Suara mesin cuci yang berderak.

Getaran yang diakibatkan oleh sang mesin pembersih pakaian.

Dan licinnya sabun cair berwarna biru bening.

Menjadi candu tersendiri untuk sang Naga yang tengah melahap kudapan malamnya hari itu.

.

.

.

Washing Time

.

.

.

...

"Saat kau tahu bahwa hari ini adalah giliranmu untuk mencuci pakaian. Mungkin lebih baik kau memilih untuk kabur saat itu juga. Sebelum ada sesosok sunbae mesum yang hendak menyerangmu di tengah malam."

...

Dan Huang Zi Tao menyesal kenapa ia tak pernah mematuhi perintah Byun Baekhyun yang berkata demikian.

.

.

.

EXO itu milik agensi yang menaunginya

Sedang fanfiksi jelek ini punya author abal yang mengaku bernama autumnpanda

.

Ini ada unsur Yaoi-nya (mengingat ada adegan ranjang dua lelaki yang tak pantas dibaca oleh anak kecil). Kopelnya Kris sama Tao (mereka otp saya betewe). Rated-nya M (jadi kalo ga kuat, mending jangan dibaca). Twoshot (karena kalo oneshot kayanya kepanjangan). Ceritanya absurd (itu pasti). SMUT. Dan Bondage *nyengir*.

.

Persembahan spesial buat Riszaaa (yang pernah mencak-mencak gegara liat pidionya Jitao ama neng Tipani), Miettenekomiaw (yang pengen tahu tingkat kemesuman saya sampe taraf mana), dan spesial pake banget buat—diri gue sendiri (karena beberapa waktu yang lalu usia gue bertambah, dan kayanya udah cukup matang dalam membuat NC) *dorr*. Tak lupa juga, fanfiksi ini saya buat secara khusus untuk para KTS yang merindukan fanfic 'anu' mereka *ngek*.

.

Selamat membaca. Dosa mari kita tanggung sama-sama *orz*

.

.

.

Washing Time

.

.

.

Jam berbentuk oval berwarna merah dengan strip hitam yang menggantung di dinding koridor menunjukkan waktu hampir tengah malam—23.45 lebih tepatnya. Dan Kris Wu, si pemuda berambut pirang yang menjadi siswa tahun terakhir "SM High School", sekaligus Ketua Asrama khusus laki-laki tersebut, harus bisa meredam emosinya yang sudah sampai di ubun-ubun. Ketika Zhang Yixing—teman sekamarnya, sekitar sepuluh menit yang lalu tiba-tiba saja menendang pantat datarnya saat ia masih enak-enaknya bermimpi, menyuruhnya bangun, dan langsung melempar wajah menawannya itu dengan setumpuk pakaian yang berbau sangat menyengat.

Yah, bukan salah Yixing yang melempar pakaian itu juga sih kalau baju-baju itu ternyata milik Kris sendiri.

"Cepat cuci pakaianmu sekarang juga. Atau aku akan membakarnya di halaman belakang gedung asrama."

Demi apapun—yang Kris percayai seumur hidupnya. Ia belum pernah sama sekali mendapati sang ketua Dancer Club itu berwajah layaknya monster kuda kanibal yang sangat mengerikan macam tadi.

Dan seharusnya Kris bisa memaklumi tingkah Yixing barusan, mengingat pakaian kotor yang sekarang sedang ia bawa tersebut, sudah hampir seminggu lamanya belum ia cuci-cuci juga.

"Kuda sialan.."

Kris merutuk sebal dengan kedua alisnya yang mengerut tak suka. Tapi mau bagaimana lagi? Ia tak mungkin melawan kehendak Yixing yang sudah seperti perintah mutlak, walaupun sebenarnya ia bisa saja balas menendang bocah pendek itu sampai keluar jendela kamar.

Tapi tidak.

Kris masih sayang dengan nyawanya sendiri. Ia tidak mau jika keesokan harinya ia akan digantung di salah satu dahan pohon di halaman gedung asramanya oleh seseorang siswa bermarga "Kim".

