I don't own the characters. Copyright: Mangaka Eyeshield 21

Original artwork of cover book is not mine. Just modified it.

DiyaRi De present STILL THE SAME

Chapter 1

Mamori berlari kecil ke arah depan stasiun yang berjarak sekitar satu setengah kilo meter di depannya, sambil menutupi kepalanya dengan tas untuk menghindari hujan. Mamori benar-benar lupa kalau sekarang sudah memasuki musim penghujan sebelum menapaki musim panas sekitar dua minggu lagi. Sebenarnya bukan karena pergantian musim yang menyebabkan Mamori lupa membawa payung ―sebab dia selalu membawa payung di dalam tasnya, tapi karena semalam dia mengeluarkan payung tersebut lalu lupa untuk memasukannya. Sungguh ceroboh dan sialnya dia hari ini. Oh ya, bagaimana tidak saat kamu selalu membawa payung di tas tapi tidak penah hujan, dan giliran sekali tidak membawanya, kamu malah terjebak hujan.

Mamori berhenti sejenak di depan sebuah mini market karena menyadari hujan yang kian deras dan baju yang dikenakannya pun sudah basah tidak karuan. Terlintas sebuah ide saat dia melirik sekilas ke dalam mini market, Mamori tersenyum lega sedikit lalu mengambil dompet di tasnya dan melihat isinya. Dia mendesah. Lengkap sudah hari ini, batinnya. Uangnya hanya cukup untuk ongkosnya naik kereta dan sisanya tak akan cukup untuk membeli payung baru.

Hujan semakin deras dan tidak ada tanda-tanda akan segera berhenti. Mamori mengambil ponsel di tasnya untuk melihat jam. Kerutan di dahinya bertambah dan kesialan hari ini pun ternyata belum usai. Mamori tidak menyadari sudah berapa lama dia berdiri di depan mini market ini, dan dia melupakan fakta bahwa kereta terakhirnya sudah lewat sepuluh menit yang lalu.

Hujan sialan.

Tentu saja dia hanya mengucapkan kata itu di dalam hatinya, dan bukan juga karena hujan semata yang menyebabkan kesialannya hari ini. Mamori merogoh ponselnya lagi dari dalam tas dan hanya ada satu ide yang terlintas dalam kepalanya saat itu juga. Dengan segera dia menekan nomor tujuh di panggilan cepatnya dan beberapa detik itu juga telepon langsung di angkat.

"Jemput aku."

Orang di seberang terdiam membisu mendengar ―apa yang dianggapnya sebagai sebuah perintah, dan Mamori pun berkata untuk menyadarkannya, "Youi―"

"Apa? Kau kira aku pembantumu, sialan!" ketus orang di seberang yang bernama Hiruma Youichi tersebut.

"Oh ayolah. Kapan memangnya aku pernah menyuruhmu sebelumnya?" ujar Mamori dan bisa merasakan Hiruma mendengus sebal di seberang teleponnya.

"Dimana kau sekarang?"

"Di mini market dekat stasiun." jawabnya singkat dan langsung menambahkan sebelum orang yang diminta tolongnya itu menanyakan hal yang sudah pasti akan ditanyakannya, "Aku ketinggalan kereta terakhir. Hujan sangat deras dan aku lupa membawa payung. Tolonglah jangan bertanya apa pun karena aku sangat lelah dan kedinginan di sini!"

"Sialan! Aku bahkan belum menanyakan satu pertanyaan pun kepadamu!" protes Hiruma. "Tunggu di situ dan masuklah ke dalam. Beli sesuatu yang hangat untukmu. Aku akan menjemputmu."

.

.

Hiruma mengambil dua jaket dari dalam lemari dan mengenakan keduanya di tubuhnya. Dia keluar kamar dan berjalan ke pintu mengambil dua helm yang dia letakkan di atas rak sepatu. Ya, Hiruma punya sepeda motor, dan jangan bertanya sejak kapan dia membelinya, kalau memng benar dia yang membelinya. Hanya Tuhan dan diinya lah yang tahu.

