ROSE

.

.

.

.

.


"Kutukan... mawar merah?"

Yixing mundur selagi Junmyeon makin mendekat padanya. Pisau yang ada di tangannya ia todongkan tepat di depan Junmyeon.

"Mundur! Mundur kau pembunuh!"

"Pembunuh?" Junmyeon memasang wajah sepolos mungkin. "Aku bukan pembunuh. Aku pacarmu. Aku Junmyeon, Zhang Yixing sayangku,"

"Sayangnya aku tidak percaya!" Yixing makin memajukan pisau itu hingga Junmyeon harus memundurkan wajahnya beberapa senti.

Hening menerpa mereka. Hanya ada suara nafas Yixing yang terengah-engah. Junmyeon menggenggam tangan Yixing yang sedang menodongkan pisau itu dengan lembut. Lalu perlahan ia menyingkirkan pisau itu dari tangan Yixing. Entah kenapa tangan Yixing begitu mudahnya menerima perlakuan Junmyeon. Pisau itu sekarang sudah tergeletak di lantai. Tangan Yixing itupun ditarik oleh Junmyeon dan menghempaskan Yixing sang pemilik tangan itu ke dinding. Leher Yixing kembali digigit dan dilumat oleh Junmyeon dengan penuh nafsu.

"Aahhh ngghhh J-j-junmyeonhh tolonghh hen..ngghhh...tikanhhh"

Junmyeon tak menghiraukan Yixing yang meronta, malah ia menganggapnya sebagai desahan yang memabukkan. Tangan Junmyeon memelintir puting dada Yixing dengan gemas, membuat Yixing kembali berteriak. Diam-diam, Yixing mengeluarkan sebuah electric shock berkekuatan 2800 volt dari sakunya. Lalu...

.

BZZZTTT!

.

Electric shock itu sukses menyengat Junmyeon dan membuatnya ambruk tak berdaya. Yixing langsung mendekati pintu ruangan tempat disekapnya Luhan. Yixing menggedor-gedorkan pintu itu lagi.

"Lu-ge! Bagaimana caranya aku mematahkan kutukan itu?"

Tak lama, Luhan menjawab. "Kau harus mengatakan bahwa kau sangat mencintainya!"

"Mencintainya? Yang benar saja! Sekarang aku tahu kalau..."

"Dasar bodoh! Cepat sebelum..."

Yixing mulai emosi. "Sebelum apa Luhan-ge? Luhan-ge kalau ngomong jangan digantung begitu, dong!"

"...sebelum Junmyeon mati! Kalau kelopak bunga terakhir itu jatuh, kau dan Junmyeon akan mati!"

Yixing membelalakkan matanya. Junmyeon sudah mulai bergerak-gerak, tanda akan bangkit. Yixing langsung menyengatnya lagi. Alhasil Junmyeon kembali pingsan dalam keadaan tengkurap.

"Baiklah, baiklah! Dimana letak bunga mawar itu, Luhan-ge?" Yixing berteriak dan mengambil ancang-ancang untuk berlari.

"Di kamarnya! K-kau mau apa dengan bunga itu, Xing?" Luhan kembali bertanya.

Yixing tak menjawabnya. Ia malah berlari menuju kamar Junmyeon yang pintunya sudah ambruk itu. Yixing menoleh kesana-kemari mencari bunga mawar itu. Matanya kemudian menangkap vas bunga mawar yang ada di meja nakas dekat jendela. Ia perlahan mendekatinya. Kelopak bunganya tinggal satu, itupun sudah layu dan hampir jatuh.

.

Yixing termenung.

.

Yixing teringat akan pertama kali ia bertemu Junmyeon di minimarket, Junmyeon yang memberikan nomer teleponnya, ia yang gugup saat dirinya iseng menelepon Junmyeon malam-malam, sampai ia menyatakan cinta pada Junmyeon.

Junmyeon saat itu baik. Sangat baik.

Ia memang tak menyangka bahwa Junmyeon seorang psikopat, dan itu disebabkan oleh kutukan bunga mawar. Aneh di logika memang. Tapi ini kenyataannya. Ia tahu bahwa Junmyeon menyembunyikan sesuatu darinya sejak awal berpacaran. Kemudian Yixing teringat oleh kata-kata Luhan yang acapkali sering melarangnya untuk berhubungan dengan Junmyeon. Ternyata Luhan tahu bahwa Junmyeon adalah pembunuh Baekhyun dan Chanyeol. Tapi Luhan menyembunyikannya begitu saja.

Air mata pemuda cantik itu keluar. Tetesannya mengenai tangkai layu bunga mawar itu. Perasaan Yixing kini campur aduk. Yixing membayangkan wajah malaikat Junmyeon kini berubah menjadi wajah kesetanan. Ini bukan salah Junmyeon, tetapi...

.

BRAK!

.

Yixing refleks menoleh ke belakang saat pintu yang sudah ambruk itu diinjak oleh seseorang. Junmyeon. Junmyeon berpegangan pada dinding-dinding untuk menjaga keseimbangan tubuhnya. Wajah Junmyeon memucat. Matanya juga mengisyaratkan bahwa ada rasa sakit di tubuhnya. Yixing terdiam dalam tangisnya.

"Akhirnya...saat-saat seperti ini...terjadi juga.." Junmyeon menyeringai. Ia perlahan mendekat ke arah Yixing.

"A-apalagi yang akan kau lakukan, Junmyeon hyung?" Yixing melangkah menghindar dari Junmyeon.

"Apalagi yang kulakukan selain mencoba membunuhmu?" Junmyeon masih dalam ekspresi misterius yang sama.

"Jangan coba-coba, Tuan Kim!" Yixing melempar guling dari kasur.