Tidak, dan terima kasih.

"Sampai."

Kris mendongakkan kepalanya sebentar ketika ia sudah sampai di tempat tujuan.

Ia pandangi pintu sebuah ruangan di ujung koridor lantai dua asramanya yang ditempeli berbagai macam kertar HVS dengan tulisan-tulisan yang wajar, seperti; "HEMAT LISTRIKNYA", "JANGAN TERLALU BOROS MENGGUNAKAN SABUN", "MATIKAN KERAN JIKA TIDAK DIGUNAKAN" dan sebagainya.

Kris mendengus geli. Merasa jika kertas-kertas tadi sebenarnya hanyalah sampah. Merusak pemandangan saja. Begitu pikirnya.

Pria dengan tinggi tubuh nyaris dua meter itu mengulurkan tangan kanannya ke depan. Membuka kenop pintu yang tertutup. Dan ketika Kris sudah sampai ke dalam, ia kemudian menutupnya kembali.

Di dalam ruangan ada tiga mesin cuci yang berdiri bersampingan. Dan salah satunya ada yang sedang melakukan tugasnya, mencuci pakaian. Kris memandang mesin cuci yang tengah bekerja itu dengan alis mengerut, mendapati stiker besar berwarna pink mencolok dengan tulisan "MILIK KLUB CHEERLEADER, KALAU SUDAH SELESAI TOLONG HUBUNGI KAMI SEGERA. SARANGHAE, MUAH!"

Dan Kris nyaris muntah saat ia membaca kalimat terakhir stiker tersebut. Ia berani bersumpah jika dia lebih memilih untuk mencium kaus kaki Yixing daripada membaca tulisan laknat seperti tadi. Wanita itu menjijikkan, batinnya sadis.

Tapi tak lama kemudian dahi Kris berkedut heran. Milik klub cheerleader katanya? Kenapa pakaian milik klub pemandu sorak—yang otomatis anggotanya para gadis—itu bisa berada di ruang cuci asrama khusus pria sekarang?

Hm, sepertinya Kris harus menemui Victoria—ketua asrama wanita—ke esokan harinya untuk meminta pertanggung jawaban (sekaligus ganti rugi akan biaya sabun, listrik, dan air, tentu saja).

Drakh

Drakh

Drakh

Suara mesin cuci yang tengah bekerja membuat Kris kemudian berjalan mendekati dua mesin cuci lainnya yang terlihat masih diam. Tak melakukan apa-apa. Walaupun salah satu mesin cuci tersebut pada bagian atasnya terdapat sebuah bak plastik yang berisikan beberapa pakaian kotor, dan sebuah stiker lain yang bertuliskan; "MILIK ANAK KELAS SATU", sebagai pertanda bahwa mesin cuci itu sudah ada yang mengklaim-nya.

Pemuda Wu itu menghela nafas panjang. Mau tak mau ia harus memilih mesin cuci ke tiga, yang tetap anteng, dan menunggu kehadirannya untuk segera digunakan.

Kris kemudian meletakkan bak plastik yang ditentengnya itu ke atas mesin cuci, dan mulai memeriksa pakaian-pakaiannya, berharap ada segumpal uang recehan yang tertinggal di salah satu saku celana ataupun kemeja miliknya. Dan sayangnya harapan Kris tak berjalan sesuai keinginan.

Pemuda berambut pirang gelap itu hanya bisa menemukan sebuah lakban yang tinggal separo di salah satu saku celana olahraga-nya. Sebuah kertas terlipat yang berisikan rumus integral matematika (yang ia gunakan sebagai hafalan *coret*contekan*coret* di kuis Sir Cho minggu kemarin). Dan beberapa bungkus permen mint yang isinya saja sudah berpindah tempat menuju septic tank.

Kris bahkan lupa, kapan ia pernah menyimpan sampah-sampah berharga itu di pakaiannya.

