Ultra Kids

Title : Ultra Kids

Author : Vikey91

Maincast : Sakura, Sasuke, Naruto, Neji.

Pairing : Saku-Saku, Neji-Saku, Naru-Saku.

Genre : Friendship, Romance, humor.

Rate : G

Type : Series

Summary :

"Mereka mendapatkan kutukan, saat mereka berpikiran mesum atau hentai sedikit. Maka seketika, tubuh ketiganya akan mengecil menjadi sosok anak berusia 6 tahun. Hanya Sakura yang bisa membantu tiga pria idola Sekolah itu agar bisa menghilangkan kutukan itu." Ide dari manga Happy Ice Cream! Happy Reading!

Bab 1 : Three little monster

Suasana begitu gaduh saat gadis dengan warna merah jambu itu melangkahkan kakinya di koridor sekolah yang cukup panjang. Terdengar helaan syukur dan bahkan tangisan haru yang ia yakini bukanlah tangisan tragedy.

"Forehead!" Teriakan melengking membuyarkan lamunan gadis merah jambu itu.

"Ino-pig… apa yang terjadi?"

"Syukurlah Sakura… syukurlah." Gadis merah jambu yang dipanggil Sakura itu hanya bisa diam terkejut saat mendapati teman berambut pirangnya yang tiba-tiba menerjang –memeluk dengan erat, hampir-hampir tubuh kurus Sakura terpelanting berkilo-kilo meter.

"PIG! Tubuh gendutmu membuatku terhimpit." Keluh Sakura kemudian, berusaha melepaskan jeratan dari Ino sekuat tenaga.

"Sakura, kau sudah dengar? Mereka selamat. Mereka sudah kembali. Oh, demi Kami-sama, aku bahagia sekali." Ino mencengkram bahu sakura tak kira-kira. Sedikit bunyi keretak saking bersemangatnya. Senyum pepsodent terbentuk di bibir tipis gadis jelmaan Barbie itu.

"Ouch… PiG! Hentikan! Pliss, kau meremukkan tulangku sekarang."

"Oh, Gomenne Forehead, aku hanya terlalu bahagaia. Akhirnya mereka kembali."

Ino hanya membalas rengutan Sakura dengan cengiran lebar. Kentara sekali, kalau teman sebangku Sakura itu sedang bahagia maksimal.

"Kau tahukan? Sasuke senpai, Naruto-baka senpai dan Neji senpai sudah ditemukan. Mereka selamat Forehead. Sekolah kita tidak jadi kehilangan asset berharga seperti mereka bertiga." Urai Ino berapi-api, seolah apa yang ia sampaikan bisa meringankan beban hidup masyarakat dunia yang semakin menghimpit, mencekik sejak harga bahan-bahan komiditi melambung naik dan tak pernah mau diajak turun lagi.

"Oh…"
"Forehead!" jeritan kesal Ino melengking, memekakkan telinga.

"Pig! Apa-apaan kau itu. Merusak telinga berhargaku."

"Lagian, kau ini Sakura, kenapa responnya Cuma Oh… apa-apaan itu. Memangnya kau tidak bahagia kalau tiga pria tampan kita bersama itu selamat dan kembali ke sekolah ini. Semenjak mereka dinyatakan hilang diperbatasan Suna empat hari yang lalu, sekolah kita rasanya sepi Forehead. Suram, mencekam dan menghitam." Kali ini suara Ino terdengar begitu dramatis. Hingga gadis-gadis lain yang sedari tadi mengikuti pembicaraan Sakura dan Ino diam-diam itu ikut mengangguk membenarkan.

"Ya Ampun Pig, kau berlebihan sekali. Aku sih senang, tiga senpai kita selamat. Tapi aku masih waras untuk tidak merespon kabar ini berlebihan. Dasar kau ini Pig." Omel sakura balik. Kembali berjalan meninggalkan Ino di belakangnya.