SET! Junmyeon langsung menangkap guling itu dan membuangnya ke sembarang tempat. Yixing melempar bantal, tapi tak mengenai Junmyeon. Yixing berjalan kembali menuju meja nakas dekat jendela dan melempar ke arah Junmyeon apa yang ada di sana. Jam weker, asbak permen, kain taplak meja, dan sebagainya.

Kecuali vas bunga mawar itu.

"Myeon hyung! Sadarlah! Myeonnie hyung!" Yixing berteriak seraya melempar benda-benda tersebut.

"Sadar? Apanya yang sadar, Yixing sayang? Hm?" ujar Junmyeon.

"Apa kau tak merasakannya?"

"Merasakan apa?"

"Penderitaanmu!"

"Aku menderita kalau aku tidak segera membunuhmu,"

Setelah Junmyeon berkata demikian, Yixing diam. Diam dan menangis di depan meja nakas itu. Junmyeon menyeringai menang. Ia kemudian mendekati Yixing.

.

ROSE

.

"Oh tidak..." Chen tergagap.

"Yixing-hyung.." Dio menutup mulutnya shock.

Minseok menggeram. Kris kembali menangis. Ruangan pengintai itu kembali hening ketika mereka semua mengamati layar komputer itu. Khususnya hasil rekaman kamera pengintai di kamar pribadi Junmyeon.

"Sebenarnya, disatu sisi aku geram lihat tingkah Junmyeon, tapi disisi lain aku kasihan. Aku rasa kutukan itu benar-benar dirasakan olehnya," ujar Chen.

"Tapi kenapa harus Chanyeol, Baekhyun, bahkan... Yixing?" Kris menerka-nerka.

"Apa mungkin karena Junmyeon menyayangi mereka bertiga?" Dio menganalisa.

"Kenapa harus membunuh kalau dia mencintai mereka?" Chen menginterupsi.

BRAK!

Minseok menggebrak meja saking geramnya dan langsung pergi meninggalkan mereka bertiga tanpa basa-basi. Sontak ketiga pemuda itu saling bertatapan. Setelah itu mereka bertiga setuju untuk menyusul Minseok ke apartemen Junmyeon dengan harapan...

Semoga Yixing baik-baik saja.

.

ROSE

.

Tangis Yixing mulai mengeras. Ia tak bisa berkata-kata sekarang. Ia malah membiarkan Junmyeon makin mendekat padanya. Merasa dirinya menang, Junmyeon ambil langkah besar dan tangannya ia letakkan di pundak Yixing. Tangan itu kemudian semakin naik ke leher. Perlahan ditekannya leher itu dengan buku-buku jari Junmyeon. Tangan yang satunya tak mau ketinggalan. Jadilah kedua tangan itu mencekik leher Yixing. Yixing menarik nafasnya panjang. Junmyeon tertawa menang.

"Hehehe... teriaklah, sayang. Teriak saja sampai kau kehabisan nafasmu.." Begitu kata Junmyeon.

Yixing masih diam tanpa kata. Lehernya ia biarkan dicekik makin keras oleh Junmyeon. Yixing menatap mata Junmyeon dengan tatapan tak biasa. Kemudian ia menutup matanya. Cekikan di leher Yixing makin keras sampai Yixing terbatuk-batuk.

"Aku...tahu kalau...uhuk...ini b-bukan kau... Jun...uhuk..myeonhh.."

"Apa maksudmu, Yixing? Kau mau mencari alasan? Hm?" Junmyeon makin mengeraskan cekikannya.

Yixing berusaha untuk bicara. "Selama ini...a-aku selalu memandangmu dengan...pandangan yang berbinar... Dan..aku terobsesi untuk mengenal...uhuk uhuk...siapa kau sebenarnya..."

Junmyeon diam menyimak. Yixing melanjutkan kata-katanya.

"Dari awal...k-kau sudah...m-mengisyaratkanku... uhuk uhuk... untuk..lari darimu... Tapi aku..dengan naifnya tetap melanjutkan untuk...mengejarmu..."

Junmyeon membulatkan matanya. Cekikan di leher Yixing melonggar. Terlihat darah kembali menetes di hidungnya.

"Kadang...cinta terlihat seperti sebuah obsesi...tapi...uhuk uhuk..sebenarnya bukan itu artinya..."

"Apa yang kau bicarakan, Yixing?" Junmyeon menggeram dan menekan kembali kedua tangannya. Alhasil Yixing kembali menjerit tertahan. "Aahhhkkk uhuk uhuk!"

"Kau tak perlu urusi urusanku! Tujuanku menjadikanmu pacarku adalah untuk membunuhmu!" lanjut Junmyeon.

"Itu...karena kutukan...kan? Seandainya...tak ada kutukan...apa kau tega...membunuh pacarmu sen..diri? Uhuk uhuk.." tanya Yixing. Nafasnya menipis.

"Diam kau!"

.

PLAK!

.

Yixing ditampar dengan keras dan membuatnya jatuh ke arah samping. Yixing mengambil nafas banyak. "Aku tahu... Aku tahu kalau kau sebenarnya tidak ingin semua ini terjadi, kan? Benar begitu, kan? Hah..hah..hah..."

Junmyeon diam tak menjawab. Dalam hatinya yang terdalam, ia membenarkan apa kata Yixing barusan. Junmyeon mengusap darah di hidungnya yang kembali mengalir deras. Yixing menatap mata Junmyeon dengan seksama. Tatapan menderita.

Yixing bangkit dan mendekati Junmyeon. "Myeon...aku tahu kau menderita sekarang. A-aku ingin membantumu untuk..."

"Pergi! Jangan dekati aku! Jangan dekati aku! Aku hanya pembunuh!" Junmyeon menepis tangan Yixing dari pundaknya. Ia menangis.

"Kau mau mati konyol disini, hah?"