Cklek

Kenop pintu kembali terbuka. Mengejutkan Kris yang saat itu tengah memegang boxer pink bergambar Patrick Star miliknya—hadiah balasan dari Chanyeol karena dia pernah memberinya boxer Sponge-bob—dan membuatnya harus menolehkan kepalanya menatap sang pelaku 'pembuka pintu ruang cuci'.

Ada sosok Huang Zi Tao yang berdiri di ambang pintu sembari menatapnya.

Sosok bocah bermata panda yang Kris kenal saat ia pernah secara tak sengaja mengintipnya yang sedang mandi, dan langsung menghajar Kris saat itu juga dengan bogem mentah di pipinya.

Kris mendengus, dan menggulirkan tatapan matanya menghindari tatapan tajam si bocah bermarga Huang.

Bukan rahasia umum jika dua pemuda bertubuh jangkung itu tak pernah akur satu sama lain semenjak insiden 'intip-mengintip' tersebut.

"Tak ada sopan santun seperti biasa Huang?"

Kris bertanya dengan nada jengkel. Ketika Huang Zi Tao kini sudah berdiri tepat di sampingnya. Dan melakukan hal serupa dengannya—memeriksa pakaian kotornya sebelum dicuci.

Pemuda yang kerap dipanggil Tao itu bungkam. Tak berniat membalas perkataan sang sunbae yang ia juluki "Naga Mesum". Ia hanya ingin terfokus dengan kegiatan sakralnya memeriksa pakaian, berharap ia akan menemukan sekeping uang logam sisa uang sakunya. Dan, entah ini jodoh atau kebetulan saja, tapi sepertinya Tao juga berpikiran sama seperti Kris.

"Sedang mencuci, sunbae?" balas Tao kemudian, saat dirasanya ruangan cuci itu terkesan seram karena hanya ada suara derak mesin cuci, dan suara detakan jarum jam yang berada di luar sana.

"Kau pikir aku sedang apa Huang? Bangun tengah malam karena ketahuan mimpi basah dan terpaksa mencuci celana dalamku saat tidak ada yang tahu?"

Kris bertanya sekali lagi. Kali ini tepat ketika Tao sedang memegang celana dalam berwarna hitam milik si pemuda panda. Sukses membuat urat-urat kekesalan muncul di belakang kepala Tao.

"Jangan salah paham, sunbae. Aku hanya ingin mencuci pakaianku seperti biasa. Dan bukan mauku juga bertemu denganmu di sini saat sunbae baru saja mendapat tendangan mesra dari Yixing-gege.."

Kedua bola mata keemasan Kris membelalak lebar. Terkejut karena bagaimana bisa hoobae-nya ini bisa tahu kejadian memalukan yang baru saja menimpanya.

"Jangan kaget seperti itu. Kebetulan tadi aku mendengar suara teriakan Yixing-gege yang menunjukkan betapa joroknya sang Ketua Asrama kita ini." ujar Tao kemudian—menjawab kebingungan Kris, membuat sang senior langsung mengutuk Yixing dengan berbagai macam sumpah serapah.

Gara-gara pemuda kuda itu dia harus merelakan kelakuan buruknya dalam hal kebersihan terbongkar. Dia bahkan bingung mau ditaruh dimana harga dirinya yang tinggal secuil ini.

"Kali ini kau menang, Huang.." keluhnya, membuat Kris mendapati sebuah seringai bangga yang terpatri di bibir curvy Tao.

"Sudah seharusnya, sunbae.."

Dan diam kemudian melanda dua insan yang bertolak belakang—dalam hal penampilan dan juga warna rambut—ini.

Tao terlihat mulai membuka penutup mesin cuci yang ada di depannya, dan kemudian mengisi mesin itu dengan air yang mengucur dari selang, lalu ia mulai memasukkan pakaian-pakaian kotornya saat dirasanya tinggi air di dalam mesin cuci sudah lebih dari cukup.

"Sepertinya itu bukan pakaianmu."

Seru Kris tiba-tiba, sembari menunjuk setelan jas mewah yang sedang dipegang Tao, sebelum akhirnya pemuda itu melemparkannya ke dalam mesin cuci.

