So, this is the last chapter guys ^o^

Thank you so much for the review, critiques and opinions, it is very important to me.

Sorry for the wrong types, to the peoples who can't take the out of character in this story, I really am sorry.

And, once again, sooo many thanks to the reader who read my first fanfiction.

For HiruMamo Holic, please wait for my next story. Arigatou gozaimasu Minna! ^o^

.

I don't own the characters. Copyright: Mangaka Eyeshield 21

.

DiyaRi De Present: -STILL THE SAME-

.

.

Chapter 6

Hiruma menggendong Mamori sampai ke apartemennya. Di sepanjang perjalanan, dia terus mendengar Mamori menangis. Tetapi tangisan Mamori tidak membuat Hiruma ikut sedih, dia malah senang mengetahui apa dibalik semua tangisan Mamori. Lelah karena terus menangis, Mamori tertidur di punggung Hiruma. Dia memeluk leher Hiruma erat.

Hiruma meletakkan tas Mamori di atas meja saat mereka tiba di apartemen Hiruma. Masih dengan menggendongnya, Hiruma membuka pintu kamarnya dan membaringkan Mamori di atas ranjang. Hiruma membuka sepatu yang Mamori kenakan dan mulai menyelimutinya. Hiruma hendak meninggalkan Mamori sampai ada sesuatu yang menahan ujung bajunya. Dia berbalik dan melihat tangan Mamori.

"Kamu mau kemana?"

"Keluar."

"Kamu tidak boleh pergi. Jangan tinggalkan aku." ujar Mamori pelan.

"Kau mengigau?"

Mamori menggeleng pelan. "Aku tidak akan melepaskanmu."

Dia benar-benar mabuk, pikir Hiruma.

Kemudian Hiruma tersenyum, kali ini dia benar-benar tersenyum melihat Mamori. "Lucu sekali." sahut Hiruma. Dia melepaskan tangan Mamori lembut dari ujung bajunya lalu berjalan ke sisi lain ranjang dan duduk di sana. "Oke, aku akan di sini. Jadi kau mau apa?"

"Tetaplah di situ." jawab Mamori masih sama pelannya.

"Kau mau aku tetap duduk di sini?" tanyanya heran sambil mengusap rambut Mamori.

Mamori memiringkan tubuhnya ke kanan, menatap ke wajah Hiruma, dan menarik telapak tangannya erat ke bawah kepalanya. "Aku mencintaimu."

Hiruma menggeser selimut di bawahnya dan ikut berbaring di samping Mamori, "Aku tahu." jawabnya sambil mencium kening Mamori. Hiruma menariknya lembut dan merapatkan tubuh mereka. Dia merasakan napas Mamori yang teratur. Hiruma memejamkan mata, merasakan tubuh Mamori di dalam pelukannya. Dia tidak pernah merasa sedamai ini. Hiruma membuka matanya kembali dan melihat ke bawah dan mendapati Mamori sudah terlelap.

.

.

Mamori membuka matanya perlahan. Pemandangan gelap mengelilinginya. Dia merasa hangat di dalam selimut yang mengelilingi tubuhnya dan tangan seseorang di pinggangnya. Mamori mendongak dan melihat Hiruma masih tidur sambil memeluknya. Mamori melihat ke sekeliling dan menyadari kalau dia berada di dalam kamar Hiruma. Dia mengerutkan dahi sambil berpikir kenapa dia bisa berada di sini.

"Youichi." panggil Mamori pelan.

Hiruma bergerak pelan dan membuka matanya perlahan. Dia menyipitkan matanya dan melihat ke bawah, "Apa?"

"Kenapa aku bisa ada disini?"

"Kau mabuk."

"Kenapa kamu juga ada disini?"

"Kau tidak melepaskan tanganku."

Mamori terdiam sebentar lalu berkata, "Kau tidak berbuat macam-macam 'kan?"

"Tidak."

Mamori menyingkirkan selimut dan tangan Hiruma. Dia duduk dan menoleh, "Kau tidak bohong?"

"Ya." jawab Hiruma singkat dan langsung menambahkan, "Bagaimana aku bisa berbuat macam-macam padamu kalau kau terus menempel padaku dan aku sama sekali tidak bisa bergerak?"

Mamori merona dan memalingkan wajahnya dari Hiruma, "Lucu sekali." katanya sambil bangun dari tempat tidur.

"Mau kemana?" tanya Hiruma dan segera menangkap tangan Mamori.