"SAKURA FOREHEAD! Kau aneh…" balas Ino dengan suara melengking –lagi. Lalu berlari mengejar langka Sakura yang sudah membelok menuju kelas pertamanya hari ini. Meninggalkan gambar poster yang tertempel di papan siswa, sebuah gambar penyelamatan dramatis tiga siswa Konoha High School dari kecelakaan pencinta Alam. Tiga siswa kebanggaan sekolah dengan warna rambut berlainan yang khas, biru, Orange dan hitam pekat.

.

.

.

"Aku senang sih mereka selamat. Tapi, kurasa teman-teman berlebihan. Salah sendiri naik gunung disaat cuaca ekstrim sedang berlangsung, itu namanya cari penyakit." Sakura terus menggerutu sepanjang perjalanan pulangnya. Masih sedikit kesal dengan euforia teman-teman sekolahnya setelah tahu bahwa tiga siswa sekolahnya yang hilang saat kegiatan pencinta alam seminggu lalu itu selamat.

"Padahal juga tiga senpai itu belum juga berangkat. Hah, rasanya pasti merepotkan menjadi orang terkenal seperti mereka itu. Ah, iya. Lupa. Tuhkan minimarketnya kelewat. Gara-gara tiga senpai itu sih." Sedikit gemas, Sakura membalik badannya untuk kembali ke pintu minimarket yang terlewat lima langkah.

Kemudian, gadis bermata emerald itu memasuki minimarket untuk membeli keperluan sehari-harinya. Kesalnya semakin bertambah saat mengingat daftar panjang belanjaannya, semua barang yang dipelukan untuk mengisi kamar apartement barunya yang masih kosong.

"Karin-nee benar-benar menyebalkan. Mengusirku pergi dari rumah hanya karena alasan ingin focus pada program kehamilannya dengan Sui-nii. Kejamnya dunia!" Lagi, sakura masih saja meracau sambil memilih barang-barang dan memasukkannya kedalam trolly. Mengungkit-ungkit alasan konyol kakak satu-satunya yang baru saja menikah sebulan yang lalu itu.

"Sikat kamar mandi, ember, sabun cuci. Apa lagi yang belum ya?" gumamnya sembari memasukkan alat-alat kebersihan kedalam trolly yang ia dorong. "Sekarang tinggal kebagian makanan. Yosh! Semangat Sakura."

Hiks… hiks..

Sayup-sayup Sakura mendengar suara tangisan anak kecil saat ia melewati deretan makanan ringan dan es krim sebelum ia sampai ke rak makanan instan yang menjadi tujuannya. Dengan penasaran juga sedikit takut, Sakura mendekati sumber suara.

"Hei, sayang. Kenapa menangis?" Sapanya begitu menemukan sesosok bocah berambut biru tua mendekati hitam dengan gaya rambut khas yang mengingatkan dia pada seseorang entah siapa Sakura agaknya lupa. Bocah itu sedang menangis sambil memegangi sekotak eskrim rasa setroberry juga sekantung tomat segar.

"Hiks, hiks," Suara tangisannya bahkan mulai disertai cegukan. Yang menandakan sudah cukup lama bocah kecil itu menangis.

"Es krim. Sasu mau es krim. Hiks…" mendongakkan wajah polosnya yang disertai air mata berderai, bocah kecil itu menunjukkan sekotak es krim di tangannya pada Sakura.

Sedikit terpesona, Sakura sedikit terperangah saat matanya bertatapan dengan bola mata hitam sekelam malam. Terlebih saat melihat pipi montok yang memerah milik bocah itu. Rasa-rasaya, ingin sekali Sakura mencubit pipi chubby itu dengan gemas.

"Ah, adik kecil ingin makan es krim. Lalu, ayah atau ibumu kemana sayang?" seperti tertarik magnet kuat, Sakura sedikit mencondongkan tubuhnya mendekat sembari membelai helaian lembut milik bocah berambut raven itu.

"Tidak ada, tapi aku mau es krim."

"Oke, kakak akan membelikanmu eskrim, tapi dengan syarat berhenti menangis dulu. Mau?"