"Oh, sepertinya sunbae hafal sekali pakaian milikku—" ujar Tao, membuat Kris menyesal kenapa ia harus berkata seperti itu padanya.

"—ini properti milik klub drama yang kupinjam saat pentas seni kemarin." lanjutnya, dan Kris hanya menganggukkan kepalanya tak peduli.

Ingatan kedua siswa SM High School itu kemudian melayang pada acara pentas seni peringatan ulang tahun sekolah mereka. Dimana Kris mendapat gelar kehormatan sebagai Student Of The Year, dan Tao berkesempatan menunjukkan kebolehannya menari bersama Tiffany Hwang, salah satu siswi tercantik di sekolah mereka.

Kris hanya memasang wajah datar seperti biasa. Menganggap gelar yang di-idam-idamkan seluruh siswa itu merupakan hal yang wajar bagi pemuda Wu tersebut. Sedang Tao entah kenapa wajahnya bersemu merah kalau ia mengingat ia bisa melenggak-lenggok bersama sang gadis Hwang di atas panggung. Sukses membuat iri teman-teman seangkatannya.

"Kutebak kau dan otak kosongmu itu baru saja menghayal kapan kau bisa berduet lagi dengan Tiffany di atas panggung."

Dahi Tao langsung berkedut tak suka saat Kris berkata seperti itu kepadanya. Apa salahnya kalau ia berharap bisa menari lagi dalam panggung yang sama? Memang tidak boleh kalau dia ingin sesekali menunjukkan kemampuannya meliuk-liukkan tubuh, dan membuat Jongin—teman sekelasnya—nyaris menggigit jarinya karena envy padanya.

"Terserah apa katamu, sunbae.."

Tao lelah.

"Aku sudah lelah.."

Tao sudah terlalu lelah jika harus meladeni Kris yang sepertinya ingin sekali mengajaknya berkelahi—setidaknya adu mulut juga temasuk hitungan—tiap kali mereka berdua bertemu seperti sekarang ini.

"Kali ini sunbae yang menang.." lanjutnya, pasrah.

Kini giliran Kris yang diam. Iris golden brown-nya melirik Tao yang saat ini tengah memasang wajah lesu. Seolah-olah ketika ia selesai mencuci dan keluar dari ruangan ini, dunia akan runtuh menimpa tubuh mungilnya.

Miris.

"Tak ingin membangkang Huang?" tanya Kris, dan Tao menggedikkan bahunya kecil alih-alih menjawab pertanyaan senior-nya yang lebih tua.

"Tidak. Sudah tidak tertarik lagi."

Kris tersenyum kecil. Walaupun batinnya kini mencelos tak terima. Tak ada lagi yang mau menjadi mainanku, batinnya sedih. Dia hanya bisa memandangi Tao yang mulai memasukkan sabun detergen ke dalam mesin cuci, dan menyalakan mesin tersebut agar segera bekerja.

"Kenapa?"

Tao menggerutu dalam hati. Kepo banget sih, rutuknya.

"Karena aku sudah gagal."

Tao menumpukan kedua tangannya pada mesin cuci yang mulai bergetar saat mesinnya memutar-mutar pakaian kotor itu, membuat air kemudian berubah menjadi keruh, dengan gumpalan-gumpalan busa yang mulai tercipta.

"Gagal?"

Kris mengerutkan dahinya bingung, tak begitu mengerti. Yah, salahkan saja dianya yang tidak peka.

Kluk

Tao mengangguk kecil. Kelihatan sekali kalau dia sudah tidak mau berbicara apa-apa lagi dengan Kris.

Kris yang sadar diri-pun kontan kembali terdiam. Menikmati suara getaran mesin cuci yang mengalum merdu, bersahut-sahutan dengan suara jangkrik di luar gedung asrama. Ia lalu segera menjejalkan pakaian kotornya ke dalam mesin cuci secara paksa, mengingat jika waktu terus saja berjalan dan ia harus tetap bersekolah esok paginya.

"Hm, sepertinya aku ingin mandi lagi.."