Bentakan Yixing membuat suasana hening. Hanya isakan Junmyeon yang terdengar. Junmyeon jatuh terduduk dan memegangi kepalanya. Air mata dan tetesan darah di hidungnya bercampur menjadi satu di lantai.

"Hanya aku, Junmyeon. Hanya aku yang dapat mematahkannya!" Yixing kembali membentak.

"Tidak! Kau tidak bisa!"

"Aku bisa!"

"Lebih baik kau diam! Kau tidak bisa!" Junmyeon menoleh ke arah Yixing dengan tatapan tajam.

Yixing menggigit bibir bawahnya. Ia menyambar vas bunga mawar yang ada di meja nakas. Tangkainya hampir patah, tapi masih bisa ditahan oleh Yixing. Kelopak bunganya mulai menghitam. Junmyeon kaget dengan apa yang dilakukan Yixing. Sorot matanya menandakan 'mengapa'.

"Kau tahu bunga ini? Bunga ini, sama dengan yang namanya cinta!" ujar Yixing bergetar.

Junmyeon menatap Yixing dalam. Tapi pening di kepalanya kembali melanda. Ia meringis kesakitan. Meringis sampai ia menangis. "Ugh... hiks hiks..."

"Cinta dan mawar, memiliki persamaan! Mereka sama-sama indah, dan sama-sama disukai. Kau tahu arti duri dari mawar itu, hah? Jika kau menyentuhnya maka kau akan merasakan sakit dan terluka. Itulah resiko dari cinta! Jadi kau harus terima resikonya! Dan yang paling penting dari itu adalah...

.

.

.

kau.. harus bisa mengambil rasa sakit itu dan kembali merasa kalau cinta itu indah pada waktunya!"

.

.

Setelah Yixing berkata demikian, pening di kepala Junmyeon makin menyakitkan. Junmyeon sampai jatuh terduduk dan kembali menangis keras. Hampir saja Yixing memutuskan untuk mengakhirinya karena kasihan melihat kondisi Junmyeon sekarang. Wajah tampan Junmyeon berubah memucat, darah di hidung Junmyeon mengalir deras, dan pening di kepalanya yang sangat menyakitkan. Tapi, setelah ia melihat kembali bunga mawar yang hampir jatuh itu, ia memutuskan untuk melanjutkan.

.

Demi kebaikan Junmyeon dan masa depannya.

.

"Kau itu polos, kau itu naif, kau itu sebenarnya lemah tapi kau tutupi dengan senyumanmu! Kau dikendalikan, Junmyeon. Kau dikendalikan oleh sugesti kutukan itu! Takkan ada orang yang tega membunuh orang ia cintai. Jujur, aku kecewa padamu saat tahu kalau kau menjadikanku pacarmu bertujuan untuk membunuhku. Tapi, aku masih tetap menolongmu. Karena apa?" Yixing menggantungkan kata-katanya.

Junmyeon menangis deras.

"...Karena aku mencintaimu.."

Tiba-tiba Junmyeon berdiri dan kembali mencekik leher Yixing. Junmyeon tak berkata apa-apa. Ia hanya menangis deras. Tatapan matanya sarat akan kesedihan, seakan tak tega untuk membunuh kekasihnya sendiri walaupun itu adalah suatu keharusan. Melihat Junmyeon menangis, Yixing juga ikut menangis. Tangan kanannya yang menggenggam vas bunga mawar itu bergetar. Kelopak bunga mawar itu hampir jatuh. Junmyeon mengeratkan tangannya untuk mencekik Yixing.

Tapi yang Yixing tahu dari tatapan mata Junmyeon adalah...tatapan itu seakan-akan berbicara "Tolong aku. Tolong aku.." Sehingga Yixing mantap untuk melanjutkan untuk menyadarkan Junmyeon.

"Aku mencintaimu, Kim Junmyeon. Aku mencintaimu dengan tulus. Aku akan melindungimu dari siapapun yang mengganggumu...hiks hiks.. Aku mencintaimu... Aku mencintaimu... DENGARKAN AKU, JUNMYEON! AKU MENCINTAIMU!"

.

Dan kelopak bunga mawar terakhir itu jatuh.

.

Junmyeon menutup matanya dengan erat sebelum akhirnya ambruk dan langsung ditangkap oleh Yixing. Yixing mencoba untuk menyadarkan Junmyeon. "Junmyeon hyung... Junmyeon hyung bangun! Junmyeon hyung jangan tinggalkan aku! Hiks hiks hiks Junmyeon hyung..."

.

.

.

ROSE by Ira Putri

.

.

.

BRAK!

Pintu apartemen dibuka paksa oleh beberapa polisi. Di belakangnya ada Minseok, Dio, dan Kris. Mereka mencari-cari dimana keberadaan Luhan dan Yixing.

Minseok berlari ke arah dimana Luhan berada. Minseok berlari ke lorong arah menuju dapur. Ia menoleh-noleh ke sembarang arah. Setelah itu ia mendengar suara pintu yang digedor-gedor. Minseok langsung menoleh ke arah pintu coklat tua yang berada di sebelahnya. Minseok pun menghampiri pintu itu dan menempelkan telinganya ke pintu itu, meyakinkan kalau ada orang disana. Setelah itu ia berusaha mendobrak pintu itu. Satu kali tidak bisa. Dua kali juga tidak bisa. Tiga kali...

BRAK!

Pintu itu terbuka lebar dan menampakkan Luhan yang tengah jatuh terduduk dengan wajah pucat. Minseok menghampiri Luhan yang shock itu. Luhan sempat terkejut ketika melihat Minseok.

"K-kau.. bukannya..."

"Ya. Orang yang kau temui di apartemen nomor 225," Minseok menyela Luhan dan memapah tubuhnya.

