Sasuke termenung di dalam bathtub. Baru sehari menjalin hubungan sebagai sepasang kekasih, Naruto sudah berniat untuk memberitahukan kedua orangtuanya tentang hubungan mereka.

Ia tahu pasti, jika kejadian seperti ini akan cepat terjadi cepat atau lambat, dan ia yakin bisa melewati semuanya asalkan Naruto berada di sampingnya, tetapi bagaimana jika Minato dan Kushina menolaknya, dan memisahkan mereka berdua dengan paksa?

Karena ia tahu, bagaimana juga orangtua Naruto pasti menginginkan seorang wanita pintar, cantik, dan anggun, untuk menjadi kekasih dari anaknya, juga sebagai ibu dari cucu-cucu mereka kelak, bukannya seorang pria yang bahkan berusia lebih tua 5 tahun dari Naruto.

Jujur saja memikirkan semua itu membuat kepalanya pening.

"Semua akan baik-baik saja," ujarnya menghibur diri sendiri, seraya menyudahi acara berendamnya.

"Dobe, airnya sudah siap," ujar Sasuke melangkah ke dalam kamar bernuansa oranye.

"Huh? Apa kau masih belum beranjak sedikit pun dari treadmil-mu itu?"

"Oke ... oke ... aku akan mandi sekarang," ujar si pirang, setelah 2 jam lamanya berlari di atas treadmil.

Baru akan berniat ingin mengecup bibir Sasuke, wajahnya sudah didorong jauh-jauh oleh pria bersurai hitam itu.

"Kau menjijikkan, Dobe," ujarnya melangkah menjauh.

"Oh ayolah, apa kau tidak menganggapku sexy?" goda Naruto memamerkan otot perutnya, yang dibalas tatapan tajam dari Sasuke.

"Tidak huh?" ujar Naruto, "baiklah, aku akan mandi sekarang."

"Dasar aneh," ujar Sasuke.

Sejak kemarin, Naruto memaksa untuk memindahkan seluruh benda miliknya ke kamar utama, yaitu kamar Naruto. Mulanya ia menolak dengan alasan matanya sakit karena warna oranye terang menghiasi seluruh tembok kamar, tetapi karena bujuk rayu si pirang, dengan terpaksa, ia mengabulkan permintaan itu.

"Semua pekerjaanku sudah selesai," ujar Sasuke, merebahkan tubuhnya di atas kasur, tidak berniat untuk tidur, tetapi sejuknya suhu ruangan, ditambah kondisi tubuhnya yang lelah, sukses membuat kelopak matanya menutup perlahan, dan tertidur saat itu juga.

.

"Sasuke," panggil Naruto pelan, mengecup bibir pucat Sasuke yang terasa hangat.

"Hn?"

"Kau lelah? Maaf aku membangunkanmu," ujar Naruto.

Sasuke mengerjapkan matanya beberapa kali, sebelum pandangan matanya fokus pada sosok pirang dengan surai yang masih meneteskan bulir-bulir air, dan handuk melilit di pinggangnya.

"Menurutmu?" ujar Sasuke balik bertanya, mengalungkan lengannya di leher Naruto.

"Wajahmu terlihat sangat lelah," ungkap Naruto, mencium lembut leher jenjang Sasuke, sebelum meninggalkan beberapa jejak kemerahan di sana. "Bukannya aku sudah memberitahumu untuk berhenti mengerjakan pekerjaan rumah?"

"Itu sudah jadi tugasku, Dobe," sahut Sasuke.

"Kau tidak harus selalu melakukannya," bisik Naruto.

"Nhh, tetapi itu pekerjaanku," sahut Sasuke.

"Baiklah, kau bisa melakukannya, tetapi aku tidak mau kau terlalu memaksa hingga tubuhmu kelelahan," ujar Naruto tersenyum lembut.

"Dobe, kenakan pakaianmu, atau kau akan sakit nanti," ujar Sasuke pelan, seraya kembali memejamkan kelopak matanya yang terasa sangat berat.

"Baik, tuan," bisik Naruto pelan.

.

Jam menunjukkan pukul 11:35 malam, dan Sasuke baru saja terbangun dari tidur nyenyaknya.

"Untuk apa kau bangun? Ini hampir tengah malam," tanya Naruto di sebelahnya yang masih asik menonton saluran olahraga.

"Tengah malam?" Sasuke mengernyit tidak percaya.

"Ini pukul 11:35," sahut Naruto, berusaha meyakinkan.

"Kau tidak sedang bergurau 'kan Dobe?" ujar Sasuke, tidak percaya begitu saja jika ia sudah tertidur lebih dari 6 jam.

"Apa kau masih bermimpi, Teme? Perlu aku membangunkanmu?" Naruto mendekati Sasuke dengan seringai di wajahnya.

"Tidak, terima kasih," sahut Sasuke cepat, "aku sedang tidak mood."

"Baiklah ... baiklah ... aku tidak akan melakukannya," ujar Naruto, mengecup pipi Sasuke, sebelum kembali menonton saluran olahraga kesukaannya.

"Dobe, kau sudah makan?" tanya Sasuke.

"Belum," sahut Naruto singkat.

"Aku akan membuatkanmu makan malam, ayo cepat bangun," ujar Sasuke meninggalkan kamar, dan berjalan menuju dapur, tidak ketinggalan dengan Naruto yang mengikuti di belakangnya.

30 menit memasak diiringi dengan celotehan ribut, tidak henti dari Naruto, ia menghidangkan beberapa lauk serta sayuran di atas meja.

"Kau pasti lapar," ujar Sasuke, membuat secangkir kopi pahit untuk dirinya.

Naruto merespon dengan mengangguk cepat, sebelum melahap semua makanan yang tersedia di atas meja.