Hiruma melajukan motornya ke stasiun yang berjarak dua blok dari apartemennya. Hujan memang cukup deras untuk menghalangi penglihatannya ke jalanan dan Hiruma harus mengendarai motornya dengan sangat hati-hati, atau gadis yang sudah dikenalnya selama hampir tujuh tahun itu akan was-was apabila sesuatu hal buruk menimpanya. Hiruma bukannya takut membuat Mamori khawatir akan dirinya, dia cuma tidak mau mendengar celotehan dan nasehat yang tiada habisnya dari mulut gadis itu, dan dia sudah sangat bosan mendengarnya.

Hiruma memarkirkan motornya di depan mini market dan berlari membawa helm ke arahnya. Pintu mini market terbuka otomatis dan dia segera mencari sosok gadis berambut cokelat di dalamnya.

"Youichi."

Hiruma mendengar namanya dipanggil dan segera menengok ke asal suara. Dia melihat Mamori yang tidak tersenyum kepadanya dan wajahnya tampak lelah. Dia melihat baju lengan panjang gadis itu basah, dan untungnya baju itu cukup tebal sehingga tidak memperlihatkan sesuatu yang ada di dalamnya.

Hiruma berjalan menghampiri Mamori dan ikut duduk di atas kursi tinggi di sebelahnya. Dia meletakkan helm yang dibawanya ke atas meja, melepaskan helmnya sendiri dan jaketnya yang basah kemudian meletakkannya di samping helm itu.

Mamori mengesap kembali kopi moca hangat yang sedari tadi di pegang dengan kedua tangannya. Mamori memperhatikan Hiruma membuka jaket kedua dan melihatnya menyodorkan jaket tersebut. Mamori menerima jaket itu tanpa berkata dan langsung mengenakanya. Semburan hangat dari jaket itu membuat Mamori merasa nyaman walaupun jaket itu sangat kebesaran untuk tubuhnya.

"Sudah?" tanya Hiruma setelah melihat Mamori selesai memakai jaketnya. Mamori hanya menggelengkan kepala dan menunjuk minumannya yang masih tersisa setengah. "sedang apa kau di kampus sampai larut begini?" tanya Hiruma sedikit kesal.

Mamori berpikir sejenak sebelum menjawab, "aku ketiduran di ruang klub."

"Lucu sekali kau. Aku serius."

"Kamu kira aku bercanda. Aku tahu hari ini kita tidak ada latihan dan aku hanya ingin menengok sebentar ke sana. Aku melihat ruangan itu kotor sekali, dan baju-baju kalian berserakan dimana-mana. Tak bisakah kalian sedikit rapi saat aku izin latihan sehari saja?" protes Mamori.

"Aku tidak memintamu untuk membersihkannya sekarang. Lagipula, kenapa kau protes kepadaku? Lampiaskan marahmu pada anak-anak sialan itu." jawab Hiruma berusaha agar suaranya tidak terlalu tinggi. "dan kau tidak akan ketinggalan kereta kalau kau tidak menyempatkan diri untuk tidur dulu di ruang klub."

Mamori hanya bisa cemberut mendengar komentar terakhir Hiruma.

"sudahlah, ayo pulang." ujar Hiruma lagi sambil memasangkan helm ke kepala Mamori. Menarik Mamori berdiri dari kursinya lalu mengaitkan resleting jaket dan menariknya sampai ke leher Mamori.

"Tapi hujan belum reda." ujar Mamori. "bagaimana kalau kita ke apartemenmu dan menunggu di sana?"

Hiruma tersenyum memamerkan giginya dan berkata, "Kau tahu, orang bisa salah paham kalau mendengarmu berkata seperti itu."

"Tapi mau bagaimana lagi? Kita akan basah kuyub di motor kalau pulang ke rumahku sekarang." Hiruma tidak menjawab apa-apa dan sedang dilema di pikirannya. Bagaimana pun Hiruma adalah lelaki normal dan sehat. Tetapi ini bukan pertama kalinya Mamori datang ke apartemennya, dan yah, mereka hanya berteman dan tidak mungkin terjadi apa-apa. "Aku akan telepon ibuku."