Minseok terkejut ketika melihat apa yang ada di belakangnya. Mayat Chanyeol dan Baekhyun. Tapi Luhan dengan cepat menyela. "Nanti akan kuceritakan di kantor polisi. Lebih baik kau bawa mereka,"

Minseok diam, lalu mengiyakan saran Luhan. Ia memberikan kode pada anggota polisi yang ada dibelakangnya untuk membawa dua mayat itu. Minseok lalu membawa Luhan keluar.

Sementara itu, Dio mencari keberadan Yixing. Ia langsung berlari menuju kamar pribadi Junmyeon. Terdengar jelas sekali raungan tangis dari Yixing. Itu membuat Dio mempercepat langkahnya menuju kamar itu. Setelah sampai, Dio melihat Yixing sedang berusaha menyadarkan Junmyeon dengan menggoyang-goyangkan tubuh lemahnya yang sudah tergeletak di lantai.

"Yixing hyung!" Dio menghampiri Yixing.

Yixing segera menoleh ke arah Dio, sambil terus menangis. "Dio! Dio! Tolong Junmyeon, Dio! Tolong Junmyeon!"

"Iya, iya! Aku akan bantu!" Dio kemudian memanggil anggota polisi yang kebetulan ada di depan pintu kamar dan meminta bantuan.

Polisi itu mengiyakan dan langsung menghampiri mereka bertiga. Kemudian polisi itu menggendong Junmyeon dan membawanya keluar. Dio memeluk Yixing yang sedang menangis keras untuk menenangkannya.

"Hyung, ayo kita keluar," ajak Dio. Yixing mengangguk.

.

ROSE

.

Suasana di depan gedung apartemen sangat riuh. Beberapa mobil polisi dan ambulans ada di depan gedung itu. Ada tiga tim medis yang keluar dari gedung apartemen dengan membawa dua kantong mayat dan satu tandu yang membawa Junmyeon. Tandu yang membawa Junmyeon dimasukkan ke dalam satu ambulans. Sedangkan dua kantong mayat dimasukkan ke dalam satu ambulans lain. Banyak orang yang mengerumuni gedung apartemen karena ingin tahu ada apa.

Dio dan Yixing baru saja keluar dari gedung ditemani beberapa orang polisi. Yixing melihat sosok yang tak asing baginya di hadapannya. Orang itu bersama Minseok.

"Luhan-geee~~!" Yixing berlari ke arah orang itu dan memeluknya erat. Orang itu Luhan.

Luhan membalas pelukan Yixing. Mereka berpelukan sangat lama. Yixing menangis di sana. Luhan juga. Setelah itu, mereka melepaskan pelukan itu.

"Luhan-ge, maafkan aku! Maafkan aku yang naif ini. Aku tak mendengarkan laranganmu dan membuatmu jadi begini. A-aku tidak tahu kalau kau tau soal Junmyeon.. Aku...aku.." Yixing kembali menangis.

"Bukan salahmu. Bukan salahmu, Xing. Aku juga tidak menyalahkan Junmyeon. Tapi...yang penting kita semua selamat dan bisa mengungkap siapa Junmyeon sebenarnya," Luhan mengusap pipi Yixing dengan lembut. Lalu ia mencium pucuk kepala Yixing dengan sayang.

"Aku...aku tidak akan mencintai Junmyeon lagi, Luhan-ge,"

"Jangan! Jangan bicara seperti itu!" Luhan menyela ucapan Yixing. "Kau yang telah membuatnya jatuh cinta. Kau juga yang telah mematahkan kutukan itu. Kau berhasil! Apa kau tega meninggalkannya yang tengah sekarat itu?"

Yixing menggeleng. "Tidak mungkin, Ge,"

Luhan mengusap kepala Yixing. "Aku tak akan melarang kau untuk mencintai Junmyeon atau siapapun yang telah membuatmu jatuh cinta. Aku janji. Saat ini Junmyeon membutuhkanmu,"

Mereka pun kembali berpelukan. Sementara Sehun, Kris, Kai dan Chen menatap ambulans yang membawa mayat Chanyeol dan Baekhyun itu. Kris terlihat menangis. Sehun diam. Begitu pula Kai dan Chen. Kai mencoba menenangkan Kris yang menangis setelah tahu bahwa sepupunya itu telah terbunuh.

"Maafkan aku, Yeol. Maafkan aku..." gumam Kris.

"Kita kehilangan satu orang lagi," ujar Sehun.

Kai mengelus-elus pundak Kris. "Ambil sebagai pelajaran berharga, hyung,"

Kris menggangguk dan menyeka air matanya.

Munculnya perkara ini menjadi perbincangan hangat bagi seluruh penduduk. Bukan hanya di daerah Seoul saja, tapi sudah menyebar luas sampai ke pesisir. Masyarakat pesisir pun mulai tak mempercayai kutukan bunga mawar itu karena sudah dipatahkan. Keadaan pun mulai damai. Setelah Luhan dan Yixing mengutarakan keterangan tentang kasus itu di kepolisian dan beberapa pers, mereka dapat kuliah dan menyelesaikan skripsi mereka yang tertunda. Polisi belum menutup kasus ini karena Junmyeon masih belum sadar dari tidur panjangnya di ranjang rumah sakit.

.

.

.

ROSE by Ira Putri

.

.

.

Sinar terang nan silau mengganggu pandangan seorang pemuda bermata kuaci ini. Perlahan pemuda ini menbuka kedua matanya. Ia terkejut ketika ia tengah berada di hamparan padang rumput yang luas. Ia bangkit dari tidurnya dan melihat di sekelilingnya. Tak ada siapapun selain dirinya dan hembusan angin sejuk yang menemaninya. Hanya ada satu pertanyaan di benaknya. Dimanakah aku sekarang?

"Junmyeon-hyuuunnggg~~!"