"Mau… mau… nih, Sasu udah berhenti nangisnya nee-chan~." Dalam sekejap, ekspresi si kecil berambut hitam itu langsung berubah. Mengusap wajahnya yang agak lembab dengan kedua tangannya sedikit kasar.

"Hei, tanganmu nanti kotor. Sasu, namamu Sasu ya?" dengan sabar, Sakura menarik tangan Sasu dan mengusap wajah menggemaskan bocah itu dengan tissue basah yang diambil dari dalam tas.

"Bersihkan pakai ini sayang." Ujarnya lagi.

"Iya neechan… arigatou!"

"Nah, sekarang es krimnya masukin sini dulu ya biar nanti bisa dibayar di kasir sana?" menunjuk trolly yang didorongnya, Sakura meminta Sasu menaruh eskrim dan tomat miliknya kedalam trolly.

"Iyaaa!" melonjak dengan girang, bocah itu menaruh plastic tomatnya dengan wajah bahagia yang membuat Sakura lagi-lagi harus menahan diri untuk tidak mencubit dua pipi chubby anak bermata gelap sekelam malam itu. Kemudian kaki kecilnya dengan lincah mengekor dibelakang Sakura yang mulai sibuk memilih bahan makanan persediaannya.

Hampir lima belas menit kemudian, Sakura mengajak Sasu kecil ke kasir dan membayar semua belanjaannya.

"Nah, karena Sasu sudah jadi anak yang baik dan penurut. Nih, neechan bagi hadiah." Berdiri di depan Minimarket, Sakura memberikan eskrim dan bungkusan palstik tomat pada Sasu.

"Ah, eskrim!" dengan tergesa, Sasu membuka plastic pembungkus eskrim dengan gambar buah stroberry itu dan memasukkannya kedalam mulut dengan rakus.

"Enaaak!"

"Sasu, rumahmu dimana? Ayo neechan antar."

Ucapan Sakura tak mendapat sahutan, karena Si kecil Sasu sepertinya mulai terhanyut dalam dunia eksrim di tangannya. Tanpa menunggu balasan lagi, Sakura menggandeng tangan Sasu dan berjalan beriringan. Dengan gaya ceria khas anak-anak, Sasu menggoyang-goyangkan tangannya yang bertaut dengan tangan Sakura.

Mereka mulai berjalan, dengan Sakura yang mulai sibuk bertanya-tanya tentang asal-usul bocah bergaya rambut mencuat yang khas itu. Hingga tanpa terasa, keduanya sudah berjalan cukup jauh.

Saat mau menyebrang, tiba-tiba Sasu melepas genggaman tangan Sakura dan berlari meninggalkan gadis berambut pink pudar itu. Membuat Sakura terkejut dan reflek mengejar Sasu.

"SASU!" teriaknya, sedikit kewalahan dan hampir-hampir sebuah mobil menyerempet tubuhnya. Alhasil, dia menerima teriakan kesal dari si pengemudi.

"Kemana anak itu." Sampai di pinggir jalan, Sakura sedikit celingak-celinguk. Berusaha mencari keberadaan bocah bermata onix itu. "Ya sudahlah… mungkin dia sudah bertemu ibunya." Akhirnya Sakura menyerah dan berniat melanjutkan langkahnya. Hingga matanya menangkap pemadangan yang cukup mengejutkan, seorang anak kecil yang kalau ditaksir posturnya tidak jauh dari Sasu, dan sama-sama berambut hitam namun lebih panjang sedang menyebrang jalan tanpa menyadari di belakangnya sebuah motor besar melaju dengan kencanganya.

Seakan berlomba dengan angin, Sakura berlari kearah bocah itu. Dan jaraknya sudah sangat dekat dengan motor yang melaju kencang dan sepertinya mustahil dia bisa menarik bocah itu menjauh dari jalan raya.

"KYAA!" Sakura berteriak dengan panic. Mendekap bocah berambut hitam panjang itu tanpa peduli nasib keduanya nantinya. Dalam otaknya hanya terbersit pikiran bahwa dia harus menyelamatkan bocah kecil itu.