Gumam bocah yang berdiri di samping Kris, dan gagal membuat Kris untuk tidak kaget lalu menolehkan kepalanya menatap si pemuda bermata panda.

"Mandi di tengah malam seperti ini? Kau bisa kena rematik!" pekik Kris horor, dan melayangkan tatapan apa-kau-sudah-gila-bocah ke arah Tao.

"Apa sih?" gerutu Tao kemudian, merasa risih dengan tatapan Kris yang ia pikir sedikit kaget tapi menjurus ke mesum itu. "Itu kan penyakit milik orang tua sepertimu."

Kris mencibir sambil menggelengkan kepalanya kecil saat ia mendapati Tao sudah mengangkat kaus hitam yang dipakai pemuda panda itu sebatas dada. Memamerkan perut datarnya yang lumayan terbentuk, dengan dua nipple mungil berwarna mawar yang perlahan-lahan mulai menyembul dari balik kain.

Terlihat sangat err—seksi, bagi Kris yang saat itu memandangnya secara langsung.

"Oi, kau tidak serius kan? Mandi di tengah malam buruk untuk tubuhmu." ketusnya kemudian, dan hanya dibalas dengan anggukan yakin dari Tao yang sudah bertelanjang dada.

Tao lalu membuka kembali tutup mesin cuci yang berwarna bening itu untuk memasukkan kaus yang dilepasnya tadi ke dalam. Dan menutupnya kembali, membuat mesin itu kembali berputar dan mencuci pakaiannya.

Ia kemudian membalikkan tubuhnya, bersiap untuk berjalan keluar sebelum—

Pltak

"DENGARKAN SENIOR-MU SAAT SEDANG BERBICARA BO-CAH!"

—ada tangan Kris yang menjitak kepalanya kuat-kuat.

Tao sontak meringis menahan sakit sembari memegang bagian belakang kepalanya yang terasa ngilu. Ia lalu menolehkan kepalanya cepat, dan memandang tajam sosok jangkung Kris dengan death glare andalannya.

"A-appo! Ya, Wu Yi Fan! Kenapa kau menjitak kepalaku, hah?"

Kris yang dibentak malah semakin kesal, merasa tak terima dengan perlakuan tak sopan dari bocah bernama lengkap Huang Zi Tao tersebut.

"Wu Yi Fan?" tanya Kris, sembari memicingkan kedua matanya berbahaya. "Hooo~ jadi kau sudah berani memanggil nama asliku, huh?"

Tao membelalakkan kedua matanya kaget. Merasakan ada bahaya yang sedang mengancamnya saat Kris mulai berjalan selangkah demi selangkah mendekatinya. Tao lalu memejamkan kedua matanya tiba-tiba ketika dia mendapati sebelah tangan Kris terulur ke arahnya.

Dia mengira Kris akan menonjoknya—sama seperti yang pernah ia lakukan pada sang sunbae saat pertemuan mereka dulu—atau paling tidak menjitak kepalanya lagi. Tapi rupanya dugaannya keliru, karena Kris ternyata hanya mengusap kepalanya pelan. Membuat surai legamnya sedikit berantakan tersapu jemari besar Kris.

"Sekali-kali patuhi kata-kataku, Huang. Kalau kau sakit, aku juga yang repot."

Tao menundukkan kepalanya saat ia mendengar Kris berkata seperti itu. Wajahnya entah kenapa merona merah. Membuatnya tampak menggemaskan jika bertingkah seperti itu. Mungkin ia merasa terharu mengetahui bahwa pemuda Wu yang menjabat sebagai ketua asrama itu sepertinya perhatian juga—

"Jangan salah sangka, Huang. Maksud kata-kataku tadi, aku akan repot mengurus biaya pengobatanmu kalau kau sampai sakit. Sayang sekali kan kalau kita harus menghambur-hamburkan uang untuk hal yang tidak berguna?"

—atau tidak sama sekali?

SETAN ALAS!

TIDAK BERGUNA KATANYA!?