Merasa ia dipanggil, pemuda itu menoleh ke belakang. Tampak dua lelaki yang sedang melambaikan tangan ke arahnya. Jarak ia dan dua pemuda itu lumayan jauh. Pemuda bernama Junmyeon ini tahu siapa dua pemuda itu. Chanyeol dan Baekhyun. Mereka masih hidup? Atau...

"Apa aku sudah mati...?" Junmyeon bergumam kecil.

"Kesini, hyung!" Chanyeol melambaikan tangannya sebelum kemudian hendak berlari.

"He-hei! Tunggu!"

Baru saja hendak mengejar Chanyeol dan Baekhyun, tangannya ditahan oleh seseorang dari belakang. Refleks ke belakang. Betapa terkejutnya ia ketika seseorang yang menahan tangannya itu adalah Kim Junmyeon di masa lalu.

"A-apalagi yang akan kau lakukan?" Junmyeon mundur dua langkah.

Kim Junmyeon mengeluarkan setangkai mawar yang tak berkelopak. Hanya ada tangkai berduri dan daunnya saja. "Ini mawar yang kugunakan untuk membunuh diriku sendiri..."

Junmyeon mengernyitkan alis tanda tak mengerti. Kim Junmyeon melanjutkan kata-katanya. "...Terima kasih telah menyadarkanku tentang arti cinta sebenarnya. Jemput kekasihmu di sana. Ia menunggumu,"

"Kekasih?" Junmyeon menoleh ke belakang.

Di sana terlihat sosok pemuda yang menghadap membelakanginya. Jarak pemuda itu sama jauhnya saat Chanyeol dan Baekhyun berdiri di sana. Tapi, Chanyeol dan Baekhyun tergantikan keberadaannya oleh pemuda berambut coklat terang itu. Junmyeon memicingkan matanya sejenak. Ia tak asing dengan postur langsing pemuda itu.

"A-apa aku harus menemui di..." Junmyeon tak melanjutkan kata-katanya karena terkejut Kim Junmyeon dari masa lalu itu menghilang dari pandangannya.

Junmyeon mengarahkan pandangannya menuju pemuda itu lagi. Kebetulan pemuda itu menoleh ke arahnya. Pemuda itu ternyata...

"Yixing?"

Junmyeon tak salah lihat. Sosok Yixing di sana tengah tersenyum kepadanya. "Junmyeon hyung..."

Junmyeon berlari menuju Yixing. Setelah hampir sampai, tiba-tiba sosok Yixing di sana memudar. Dan perlahan menghilang. Baru saja hampir menggapai tangan Yixing, Junmyeon harus menelan rasa pahit karena sosok Yixing menghilang. Junmyeon mencarinya kesana-kemari. Air mata Junmyeon keluar perlahan.

"Yixing... Yixing aku mencintaimu... Yixing aku mencintaimu..."

.

.

.

TUT TUT TUT TUT !

Junmyeon perlahan membuka matanya. Sebuah cahaya lampu adalah pandangan pertamanya saat membuka mata. Ia baru sadar bahwa ada alat bantu pernafasan di hidung dan mulutnya. Ia tak bisa bangun sepenuhnya karena tubuhnya terlalu lemas. Samar-samar ia mendengar suara dua orang yang sedang bercakap-cakap tak jauh dari ranjang.

Tiba-tiba seorang suster melihat bahwa Junmyeon sudah sadar walau belum sepenuhnya. "Dokter Lee! Dokter Lee! Pasien Kim Junmyeon sudah sadar,"

Salah seorang dari dua yang sedang bercakap-cakap tadi langsung menghampiri ranjang tempat tidur Junmyeon. Seorang yang diketahui adalah Dokter Lee segera mengecek keadaan Junmyeon mulai dari suhu tubuh sampai infus yang terpasang di pergelangan tangannya. "Suster Jung, lepaskan alat bantu pernafasannya!"

Junmyeon sempat bernafas terengah-engah setelah dilepas alat bantu pernafasannya. Ia lalu menatap Dokter Lee. "S-saya ada dimana?"

"Anda di rumah sakit, Junmyeon-ssi. Keadaan Anda drop saat kasus di Nam-street Apartment. Tapi, syukurlah Anda selamat," ujar Dokter Lee. "Tumor di otak Anda semakin memanjang. Anda harus segera dioperasi dan kemoterapi di Jepang,"

"K-kenapa...harus di Jepang?"

"Karena di sana lebih efektif proses pengoperasiannya. Dan pelaksaan kemoterapi bisa dilaksanakan di Korea, kalau Anda menghendakinya," jawab Dokter Lee.

Junmyeon diam. Berarti ia harus rela meninggalkan Yixing untuk sementara. Yixing pasti masih merasa terpukul atas kasus kemarin. Ia tak ingin membebani Yixing lagi. Mungkin inilah keputusan terbaik baginya agar menghindar untuk semenyara dari Yixing. Ia mengambil nafas dan menghembuskannya perlahan.

"Baiklah. Saya mau operasi... Tapi, jangan beritahu siapa-siapa soal ini, Dokter Lee. Jangan sampai semua orang tahu," ucap Junmyeon dengan suara parau.

Dokter Lee tersenyum simpul. "Saya akan menjaga rahasia itu, Junmyeon-ssi,"

Perasaan lega terasa di hati Junmyeon. Ia menatap langit-langit kamar dengan tatapan sendu. "Maafkan aku, Yixing. Maaf aku harus meninggalkanmu sementara. Aku tak mau jadi beban untukmu..."

.

ROSE

.

Sebuket bunga krisan diletakkan di depan sebuah batu nisan. Batu nisan yang bertuliskan "Byun Baekhyun. Lahir: 6 Mei 1992. Berpulang: 2 Mei 2010". Orang yang meletakkan buket bunga krisan itu melepaskan kacamatanya. Terlihatlah sosok cantik tapi juga tampan khas dari orang itu. Xi Luhan. Luhan mengelus-elus batu nisan itu.