"Makan perlahan, Dobe, kau bisa tersedak."

"Kau tidak makan, Teme?"

"Aku tidak lapar," sahut Sasuke, mengambil segelas jus jeruk untuk si pirang.

"Terima kasih, Teme," ujar Naruto, meneguk habis jus jeruk dari gelasnya.

"Naruto," panggil Sasuke, kembali ke tempat duduk asalnya.

"Ya?"

"Kau ... yakin akan memberitahu Minato dan Kushina, besok?"

Naruto menatap ke arah Sasuke yang terlihat ragu di hadapannya.

"Kau takut?" tanya Naruto, "mereka tidak akan pernah bisa memisahkanku denganmu, aku mencintaimu Sasuke, kau harus percaya denganku, lagipula cepat atau lambat, mereka pasti akan mengetahui hubungan kita, dan sebelum itu terjadi aku lebih memilih untuk memberitahu mereka dengan mulutku sendiri."

Keduanya saling pandang, mencari kebenaran melalui tatapan mata masing-masing, dan ketika keduanya menemukan, senyuman lembut terkembang dari bibir mereka.

"Aku percaya padamu, Naruto."

Naruto memeluk Sasuke erat, mengecup bibirnya dengan lembut lalu tertawa. "Lebih baik kita kembali tidur sekarang, aku tidak mau penampilanku kusut besok."

.

4 orang terlihat duduk saling berhadapan, di dalam ruangan VVIP pada sebuah hotel. Minato, Kushina, Naruto, dan Sasuke. Meskipun meja di hadapan mereka penuh dengan makanan, tidak ada seorang pun yang berniat untuk menyentuh hidangan lezat tersebut.

Sesekali Naruto melirik ke arah, Sasuke. Meskipun raut wajah itu tampak datar, tetapi ia tahu jika Sasuke sedikit gugup.

"Naruto? Sebenarnya ... ada apa?" tanya Kushina, terlihat cemas.

"Ya Naruto, sebenarnya ada apa?" timpal Minato.

"Aku ... tidak ingin Sasuke menjadi asisten pribadiku lagi," ujar Naruto.

Mendengar pernyataan putranya, Minato dan Kushina saling adu pandang.

"Naruto, Sasuke itu sudah profesional, bahkan ia memiliki sertifikat atas kemampuannya," ujar Kushina mencoba meyakinkan.

"Ayah ... ibu ... aku tidak bisa menjadikan Sasuke sebagai asisten pribadiku lagi, karena aku mencintainya."

Naruto menatap Kushina dan Minato dengan lekat.

"Kau apa?" ujar Kushina, menatap putranya seakan-akan tidak percaya.

"Aku mencintai Sasuke," ulang Naruto dengan mantap.

"Ini sangat tidak lucu, aku tidak percaya kau bisa menjadikan ini sebagai lelucon!" bentak Minato.

"Apa aku terlihat seperti sedang bercanda, ayah?" Naruto tertawa getir. Meskipun sudah meyakinkan dirinya akan baik-baik saja, ternyata melihat kedua orangtuanya yang terkesan tidak setuju, cukup membuat hatinya sakit.

"Sasuke, apa itu benar? Apa yang dikatakan Naruto itu benar?" Kushina menatap bola mata berwarna hitam itu dengan lekat, seolah meminta jawaban pasti dari pria bersurai hitam.

"Iya, maafkan aku, Kushina," jawab Sasuke dengan wajah tertunduk dalam, dan tangan terkepal erat.

"Ayah ... Ibu ... meskipun kalian akan membenciku, dan mengusirku, aku tidak bisa melepaskan Sasuke," ujar Naruto, "aku benar-benar mencintainya."

Hening, tidak ada yang membuka mulut saat itu.

"Kau ... putra kami satu-satunya, Naruto, bagaimana mungkin kami bisa membencimu? Meskipun kau membuat kamu terkejut atas pengakuanmu hari ini," ujar Minato.

"Itu benar Naruto, kami menyayangimu, tidak peduli jika orientasi seksmu berbeda," timpal Kushina.

Naruto membelakkan matanya tidak percaya, ingin rasanya ia menangis, tetapi harga dirinya sebagai seorang pria tidak mengijinkan.

"Sasuke," panggil Kushina lembut.

Sasuke menoleh, menatap wanita bersurai merah di hadapannya penuh rasa haru.

"Tolong jaga putra kami dengan baik."

Sasuke tidak merespon, ia hanya tersenyum lembut dengan menganggukkan kepalnya. Merasakan lega luar biasa setelah dadanya terasa sesak cukup lama.

"Lebih baik, kalian pulang sekarang. Untuk apa menghabiskan waktu di sini, jika kalian bisa menghabiskannya di kamar?" goda Minato, yang direspon pukulan lembut dari Kushina.

"Kau itu, mengajarkan putramu yang tidak-tidak!"

"Hey, Naruto sudah cukup dewasa untuk mengerti apa yang kumaksud, dia bukan anak kecil lagi," sahut Minato.

Sedangkan Naruto dan Sasuke hanya bisa tertawa melihat pertengkaran kecil Minato dan Kushina.

.

"Sasuke," panggil Naruto.

"Hn?"

"Apa aku sedang bermimpi?"

"Pertanyaan macam apa itu? Apa perlu aku menendangmu?" sahut Sasuke.

"Kau jahat sekali," balas Naruto, "tapi aku mencintaimu."

"Aku tahu," sahut Sasuke.

"Huh? Apa hanya itu?" rengek si pirang.

"Hn, aku mencintaimu, Dobe."

Naruto tersenyum lebar, ia mengecup bibir Sasuke lembut, sebelum membawa pria bersurai hitam ke dalam dekapannya erat.

.

End