THOMP

Malang bagi Kris, karena detik itu juga Tao langsung menginjak sebelah kakinya sekuat tenaga saking kesalnya ia. Tao mendengus keras, dan memandang Kris yang sedang berjingkat-jingkat menggunakan sebelah kakinya yang lain.

"BO-CAH!" berang Kris penuh emosi ketika memanggil Tao, dan berjalan sedikit tertatih mendekati Tao yang tengah berkacak pinggang saat jarak di antara mereka hanya tersisa sekitar sepuluh senti saja.

"Apa yang kau lakukan pada kaki indahku!?" tanya Kris tak terima. Ikut berkacak pinggang seperti Tao. Dan bertingkah menyebalkan layaknya King Julien yang sedang memarahi Mort.

Tao menyeringai, kepalanya terpaksa harus mendongak ke atas—mengingat tubuh Kris jauh lebih tinggi beberapa senti dibandingkan ia sendiri—menabrakkan iris hitamnya dengan manik kecokelatan milik si pemuda blonde.

"Aku baru saja menginjaknya." jawabnya berani, seolah menantang.

Kris mendelik.

Raut wajahnya campuran antara sebal dan juga gemas. Ingin rasanya ia meremukkan kepalan tangannya sendiri alih-alih menghajar sang adik kelas.

Bagaimana tidak?

Kalau saja saat Tao menantangnya seperti tadi menggunakan wajah manisnya, mengerjapkan mata beningnya, dengan pipi yang merona samar, dan tolong jangan lupakan seringaiannya yang terkesan menggoda itu.

Tentu akan membuat siapapun—yang meskipun marah, merasa gemas kan?

"Oh, jawaban yang sangat bagus Huang. Kau tahu konsekuensinya kan?" tanya Kris setelahnya, sembari menyunggingkan senyum iblis.

Sukses membuat seringaian Tao luntur. Tergantikan dengan mulutnya menganga cukup lebar. Lupa kalau status sang sunbae di hadapannya sekarang mencapai "Waspada II".

Uh, oh.

Ini buruk Tao.

Kau sendiri yang menggali lubang kuburmu, sayang.

"Tu—tunggu, apa maksud sunbae dengan konsekuensi? Kita tidak sedang membicarakan hukuman kan—AH! APA YANG KAU PEGANG SUNBAE?"

Tao terpaksa harus membolakan kedua manik hitamnya lebar-lebar saat tubuh besar Kris sudah menabrak tubuhnya sendiri. Pertanyaannya yang belum sempurna terpotong dengan teriakan kaget saat ada jemari tangan Kris yang dengan sengaja menampar bagian depan selangkangannya.

Tempat dimana barang privat miliknya, seharusnya berada.

"Oh man, lihatlah. Baru kutampar sekali saja milikmu sudah menegang seperti ini, eh?"

Kekehan licik Kris terdengar sangat menohok harga diri Tao sebagai seorang pria. Tao kesal—tentu saja. Kenapa ia bisa langsung terangsang hanya karena tamparan kecil yang berasal dari tangan Kris daripada ia membayangkan gadis-gadis cantik berbikini yang tak membuatnya merasakan apa-apa.

"B-brengsek, kau sunbae! Singkirkan tanganmu sekarang juga-akh!"

Tao mengerang keras—lagi, ketika tamparan Kris berubah menjadi usapan lembut pada benda yang menggantung di antara kakinya. Permukaan kain yang menutup genitalnya itu terasa sedikit basah di tangan Kris. Membuat si pemuda pirang menyadari jika Tao sudah cukup terangsang akibat perbuatannya.

"Nah, nah, sepertinya kau menikmati jari-jariku ini, huh? Nakal sekali.." ujar Kris sambil tertawa kecil. Lalu mencubit paha dalam Tao keras, membuat sang empunya paha memekik kaget.

"AKH! Ahh—apa yang, ukh, apa yang kau lakukan, sialan!?" tanya Tao sedikit terengah.

Kedua tangannya mencengkeram kuat kemeja yang Kris gunakan. Sedang pinggang rampingnya sendiri tengah Kris peluk menggunakan sebelah tangannya yang bebas.

