapa kali pulang tengah malam. Apa saja yang dia lakukan diluar sana?

Melihata wajah tertidur Naruto, wajah Sakura kembali menghangat. Tersentak, gadis itu buru-buru keluar dari kamar.

"Apa yang terjadi padamu Sakura? Ini bukan pertama kali kau melihat wajah tidur Naruto kan? Kenapa kau jadi blushing sendiri begini?" Gadis itu menggerutu kecil.

Memang sejak kejadian sore tadi, Sakura merasa ada yang aneh dengan dirinya. Bahkan ia mendapati dirinya sulit tidur lantaran memikirkan Naruto. Padahal perlakuan yang Naruto berikan, bukan yang pertama baginya. Tapi memiliki efek yang berbeda kali ini. Ah, ini semua bermula ketika ia merasa cemburu Naruto menunjukan afeksi nya pada Hinata. Mungkin karena selama ini Sakura berpikir dial ah satu-satunya perempuan yang Naruto sayang.

"Baiklah, ini.. perasaan ini akan segera berlalu Sakura. Yah benar…" Gadis itu berusaha menenangkan dirinya sendiri. Ia memutuskan untuk turun ke dapur dan menjernihkan kepalanya dengan segelas air dingin.

Kaki jenjangnya melangkah menuruni tangga ketika telinganya menangkap suara yang berasal dari pintu depan. Seperti suara gesekan kertas dengan lantai. Penasaran, gadis itu pun berbelok ke pintu masuk rumahnya.

Ia mendapati sebuah amplop cokelat tipis disitu. Ia berhipotesis bahwa ada seseorang yang memasukan amplop itu kedalam rumahnya melalui celah pintu, mengingat amplop itu limayan tipis. Setelah memastikan Tayuya dan Zabuza tidak ada disekitarnya, Sakura meraih amplop itu kemudian membukanya.

Iris zamrudnya membulat sempurna ketika mendapati apa isi amplop itu.


Sakura menutup kotak bekalnya yang telah ia isi dengan nasi dan tumisan sayur buatannya. Ia menjejalkan kotak itu kedalam tas seklolahnya, kemudian meraih sebotol susu dari kulkas.

"Pagi" sosok Zabuza muncul dari balik pintu dapur. Mukanya masih menunjukkan guratan kelelahan seperti biasanya. Berbeda dari Tayuya yang secara terang-terangan menunjukkan ketidak sukaannya pada Naruto dan Sakura, Zabuza lebih cenderung netral.

"Pagi" jawab Sakura, mengingat hanya ia dan Zabuza yang tengah berada di dapur.

Zabuza mendudukan diri di meja makan, kemudian mulai membaca koran yang dibawanya sambil melahap roti tawar yang tersaji diatas meja.

Sakura mengamati Zabuza, sementara tangannya masih menuangkan susu ke gelas. Kemarin malam, setelah melihat isi amplop tersebut, Sakura meletakan kembali amplop itu pada tempatnya semula. Seolah ia tidak pernah melihat ataupun menyentuh barang itu. Tapi gadis it terus bertanya-tanya dari mana datangnya benda itu. Tapi ia merasa tidak yakin untuk menyanyakan hal itu pada Zabuza atau Tayuya.

"Selamat pagi semuanya" sapa Naruto ketika ia memasuki dapur. Zabuza hanya bergumam sebagai respon.

"Pagi, Naruto" balas Sakura sambil menyodorkan gelas berisi susu kepada sang kakak.

"Thank you, Sakura-chan" Naruto menerima gelas itu kemudian meneguk isinya sampai habis. "Berangkat sekarang?"

"Ya" Sakura mengangguk

"Pergi dulu, yah" pamit pemuda pirang itu kemudian melesat meninggalkan dapur. Sakura mengekor dibelakang. Gadis itu sempat menghentikkan langkahnya ketika ia sudah hampir meninggalkan dapur. Sekali lagi ia memandang sosok Zabuza. Tatapannya seolah menyelidik setiap gelagat pria itu.

Merasa dilihati, Zabuza mengalihkan pandangannya dari deretan kalimat koran yang sedang dibacanya. "Ada apa?"

Sakura menggeleng. "Tidak apa-apa" gadis itu kemudian menyusul sang kakak.


"Apa menurutmu Zabuza itu benar-benar seorang buruh pabrik?"

Pertanyaan Sakura membuat Naruto mengerutkan keningnya. Keduanya kini tengah menyusuri jalanan pagi Konoha untuk ke sekolah.

"Ya?"

"Apa menurutmu ia tidak punya pekerjaan lain?"

Naruto semakin mengerut bingung. "Aku tidak mengerti maksudmu Sakura-chan"

Sakura tiba-tiba berhenti. Naruto spontan juga ikut berhenti melangkah. Ia menatap sang adik yang tengah terdiam.

"Ada sesuatu yang perlu aku ceritakan padamu"

"Ada apa, Sakura-chan?"

Sakura menatap Naruto dengan sorot mata yang sulit diartikan. Tapi Naruto tahu tatapan itu. Sakura hanya menatapnya seperti itu ketika gadis itu sedang menjelaskan sesuatu yang sangat serius. Mau tak mau Naruto merasa tegang sendiri menanti kelanjutan kalimat adiknya.

"Tadi malam aku menemukan sebuah amplop didepan pintu" gadis itu mulai membuka mulutnya. "Didalamnya, ada cek senilai dua puluh juta yen"

Mata Naruto membulat. Nyaris sama seperti ekspresi Sakura ketika menemukan cek itu. "Apa?"

"Cek itu diberikan untuk Zabuza"

"Tapi.. siapa yang memberikannya?" Tanya Naruto ketika rasa kagetnya berangsur menghilang.

"Namanya Sabaku Kushina"

TBC