"Byun, semuanya sudah berakhir. Yixing sudah mengungkap semuanya. Tapi..." Luhan meneteskan air matanya. Bibirnya bergetar. "Tapi...kalau aku boleh egois...aku masih ingin bersamamu. Bertiga dengan Yixing. Aku yakin Yixing juga menginginkannya..."

Luhan kemudian tersenyum tanpa sadar. "Tapi kau sudah bersama Chanyeol. Pujaan hatimu. Pria bertelinga aneh yang dulunya perusuh itu sudah bersamamu sekarang. Sebentar lagi kami lulus, Byun. Doakan kami di sidang penentuan, ya. Tidurlah dengan tenang,"

Luhan berdiri dari duduknya di hamparan rumput alas makam Baekhyun. Kemudian berbalik badan dan pergi dari area pemakaman Baekhyun. Tak sengaja ia berpapasan dengan Bibi Park dan Kris di gerbang pemakaman. Luhan membungkuk hormat untuk menyapa Bibi Park. Dan bersalaman drngan Kris.

"Kris, mau ke makam Chanyeol?" Luhan berbasa-basi.

"Iya. Kau sendiri, habis dari makam Baekhyun? Mana Yixing" Kris menaikkan bahunya.

"Dia tidak ikut. Dia masih shock" ujar Luhan.

"Turut berduka, Luhan-ssi," ujar Bibi Park.

"Terima kasih, Bibi Park,"

"Sebaiknya kami masuk. Kami duluan," Kris membungkuk pada Luhan, begitu juga Bibi Park. Luhan hanya membalas dengan membungkuk dan tersenyum kecil.

Luhan menatap kepergian dua orang itu. Ia menatap ke langit sore yang cerah. Luhan menghirup udara dalam-dalam, kemudian menghembuskannya pelan-pelan. "Akhirnya kasus ini telah berakhir. Maafkan aku, Byun. Aku tak bisa melindungimu. Maafkan aku juga, Chanyeol. Terima kasih untuk-Mu Tuhan, dan Yixing yang telah mematahkan kutukan itu... Dan Junmyeon..aku sudah memaafkanmu..."

.

.

.

ROSE by Ira Putri

.

.

.


"Nae sarangeun saeppalgan rose. Jigeum nan areumdapgetjiman. Gakaroun gasiro neol apeuge halgeol. Nae sarangeun saeppalgan rose. Geurae nan hyanggiropgetjiman. Gakkai halseurok neul dajige halgeol"


.

4 Tahun Kemudian

.

Seorang pemuda duduk di kursi taman dengan santai. Di pangkuannya terdapat berkas-berkas kasus baru. Pemuda itu memakai jas hitam dengan kemeja abu-abu dan celana kain serta sepatu hitam mengkilap. Di dada sebelah kirinya terdapat name tag bertuliskan Zhang Yixing. Ia sibuk membolak-balikkan berkas itu sesekali menebali tulisannya dengan sebuah stabilo.

"Melelahkan," gumamnya.

Ia menutup berkas itu dan menghirup udara segar yang baru saja diproduksi dari pohon-pohon hijau di dekatnya. Matanya tak sengaja menangkap sepasang kekasih yang tengah bermesraan di bangku taman di depannya. Si Laki-laki memberikan sebuket bunga mawar pada Si Perempuan. Si Perempuan sangat senang dan menerimanya. Si Perempuan iseng mengambil satu tangkai mawar dari buket itu, tapi tangannya tertusuk duri mawar itu hingga berdarah.

"Ouh, hati-hati Chaerin-ah! Duh, sampai berdarah, kan?" Si Laki-laki memeriksa jari telunjuk Si Perempuan yang berdarah itu. Kemudian mengulum jari telunjuk itu untuk mengisap darahnya.

"Mianhae, Jiyoung-ie.." ucap Si Perempuan merasa bersalah.

Yixing yang melihat peristiwa itu tiba-tiba merasa dejavu. Mawar, duri, dan rasa sakit. Ia tak asing dengan ketiga kata itu. Kemudian ia berdiri dari duduknya dan membereskan berkas-berkas pekerjaannya. Ia berjalan menjauh dari sana dengan kepala masih memikirkan hubungan dari ketiga kata itu. Terpintas satu orang di otaknya.

"Hyung..."

.

ROSE

.

Kring! Kring!

"Selamat da...eh, Yixing-ah!"

Suara lembut khas seorang Xi Luhan terdengar saat Yixing membuka pintu toko bunganya. Luhan bukan memakai celemek khas seorang florist, melainkan sebuah jas abu-abu dan kemeja berdasi.

"Lu-ge. Punya bunga mawar?" Yixing bertanya to the point.

"Apa yang tidak ada dari toko ini? Tapi ngomong-ngomong, tumben mencari bunga. Biasanya mengajakku minum," ujar Luhan iseng.

"Kau tahu yang ada di pikiranku lah, Ge. Aku...hanya ingin bermain-main dengan bunga itu," Yixing menaikkan bahunya.

"Jangan-jangan..." Luhan membulatkan matanya dan mendekat ke arah Yixing. "Kau...bertemu dengan..."

"Kau tahu dia tiba-tiba menghilang, Xi Luhan gegeku tersayang,"

"Kau belum bertemu dengannya?"

"Gege tahu sendiri kalau terakhir bertemu dengannya saat di apartemen itu,"

Luhan menghela nafasnya. "Baiklah, tunggu sebentar,"

Yixing tetap berdiri sembari menunggu Luhan yang berjalan ke belakang. Dan tak lama, Luhan kembali dengan setangkai bunga mawar merah di tangannya. "Ini bunganya, Xing. Gratis untukmu. Awas ini kelopaknya gampang jatuh kalau kena angin,"

"Ah, Luhan-ge aku akan membayarnya," ujar Yixing sambil membuka tasnya.