Mamori melepas helmnya lagi dan mengambil ponselnya. Setelah tersambung, dia menjelaskan situasinya kepada ibunya di telepon. Sedangkan Hiruma kembali memakai jaket dan helmnya. Segera setelah Mamori memutuskan teleponnya, mereka keluar dari mini market dan melajukan motor menuju apartemen Hiruma.

.

.

"Ya ampun. Dingin sekali." sahut Mamori ketika melewati pintu apartemen Hiruma dan meletakkan helm di atas rak sepatu. Melepaskan sepatu dan menggantinya dengan sandal rumah yang berbentuk kepala kelinci dengan telinga biru ―yang sudah tentu adalah miliknya yang sengaja dia simpan di apartemen Hiruma.

Hiruma menutup pintu di belakangnya dan melakukan hal yang sama, "Akan kuambilkan sweater-ku dan segera ganti bajumu."

Mamori melepaskan jaketnya ke sandaran kursi meja makan dan mengikuti Hiruma sampai di depan pintu kamarnya. Hiruma muncul dengan membawa sweater berwarna hijau army dan celana panjang training miliknya. Mamori bergegas ke kamar mandi karena tidak tahan dengan baju dan celananya yang sudah sangat basah. Setelah berganti, Mamori menyampirkan pakaiannya ke towel stand yang ada di samping kamar mandi. Dia melihat Hiruma sudah menganti pakaiannya dengan kaos dan celana panjang hitamnya, dan duduk dengan santai sambil memegang remote di tangannya.

Mamori melangkahkan kakinya menuju dapur dan membuka kabinet di atas kepalanya sambil berteriak pelan, "Kamu sudah makan, Youichi? Atau mau aku buatkan kopi?" tanya Mamori kemudian mengambil ramen cup dari dalam kabinet.

"Buatkan aku kopi." jawab Hiruma dari ruang tengah.

Lima menit kemudian Mamori keluar dari dapur. Dia meletakkan kopi di meja tv depan Hiruma duduk dan menjatuhkan dirinya di samping Hiruma dengan menyilangkan kedua kakinya di atas sofa, lalu mengesap ramen ke dalam mulut. "Aku tidak pernah menyangka makan ramen cup akan terasa senikmat ini." ujarnya sambil terus menikmati ramen tersebut.

"Kau itu lapar atau rakus, heh? Aku yakin pengikut setia sialanmu itu akan kabur kalau melihatmu makan dengan cara barbar seperti itu." sahut Hiruma nyengir.

Mamori terus melanjutkan makannya seolah tidak mendengarkan perkataan Hiruma.

"Kapan terakhir kali kau makan? Kau mau menghabiskan persediaan makananku ya?" tanya Hiruma lagi sambil melihat satu ramen cup lain di atas meja yang tadi dibawa Mamori.

Mamori menghabiskan suapan terakhir ramennya dan berkata, "Oh ya? Punyamu? Coba ingat-ingat kapan terakhir kali kamu pernah membeli ramen cup?" serang balik Mamori sambil menaruh ramen cup yang sudah habis dan menggantinya dengan yang masih penuh.

Oke, Hiruma tidak ingat dan itu memang bukan miliknya. Dan dia tidak peduli sejak kapan Mamori mulai menyimpan barang-barang miliknya di apartemen Hiruma. Mulai dari sendal kelincinya, helm yang sengaja dia dibeli, cangkir, bantal duduk, dan tentunya tidak termasuk baju, celana, atau pakaian dalamnya. Kalau benar, Hiruma bisa gila.

"Peduli setan." balas Hiruma. "Kau sudah meninggalkannya di sini. Berarti itu sudah menjadi propertiku."