Sedetik…

Semenit…

Lima menit…

Tapi sakura tidak kunjung merasakan apapun, entah itu sebuah hempasan roda motor atau rasa sakit yang seharusnya ia dapatkan dari hantaman kendaraan yang tadi mengancam nasib nyawanya.

"Haruno! Apa yang kau lakukan?" suara seorang pria membuat Sakura membuka matanya yang sedari tadi terpejam erat. Eh, Sakura baru menyadari kalau anak kecil yang tadi dipeluknya sudah lenyap.

"Ah, Bocah itu? Mana dia?" Sakura berdiri dengan panic. Mencari keberadaan bocah yang tadi ditolongnya.

"Bocah yang mana?" Sakura mendongakkan wajahnya, baru menyadari kalau pria yang tadi menegurnya masih berdiri di hadapannya.

"Se—npai… Hyuuga senpai."

"Kenapa berdiri di tengah jalan seperti tadi?" kali ini Hyuuga Neji mempertegas pertanyaannya yang tak juga dijawab oleh Sakura.

"Oh itu, anu… entahlah. Aku bingung." Jawab Sakura sedikit gugup. Masih heran dengan bocah miterius yang tadi ia tolong.

"Kau aneh Haruno… lain kali hati-hati, jangan melamun di jalanan. Berbahaya." Pesan Neji sambil tersenyum tipis, atau mungkin menahan senyum geli melihat ekspresi wajah Sakura. Entahlah, siapa yang tahu.

"Ah… iya senpai. Arigatou Gozaimazue Hyuuga senpai." Dengan wajah merona malu, Sakura menundukkan tubuhnya kemudian berlalu dari hadapan Neji secepat ia bisa.

"Haruno Sakura!"

Panggilan Neji membuat Sakura berbalik dengan wajah bingung. Enam langkah sudah ia meninggalkan pria Hyuuga yang merupakan ketua murid di sekolahnya itu.

"Ini, ketinggalan." Mengangkat plastic belanjaannya tinggi-tinggi.

"Oh Kami-sama… memalukan." Rutuk Sakura sambil kembali mendekati Neji dengan langkah pelan.

.

.

.

"Ojiisan… ramen satu." Sakura duduk dengan lemas di kedai Ramen milik Paman Teuchi, sebuah kedai sederhana yang ia temukan tidak jauh dari Apartement miliknya tiga hari berselang setelah ia resmi pindah di kompleks yang ia tinggali sekarang.

"Ah iya… ditunggu sebentar." Sahut pemilik kedai dengan ramah, pria setengah baya yang tak pernah meninggalkan senyum di wajah tirusnya yang setiap hari bergulat dengan kuah ramen.

Iseng sambil menunggu, Sakura mengambil ponselnya dari dalam saku. Lima menit berselang, saat gadis bermata emerald itu sibuk dengan gadget ditangannya, tiba-tia dia tersentak kaget begitu merasakan panasnya kuah menyiram kakinya.

"Ouch… panas!" teriak Sakura, reflek dia berdiri mengibaskan cipratan kuah panas yang mengenai kaki kanannya.

"Gomenne… gomenne neechan… gomenne." Seorang anak kecil berambut orange menyala berdiri dengan takut di dahapan Sakura, sepertinya bocah dengan tiga kumis melintang di pipi itulah tersangka utama yang membuat Sakura kepanasan.

"Aku tidak sengaja neechan, sungguh!" sebenarnya sakura ingin sekali memarahi bocah ceroboh itu. Tapi, begitu melihat tatapan mata bocah rubah yang sedikit kepayahan memegangi mangkuk ramen itu membuatnya tidak tega. Bola mata sebiru langit cerah itu berkaca-kaca, seperti mendung yang siap tumpah kapan saja.

"Baiklah… tidak apa-apa adik kecil. Lain kali hati-hati sayang ya." Sakura tersenyum lembut, mengusap rambut orang bocah itu sembari menarik mangkuk ramen milik bocah berusia sekitar 6 tahunan jika ia taksir dan menaruhnya di meja.