Tapi Luhan menghentikan kegiatan Yixing dan berkata. "Aku yang memberikannya padamu. Ini juga sekaligus doaku agar kau bisa kembali bertemu dengan pemuda berwajah alibi itu,"

Yixing terpaku. Kemudian tersenyum. "Terima kasih, Luhan-ge,"

Yixing berbalik badan dan berjalan mendekati pintu. Ketika ia menarik gagang pintu dan pintu itu terbuka, ia menoleh ke arah Luhan lagi. "Jangan panggil dia 'pemuda berwajah alibi' lagi, Lu-ge!"

"Terus, aku harus panggil dia apa? Psikopat tampan? Hehe," Luhan terkekeh.

Yixing tertawa kecil. "Terserah kau saja, Ge. Urus saja kantor psikiatermu! Aku tak peduli!" Ia kemudian keluar toko dan tak berbalik lagi.

Luhan tersenyum memandang kepergian Yixing. Ia kemudian berjalan menuju meja stan bunga mawar. Tersenyum getir memandang bunga cantik itu.

"Tak ada yang takut padamu lagi, wahai bunga mawar merah. Setidaknya, kaulah yang paling indah untuk menjadi duta pernyataan cinta bagi semua orang. Durimu berguna sebagai pelindung, bukan petaka. Bawa 'dia' pulang ke hadapan Yixing-ku. Aku tahu mereka saling membutuhkan,"

.

.

.

ROSE by Ira Putri

.

.

.

Yixing memandangi air yang mengalir tenang di Sungai Han itu. Rambut hitam legamnya bergoyang terbawa angin sepi-sepoi yang menemaninya. Hari sudah mulai gelap. Matahari sudah tak tampak di ufuk barat. Penerangan diganti dengan lampu-lampu yang tergantung di tiang. Yixing kemudian memandang setangkai bunga mawar itu.

Yixing ingat kalau di tempat ia berdiri ini adalah tempat dimana ia menyatakan cinta pada Junmyeon, kekasihnya yang tiba-tiba hilang. Tatapan sendu terlihat di mata coklat pemuda cantik ini. Yixing teringat akan senyum merekah Junmyeon, rambut yang lembut milik pemuda berwajah malaikat itu, dan wangi sweet rose yang baginya memabukkan pikirannya. Ia ingat itu. Bahkan ia ingat saat wajah kesetanan Junmyeon menakutinya saat kasus di apartemen dekat asramanya dulu.

"Hyung..."

Setetes air mata keluar dari pelupuk matanya. "Hyung kenapa kau menghilang? Hyung kenapa kau pergi meninggalkanku? Aku tahu kalau kau belum mati. Kenapa kau menghindar dariku, hyung?"

Tiba-tiba langit mendung dan hujan turun rintik-rintik. Yixing memutuskan untuk meninggalkan bunga mawar itu di pagar semen pembatas daratan dengan Sungai Han yang luas itu. Ia mundur tiga langkah sejenak, sebelum akhirnya benar-benar meninggalkan tempat itu.

Tanpa Yixing sadari, seorang pemuda berambut blonde mengambil bunga mawar itu dan mengikuti Yixing.

.

ROSE

.

Hujan turun dengan derasnya. Jalanan kota Seoul sepi penduduk. Hanya sedikit orang yang berlarian menghindari hujan. Hujan memang jarang terjadi di kota yang memiliki empat musim ini.

Yixing berdiri di sebuah halte bus untuk menunggu hujan reda. Jas hitamnya basah terkena hujan. Sudah hampir sepuluh menit ia berdiri di sana. Yixing mendesah. Ia ingin cepat-cepat pulang untuk menghangatkan diri. Di saat ia sedang menunggu, ada satu orang lagi yang datang untuk berlindung di halte itu. Yixing tak begitu memperhatikan orang itu, tapi yang jelas Yixing tahu bahwa orang yang baru saja datang itu memiliki rambut berwarna blonde. Mereka diam tanpa interaksi.

"Kenapa hujannya lama sekali?" Yixing mengeluh kesal.

"Tunggu saja sampai reda," ujar pemuda berambut blonde itu.

Yixing menoleh ke arah pemuda itu. Wajah pemuda itu menunduk, dan sebagiannya tertutup masker. Yixing menatap pemuda itu lama, setelah itu berkata. "Baiklah.. Kuharap tidak terlalu lama,"

"Oh, ya? Apa ini punyamu?" Pemuda itu memengeluarkan setangkai bunga mawar. Mawar milik Yixing yang ditinggalkan di Sungai Han.

"D-darimana kau tahu?" Yixing terbelalak.

"Aku menemukannya, lalu mengikutimu. Maaf. Ini kukembalikan," ujar pemuda itu.

Yixing merasa tak asing dengan suara pemuda ini. Tapi siapa? Yixing mengambil bunga itu dan menatap mata pemuda itu. Mata kuaci. Yixing mengenalnya. Perlahan, Yixing mendekat pada pemuda itu. "Aku...seperti mengenalmu.."

"Benarkah?" Mata pemuda membulat, menambah rasa penasaran Yixing memuncak.

"Bisakah kau...membuka maskermu?"

"Eh?"

"Kumohon,"

Setelah Yixing memohon seperti itu, pemuda itu diam sejenak. Lima detik kemudian ia angkat bicara. "Bagaimana kalau kau saja yang membukanya? Aku yakin, kau tahu aku dengan baik,"

Yixing mengiyakan dan perlahan mendekatkan tangannya ke masker pemuda itu. Pemuda itu menutup matanya. Dengan hati-hati, Yixing menurunkan masker yang menutupi sebagian wajah pemuda itu. Yixing kenal hidung mancung pemuda ini. Dan ia sangat kenal dengan bibir merah muda pemuda ini. Yixing menatap keseluruhan wajah pemuda ini. Matanya membulat tak percaya.