Hiruma kembali mengalihkan perhatiannya ke telivisi. Dan dalam beberapa menit, Mamori telah menyelesaikan makannya, berjalan ke dapur untuk membuang sampah dan mencuci tangan. Saat kembali, dia melihat Hiruma duduk di karpet dan menyandarkan punggungnya ke sofa. Hiruma meluruskan kaki kirinya sehingga ujung kakinya berada di bawah meja dan kaki kanannya ditekuk untuk menopang senapan kesayangnnya sambil membersihkan senapan itu. Hiruma mengusap-usapnya dengan kain seolah senapan itu baru saja digunakan untuk menebak sesuatu. Binatang, atau mungkin orang. Mamori tertawa dalam hati. Hal itu tidak mungkin. Karena Hiruma tidak pernah membunuh orang sekali pun.

Mamori duduk kembali ke atas sofa, melihat Hiruma melakukan kegiatan rutinnya. Mamori melihat senapan itu. Senapan yang menjadi kesayangan Hiruma, yang selalu dipegang setiap hari, dibersihkan, disentuh, dibelai dengan tangan Hiruma. Oh Tuhan. Mamori pasti sudah tidak waras kalau sampai memikirkan hal itu.

Mamori menyandarkan kepalanya ke lengan sofa, dan masih terus memerhatikan Hiruma. Gerakan naik turun tangan Hiruma yang membersihkan senapannya membuat Mamori seolah terhipnotis dan dia perlahan memejamkan matanya. Dan dalam beberapa detik, Mamori sudah terlelap.

.

.

Sekitar sepuluh menit, Hiruma selesai membersihkan senapannya. Hiruma berdiri dan meletakkannya kembali ke pojok ruangan. Dia berbalik dan melihat ke arah sofa. Dia mendapati Mamori tertidur di sana dengan bantal duduk miliknya. Hiruma menghela napas. Dia mematikan televisi dan berjalan menghampiri tas Mamori yang ada di meja makan. Dia merogoh ponselnya dan segera menelepon Anezaki Mami. Hiruma memberitahukan kalau Mamori akan menginap malam ini karena hujan yang tidak juga reda dan keadaan Mamori yang sudah tidur lelap di sofanya.

"Lagi?" tanya Anezaki Mami tidak percaya.

"Maafkan aku Anezaki-san." ujar Hiruma pelan di depan jendela apartemennya sambil melihat peandangan di luar.

"Oh, aku tidak menyalahkanmu Hiruma-san. Aku hanya heran dia sering sekali ketiduran di tempatmu." balasnya dan Hiruma bisa mendengar helaan napasnya. "Ya sudah kalau begitu. Untungnya besok hari sabtu."

"Terima kasih sudah mengizinkan. Karena aku tidak tega membangunkannya yang tertidur seperti itu."

Anezaki Mami tertawa dan berkata, "Jaga dia Hiruma-san. Kau tahu aku mempercayaimu."

Hiruma tersenyum lembut. Ya, sang setan tersenyum lembut dan memastikan tidak ada satu pun yang melihatnya. "Tentu saja Anezaki-san. Selamat Malam." Hiruma memutus teleponnya setelah Anezaki Mami dan memasukan kembali ponsel Mamori ke dalam tasnya.

Hiruma mengambil selimut dan bantal dari dalam kamar. Dia menyelimuti Mamori yang tidur di sofa dan menaruh bantal di atas karpet depan sofa. Hiruma Ikut tidur di samping Mamori di atas karpet.

To Be Continue

Catatan Kecil:

Tidak tahu harus mulai dari mana. Tapi perkenalkan, aku DiyaRi De, penulis baru di sini. Tapi bukan orang baru di dunia ini. Aku menjuluki diriku sebagai 'pembaca setia fanfic yang tidak pernah punya akun'. Hehehe... Akhirnya, baru sekarang membuatnya dan menulis cerita pertama.

Pastinya masih banyak kesalahan di sana sini. Banyak Typo, cerita yang pasaran, atau mungkin, out of characters.

Sangat membutuhkan kritik dan saran, apalagi pujian. Hehehe XD

Jadi, please Read n Review ^0^

Terima Kasih