Mamori melihat ke pergelangan tangannya. "Kenapa aku harus meneruskan tidurku disini bersamamu?" tanya Mamori balik.

Hiruma duduk dan menarik tangan Mamori sehingga membuatnya terduduk di depannya. "Kenapa tidak?"

Mamori menghela napas menyerah, "Kenapa aku harus?"

"Karena aku memintamu." jawabnya santai memamerkan giginya dan masih tetap memegang tangan Mamori.

"Ya ampun Youichi," ketus Mamori, "Kau tidak berhak memaksaku."

Kali ini Hiruma memandang tajam dan mengancam. "Kau tidak ingat heh, apa yang kau katakan padaku di restoran semalam?"

Ya, Hiruma Youchi yang biasa sudah kembali, dan Mamori memandang lebih galak. "TI-DAK."

"Aku tidak percaya."

"Baiklah," Mamori menyerah, "coba katakan apa yang sudah kukatakan kepadamu tadi malam?" tantang Mamori.

"Kalau aku mengatakan aku mencintaimu, apa segalanya akan berubah?" jawab Hiruma seolah sudah hapal dengan kata-kata itu di otaknya.

Mamori mengerjapkan mata kaget dan terdiam memikirkan kata-kata Hiruma, kata-kata itu seolah bisa membuat Mamori meneteskan air matanya saat itu juga, mendengar kata cinta dari Hiruma, "Kau mencintaiku Youichi?"

"Bukan aku, bodoh! Kau yang mengatakan itu kepadaku!"

"Tidak mungkin. Kau berbohong." balasnya singkat dan hendak bangun namun kaki panjang Hiruma dijulurkan ke atas paha Mamori sehingga menahannya untuk berdiri. "Youichi!"

"Kau tidak bisa pergi." Hiruma berubah serius. Sedangkan Mamori berusaha membebaskan kakinya dari beban kaki Hiruma yang menahannya. Setelah berhasil, Mamori menyilangkan kakinya dan menghadap Hiruma. Dia hendak memarahi Hiruma tetapi suara Hiruma langsung menyelanya. "Katakan lagi."

"Apa?" tanya Mamori.

"Katakan lagi apa yang kau katakan kepadaku itu."

"Untuk apa? Aku tidak mau."

"Apa kau tidak ingin mengetahui jawaban dari pertanyaanmu?"

"Aku bahkan tidak ingat kenapa aku menanyakannya."

"Aku akan pergi ke Amerika."

Satu kalimat itu membuat Mamori mendadak diam. Untuk kesekian detik berikutnya dia menunduk, dan segala kenangan yang terjadi kemarin mulai teringat kembali. Mamori mabuk. Dia menangis dan tidak tahan dengan kenyataan bahwa Hiruma akan pergi ke Amerika, tanpa mengatakan alasannya. Dan dia menyatakan cintanya kepada Hiruma, di depan yang lainnya. Semalam pun, dia mengatakannya lagi dan memaksa Hiruma untuk menemaninya. Sekarang Mamori benar-benar malu saat teringat dengan semua itu.

"Kau sudah mengingatnya." ujar Hiruma menyadari wajah Mamori yang mulai merona.

"Untuk apa kamu ke Amerika?" tanya Mamori tidak melihat ke arah Hiruma, dia masih tetap menunduk.

"Pelatih si pendek ingin merekrut pemain baru dan menawarkan pelatihan khusus."

"Yamato-kun juga?" Mamori mulai melihat Hiruma kembali.

"Ya, dan si gendut juga."

"Berapa lama?"

"Empat bulan." Jawab Hiruma dan dengan cepat menambahkan, "Aku tidak punya siapa-siapa di sini. Jadi sepertinya aku juga akan pindah."

Mamori merasa hatinya remuk dan mencoba untuk menenangkan perasaannya.

Dia tidak punya siapa-siapa disini? Batin Mamori mengulang kata-kata Hiruma. Dia tidak berarti apa-apa untuk Hiruma. Mamori tidak berhak menghalangi Hiruma mengejar mimpinya. Dia tidak bisa melakukan itu.

"Kau akan meninggalkanku?" tanya Mamori.

Hiruma tidak menjawab.

Kali ini kesedihan mulai membanjiri Mamori lagi, dia tidak bisa menahan air matanya. Mamori tidak tahu dengan pasti kenapa dia menangis. Mengetahui fakta kalau Hiruma akan pergi meninggalkannya atau karena dirinya sama sekali tidak berarti untuk Hiruma.