"Terima kasih neechan." Cengiran rubah muncul di wajahnya. Akhirnya Sakura duduk menikamati ramennya ditemani celotehan bocah rubah berambut orange cerah itu yang seakan bahan ceritanya tak habis-habis.

.

.

.

Berangkat sekolah kesiangan sepertinya sudah menjadi hal lumrah untuk gadis berambut seperti kelopak bunga Sakura itu. Berlari marathon dari ujung jalan menuju gerbang sekolah adalah sarapan tambahan yang harus Sakura rasakan tiap pagi. Anggap saja olahraga gratis penguras keringat.

"Haruno Sakura!" suara baritone itu menghentikan langkah Sakura, membuat kakinya mengerem mendadak. Dan sialnya, tubuhnya malah terhuyung dan menabrak seseorang.

BRUK!

"Aw…" jerit Sakura mengaduh. Tubuhnya jatuh terjerembab setelah menabrak dada bidang seseorang.

"Kau baik-baik saja Sakura-san? Teme! Bantu dia berdiri."

"Hn.."

Sebuah tangan terulur kearahnya. Tanpa ragu, Sakura menanggapinya.

"Ariga—tou…" suara Sakura sedikit tersendat saat menyadari siapa yang membantunya berdiri. Uchiha Sasuke. Oh my god!

"Haruno-san, ini yang ketiga kalinya kau telat dalam seminggu." Menolehkan wajahnya, Sakura mendapati si ketua murid Hyuuga Neji sudah berdiri dengan wajah bengisnya –menurut Sakura.

"Hei… santai Neji. Kita baru masuk sekolah hari ini. Setelah apa yang kita alami di Suna kemarin. Seharusnya kau lebih bisa menikmati hidup kaichou-sama." Si pirang orange yang baru disadari keberadaannya oleh Sakura itu, memeluk bahu Hyuuga Neji dengan cengiran lebar penuh rasa syukur.

"Kau setuju denganku Sasu-teme?" tambahnya, menoleh pada si bungsu Uchiha yang masih menggenggam tangan Sakura tanpa sadar.

"Hn… terserah denganmu dobe!"

"Sakura-san, kau boleh pergi. Anggap saja hari ini bonus. Karena kami bisa kembali dengan selamat dan melihat wajah manismu lagi." Goda Naruto seraya melirik sakura. "Dan ngomong-ngomong, kau modus sekali Teme~! Sudah, lepas itu tangan Sakura." Tambahnya lalu Melepas paksa tangan Sasuke dan Sakura yang bertaut.

"Ah… ehm… arigatou Namikaze-senpai." Sakura beringsut dengan wajah merah. Tak berani menatap wajah tiga pemuda yang berdiri dihadapannya itu.

"Dobe! Kau membuatku malu."

"Teme dan kau, Neji. Kalian sama-sama modus." Cela Naruto. Mengejek dua manusia es seantero KHS yang digilai banyak penggemar.

"Apa maksudmu rubah Orange?" tuntut Neji tak terima. Mendengus kesal sambil mengamati kepergian Sakura yang berlari tergesa. Seakan pemilih marga Hyuuga itu tidak rela melepas kesempatan untuk menegakkan kedisiplinan bahkan untuk seorang gadis seperti Sakura.

"Karena Sakura memiliki cirri-ciri yang disebut si Miko yang menolong kita. Jadi, kalian ingin mendekati Sakura dengan menikung dibelakangku. Huh, dasar tukang modus."

"Kau berisik dobe! Dan aku bukan modus." Tanpa memperdulikan celotehan Naruto, bungsu Uchiha itu berjalan dengan gaya khasnya. Dua tangan didalam saku celana dan wajah yang terlihat datar. So cool! Dan ganteng maksimal.

"Kau benar Sasuke, Naruto terlalu banyak bicara seperti biasa. Baka dobe!" timpal Neji mengikuti langkah Sasuke meninggalkan Naruto sendiri berteman sepi.