Rona wajahnya sudah terlihat sangat jelas. Mengalahkan merahnya besi panas yang sedang membara. Sedang tubuhnya sendiri mulai dialiri keringat-keringat yang berukuran sebesar biji jagung. Menunjukkan betapa panasnya suasana di dalam ruang cuci tersebut.

Sayup-sayup Tao bisa mendengar suara derak mesin cuci yang masih bekerja di tengah-tengah desahannya yang kian mengeras seiring dengan cepatnya pijatan tangan Kris di kejantanannya. Tubuhnya hampir mengejang sempurna. Sedang bibirnya sudah tak sanggup lagi untuk mengoceh atau memberikan kutukan pada si pemuda blonde.

Pasrah sajalah. Batinnya pilu.

"Hei—"

Kris memanggilnya sekali lagi dengan pelan.

Membuat Tao terpaksa mendongak dan memandang pemuda yang berusia jauh lebih tua dengan wajahnya yang sudah dipastikan menyerupai kepiting rebus.

"M-mwoya?"

Bibir Tao sedikit gemetar saat ia bertanya seperti itu.

Ia bahkan harus menahan nafasnya sekuat tenaga saat Kris tak kunjung berhenti melakukan kegiatan mengusap-dan-memijat genital miliknya di bawah sana.

"Kau tahu? Sepertinya otakku baru saja memberiku ide yang sangat menarik."

Kata-kata sang pemuda beriris cokelat keemasan itu membuat Tao harus rela meneguk ludahnya secara paksa. Dan mulai membuat kesimpulan paling sederhana untuk kata-kata Kris barusan.

Ide menarik sama artinya ide mengerikan untuk Tao.

"A—apa itu?"

Tao bertanya bukan karena ia tidak tahu.

Dia bertanya karena dia ingin memastikan.

Dan sayangnya pertanyaan Tao tadi sukses membuat senyuman iblis Kris semakin lebar.

Persis seperti om-om hidung belang berkelakuan bejat yang suka merape perawan—dalam kasus Tao; perjaka—di saat ada kesempatan.

"Nah, nah, pertanyaan bagus Huang. Jadi—bagaimana kalo sekarang kita lakukan saja 'ide menarik' yang diberikan otakku, hm?"

"Ta—tapi.."

Tao ingin membantah. Tapi gagal saat jemari Kris menekan kuat genitalnya secara tiba-tiba. Menimbulkan erangan erotis bagi Kris yang saat itu juga mulai tergoda untuk segera meng'iya-iya'kan tubuh molek si bocah panda.

"No more buts, karena kita akan melakukannya sebentar lagi. Kau cukup diam saja, dan nikmati hukumanmu, Huang."

Perintah Kris yang absolut. Berhasil membuat Tao langsung bungkam.

Apalagi saat jemari panjang Kris mulai meraih kancing celana Tao. Dan menurunkan resluitingnya secara perlahan ke bawah. Menampilkan gundukan menggoda yang kini hanya terbalut selembar cawat tipis. Membuat Kris harus mati-matian mencegah saliva-nya agar tidak menetes.

Dan untuk Huang Zi Tao sendiri.

Sepertinya inilah saat yang tepat untuk mengucapkan selamat tinggal pada keperjakaannya.

Mengheningkan cipta, dimulai.

.

.

.

Washing Time

Bersambung

.

.

.

(a/n):

Hahahahahahaha, ini apa duh gusti? *jambak rambut*

Nista banget otak gue! Nista! Nista! Nista! *baru nyadar lo?*

Buat Riszaaa sama Miettenekomiaw adegan anunya gue te-be-ce'in dulu ya? Otak gue kayanya butuh pemanasan.. Entar kita lanjut di episode selanjutnya :D *ngek*

.

Well, bersedia memberi komentar, kritikan, bahkan caci makian untuk fanfiksi jelek ini?

Saya sangat membutuhkan support kalian semua lho ^^

Terima kasih sudah bersedia membaca sampai di sini ^^

Sampai jumpa lagi di edisi terakhirnya ^^

.

Dah~