Hiruma yang terdiam melihat Mamori menangis di depannya, akhirnya berkata, "Kalau kukatakan aku juga mencintaimu, apa kau ingin kita berubah?"

Mamori tidak menjawab dan hanya mengusap air matanya. Dia merasakan telapak tangan Hiruma menangkup kedua pipinya dan dia mencium bibir Mamori lembut dan cepat.

"Kau tidak boleh sembarangan menciumku!" protes Mamori. "Kau mengatakan cintamu dengan menggunakan syarat, kamu tidak tulus!"

"Kalau begitu, kau ingin kita tetap seperti dulu?"

"Ya." jawab Mamori tegas. "Aku ingin kita seperti dulu."

Belum sempat Mamori menutup mulutnya, Hiruma sudah menciumnya lagi. Mamori merasakan lidah Hiruma bermain di dalam mulutnya, membuatnya ikut terhanyut dan melingkarkan tangannya ke leher Hiruma. Sedangkan Hiruma terus menahan punggung Mamori agar tidak menjauh. Mereka berdua tidak mau melepaskan ciumannya. Hiruma membaringkan tubuhnya dan ikut menarik Mamori ke atasnya. Mamori tidak pernah menyangka mencium Hiruma seperti ini bisa lebih nikmat dari pada memakan creampuff.

Entah sudah berapa lama mereka berciuman dan Mamori sedikit kecewa ketika Hiruma melepaskan ciumannya. "Kau tidak jujur bodoh." katanya menatap mata biru Mamori lalu mengecup bibirnya lagi.

Mamori menaruh kepalanya di dada Hiruma. Dia bisa mendengarkan detak jantung lelaki itu yang berdetak dengan cepat, atau mungkin itu suara detak jantungnya sendiri. Dia tidak yakin.

Hiruma memeluk Mamori di atas tubuhnya, "Sudah lama aku ingin memelukmu seperti ini." katanya sambil menggulingkan tubuh Mamori ke samping sehingga Hiruma dapat memeluk Mamori dengan tangan dan kakinya.

"Kenapa tidak kamu lakukan dari dulu?" tanya Mamori menaruh lengannya ke pinggang Hiruma.

"Aku rasa lelaki dan perempuan yang berteman, tidak berpelukan seperti ini."

"Sampai sekarang kita juga masih tetap teman. Memang ada yang berubah?"

Hiruma berpikir dan melihat ke bawah memandang Mamori yang mendongak menatapnya. "Ah ya. Kau benar. Aku tidak butuh seorang pacar. Karena kau akan menjadi teman hidupku untuk seumur hidup. Kau keberatan?"

Mamori tersenyum. "Tentu saja tidak." katanya membenamkan kepalanya kembali ke dalam pelukan Hiruma. "Kamu benar-benar rumit sekali Youichi." tambahnya.

"Tapi aku masih akan tetap pergi ke Amerika."

"Ya, aku tahu. Sekeras apapun aku memintamu, kamu pasti tetap akan pergi."

Hiruma tersenyum, "Kalau begitu, harusnya kau tidak memaksaku. Kau hampir membuatku berubah pikiran."

Mamori mendongakkan kepalanya lagi, kali ini dia yang mencium bibir Hiruma dan berkata, "Sebagai gantinya, aku tidak akan menunggumu. Jadi aku bisa mencari lelaki lain."

Hiruma membeku. Dia menatap tajam ke mata Mamori dan saat itu juga tawa Mamori meledak.

"Wajahmu lucu sekali Youichi!"

"Oh ya, bagus." sahut Hiruma. "Kalau kau berbuat begitu, berarti aku tidak akan melepaskanmu dan mengancammu dengan cara apapun agar kau kembali menjadi milikku."

Mamori memeluk Hiruma lebih erat. Lelaki ini miliknya dan dia tidak akan melepaskannya. "tanpa kau paksa pun aku akan tetap menunggumu, bodoh."

Hiruma tidak berkata apa-apa lagi setelah mendengar kalimat terakhir Mamori. Dia menarik selimut sampai menutupi mereka lagi dan membiarkan kehangatan itu tetap berada disana. Tidak ada satu pun yang ingin melepaskan dan beranjak dari tempat tidur sehingga membuat Hiruma memejamkan matanya kembali dan mencium ujung kepala Mamori, "Aku mencintaimu."

END

.

Thank you !