"YA! Kalian berdua! TUNGGU AKUUUU!" Jerit Naruto sampai-sampai menggetarkan tembok dan jendela kelas.

.

.

.

Winkk!`~~~

Gyut~~~

BRAK~~~

Terdengar suara gaduh dari dalam apartement saat Sakura berdiri didepan pintu, memegang kunci, bersiap membuka pintu.

"Apa itu?" sedikit takut, Sakura mencoba menguping. Dari dalam rumah, gadis bermarga Haruno itu bisa mendengar suara berisik seperti jeritan dan teriakan anak-anak.

"Ciaaattt! Kekuatan penuh!"

"Bazoka!"

"Hancur kau monster!"

Bertubi-tubi pukulan mengenai tubuh Sakura begitu ia membuka pintu. Meskipun pukulan anak-anak, tetap terasa nyeri apalagi ia diserang oleh tiga 'monster kecil' secara bersamaan.

"Hye kawan-kawan. Dia bukan monster. Dia neechan eskrim." Salah seorang dari tiga anak kecil yang menyerang Sakura mendadak berhenti begitu ia menyadari kalau mereka salah sasaran.

"Neechan!" teriak ketiganya lalu berebutan menghambur kepelukan Sakura.

"Sasu…" Sakura terkejut begitu mengenali si rambut mencuat.

"Kau, anak kecil yang waktu itu. Dan… rubah kuah ramen." Mendadak Sakura sakit kepala begitu mengenali ketiga bocah hyper aktif itu.

"Neechan, nama neechan. Sakura Haruna ya?" si bocah berambut hitam panjanh mendongakkan kepala, membaca name tag di blazer sekolahnya.

"SAKURA NEECHAAAN! Kami merindukan neechan!" Teriak ketiganya tak kira-kira. Memeluk tubuh Sakura kencang dan teramat sangat. Yang disebut namanya hanya bisa melongo dengan bingung. Oh kami-sama, ada apa sebenarnya ini.

.

.

.

"Baiklah… kupastikan tiga monster itu tidak akan bisa masuk kedalam lagi." Sakura mengunci pintu apartement berkali-kali. Memutar kenop memastikan bahwa pintu rumahnya sudah terkunci rapat.

Terjadi kekacauan tadi malam, saat Sakura harus menghadapi keganasan tiga bocah yang aktifnya menandingi putaran gasing. Dia harus menutup telinga mendengar teriakan dan jeritan suara ketiga monster kecil yang saling bersahutan. Bahkan dia harus bersabar saat menyuruh ketiganya untuk pulang. Dan Sakura tak ambil pusing, begitu jam berdentang sepuluh kali, ia memilih tidur setelah lelah merayu ketiganya untuk segera diantar pulang. Entah jam berapa ketiganya pergi dari rumah. Karena pagi harinya, rumahnya sudah rapid an ketiga monster itu sudah pergi dari rumahnya.

"Haruno!"

"Ohayou Sakura!"

"Hn…"

Mendengar tiga sapaan berbeda, membuat Sakura memutar kepalanya secepat mungkin.

"Ka—kalian!" suara Sakura mendadak gugup. Melihat tiga pemuda dengan gaya rambut berlainan yang sedang mengunci pintu Apartement seperti dirinya.

"Ternyata kita bertetangga! Senangnyaaa!" si Orange rubah melangkah mendekati Sakura dengan cengiran khasnya. "Neji, Teme! Tetangga kita gadis secantik Haruno Sakura." Sambungnya yang dibalas datar oleh dua sahabatnya.

"Hn…"

"Berisik Naruto!"

"Sakura! Jangan hiraukan dua manusia es itu. Mohon bantuanya ya! Karena kita bertetangga sekarang!"

Dan pagi itu Sakura mendadak terserang stroke saking kagetnya mendapati Hyuuga Neji, Uchiha Sasuke dan Naruto Uzumaki berdiri didepan pintu apartement mereka yang berjejer rapi disamping apartement Sakura.

"Oh Kami-sama!"

Bersambung….