"Junmyeon...hyung?"

Pemuda itu membuka matanya. Menatap Yixing dalam. "Zhang Yixing..."

"Tidak mungkin..tidak mungkin Junmyeon hyung. Junmyeon hyung sudah mati.." Yixing mundur untuk menghindari pemuda yang diketahui adalah Junmyeon itu. Yixing mundur sampai keluar halte dan tubuhnya terguyur hujan.

Junmyeon maju untuk mengajak Yixing kembali ke halte. "Yixing-ah, di sana hujan.. Kembali ke sini!"

"Junmyeon hyung sudah mati! Junmyeon hyung sudah mati!" Yixing makin memundurkan langkahnya.

Tak ada pilihan lain, batin Junmyeon. Ia pun maju mendekati Yixing tak peduli bajunya basah kuyup terkena hujan. Junmyeon kemudian menarik pergelangan tangan Yixing untuk mendekat padanya. Setelah itu ditempelkannya bibir Yixing pada bibirnya. Ciuman rindu itupun menaungi mereka dibawah guyuran hujan. Junmyeon tak menyia-nyiakan kesempatan ini untuk melumat lembut bibir Yixing. Entah kenapa Yixing dengan mudahnya membuka bibirnya untuk dijelajahi isinya oleh Junmyeon. Ciuman itu berlangsung lama dan ditemani hujan yang deras. Setelah itu keduanya melepaskan tautan bibir mereka dan menatap satu sama lain.

"Aku belum mati, Yixing. Aku belum mati..." ujar Junmyeon setelah itu.

"Hyung..kenapa kau meninggalkanku? Kenapa kau hilang dariku? Hiks hiks.. kenapa hyung?" Tangis Yixing pecah

"Maaf, Yixing. Maafkan aku. Aku harus menjauh darimu sementara karena penyakitku. Aku tak mau kau terbebani dengan kehadiranku.."

"Sementara? Kau bilang sementara? Sudah empat tahun, hyung!" Yixing membentak.

"Aku tahu, Yixing. Aku tahu..." Junmyeon mulai menitikkan air mata. "Aku harus menyembuhkan kepalaku yang sakit ini. Dan itu tidak sebentar, Yixing.."

Yixing masih diam. Junmyeon mengelus pipi Yixing. "Aku janji. Aku tidak akan meninggalkanmu lagi, Yixing. Karena kaulah cintaku, bunga mawarku. Terima kasih karena kau telah mematahkan kutukan itu. Aku berhutang nyawa padamu,"

"Hyung..."

Junmyeon tersenyum manis. Kemudian mengecup singkat bibir tebal Yixing. "Aku janji, Xing"

"Hyung, kenapa kau mengubah warna rambutmu jadi begitu? Jelek tahu," Tiba-tiba Yixing berkata seperti itu.

Junmyeon memegang rambutnya yang berwarna blonde terang itu. "Oh, ini? Karena aku berencana mengagetkanmu dengan gaya rambutku seperti ini. Bagaimana? Berhasil, kan? Hehehehe,"

"Ahhh~ hyung itu jelek sekali~! Ganti!" Yixing menghentakkan kakinya ke trotoar yang basah itu.

"Tapi masih cinta, kan?"

"Uuhhh~" Yixing menggembungkan pipinya.

Junmyeon tertawa. "Hahaha, baiklah. Aku antar kau ke rumahmu. Jangan terlalu lama disini. Nanti kau sakit," Junmyeon melepaskan jaketnya dan melindungi kepalanya dan kepala Yixing. "Ayo, Xing!"

Yixing mengangguk dan memeluk erat Junmyeon dari samping. Mereka berdua itupun berlarian menembus derasnya hujan di kota Seoul itu. Mereka tertawa bersama yang tersamarkan dengan suara hujan itu. Mereka bahagia tanpa ada lagi gangguan dari orang lain maupun kutukan aneh itu.

.

.

.

"Ayo foto! Ayo foto!"

Sebuah kamera dipasangkan di sebuah tiang penyangga. Di sana terlihat Kris, Kai, Sehun, Luhan, Dio, Tao, Chen, Minseok, Yixing dan Junmyeon sedang merapikan diri. Terutama Kris, Luhan dan Yixing yang memakai atribut kewisudaan kelulusan mereka. Kai membetulkan posisi kamera agar tidak bergoyang.

"Akhirnya kita lulus, Ge!" Yixing tersenyum bahagia pada Luhan. Luhan hanya tersenyum.

"Ayo, ini sudah siap! Ambil posisi!" Kai berseru senang sebelum kemudian berlari bergabung dengan teman-temannya.

Junmyeon berdiri di sebelah Yixing. Mereka saling bertatapan dan tersenyum satu sama lain. Tangan Junmyeon menggenggam erat tangan Yixing. Kai sudah berada di tengah teman-temannya. "Ayo katakan kimchi..."

"Hana, dul...set! Kimchii~~~"

.

.

.

.

.

.

.

END

.


Akhirnyaaaa~~~ Tekor juga nih otak habis nguras buat nyelesain FF ini dan sempat badmood gegara nilai rapot. Maaf ya kalau end chapter ini jelek tapi happy ending kan sesuai janji Ira. Responnya sangat positif sekali. Terima kasih sekali lagi buat kalian para reviewers dan readers sekalian yang telah mendukung karya Ira yang satu ini. Ditunggu aja karya Ira yang selanjutnya. Terima kasih banyak!

.

Salam xoxo, Ira Putri.