...Last Chapter...

.

.

Berencana untuk memberikan kejutan kepada sang Ibu, tapi justru Sakuralah mendapatkan kejutan yang sangat menggetarkan jantungnya. Bahkan tamu tak diundang itu seolah mengejeknya saat ini. Sakura bahkan terlihat kaku dengan sistem syarafnya yang menegang kala tatapan iris lavendernya menatapnya dingin. Sosok yang begitu dibenci sekaligus ditakutinya kini menatapnya dengan pandangan benci.

Berawal dari tindakannya yang mencari kebaradaan sang ibu untuk menunjukan sebuah produk kecantikan merek terbaru yang didapatnya secara online beberapa menit yang lalu. Bahkan laptopnya masih dipegangnya. Hanya ketika ia mulai menyadarinya merasa heran saat melihat berpasang-pasang wajah tak biasa para maid yang menyapanya saat itu. Meski begitu ia berusaha untuk tetep acuh hingga ketika iris emeraldnya menemukan pintu kamar Hiashi terbuka. Prasangkanya sang ibulah pelakunya hingga dengan seringan bulu kapas ia memasuki ruangan tersebut tanpa menyadari siapa saja orang yang berada didalam ruangan tersebut.

Bahkan iris emeraldnya terpaku pada sosok yang membungkuk mencium sayang di kening pria yang sudah mencapai kepala enam itu. Dan pemandangan itu sungguh menggetarkan jiwa dan jantungnya. Ketakutan yang begitu menyesakkan dadanya. Ia bahkan melupakan laptop yang berada dikedua tangannya telah jatuh hingga menimbulkan retakan disana-sini.

"Lama tidak bertemu 'Sakura nee.."? Atau harus kupanggi Sakura san saja, Hm?"

Mebuki yang berniat menuju lantai dua tertahan saat melihat ada siluet Sakura berdiri di pintu ruangan Hiashi. Melangkah pelan menuju tempat sang putri tercintanya untuk menepuk pundak putri tersayangnya.

"Sakura chan sedang apa ..." Iris coklat Mebuki melebar saat dinetranya menangkap sosok seorang gadis yang berdiri disamping tempat tidur Hiashi. Ada beberapa orang lain lagi yang juga berada didalam ruangan tersebut hanya saja, Irisnya tertahan lebih tepatnya terkunci pada sosok yang kini berjalan dua langkahnya mendekatinya. Iris yang sama seperti milik Hiashi justru menatpnya dingin meskipun seringainya terlihat cukup menakutkan padanya.

"Kau.."

"Selamat siang, Mebuki San..

"Hyuuga Hinata.."

.

.

.

.

THE LOVE AND THE FALSE

.

By

Ashura

.

.

Disclaimer : Naruto Just Have Mr. Masashi Kishimoto

.

.

Character : Uchiha Sasuke, Hinata Hyuuga, Akasuna No Sasori, Haruno Sakura, Sabaku No Gaara And Other

Gendre : Drama, Hurt Comfort, Family

Pairing : Sasuhina sight Gaahina Sasohina

Rated : M +

.

.

Warning!

Tidak untuk anak usia dibawah 18 tahun. Sebagian chara dibuat OOC dan biasa protagonis menjadi Antaginis, tidak bermaksud buruk hanya karna memang itu sebatas tuntutan skenario yang author buat. Tidak kurang dan tidak lebih. Tidak sedikitpun punya niat untuk membashing chara atau untuk menjelek-jelekan citra para chara.

AU, TYPO, LEMON, Spesial 18+ Age. Tidak sesuai EYD pasti akan betebaran disana sini.

.

.

DON'T LIKE? DON'T READ!

Please..Press Back/Exit

.

.

TIDAK PATUT DITIRU KARNA INI HANYA FIKTIP BELAKA

.

.

Summary

Sebuah kisah yang menceritakan seorang gadis yang bernama Hyuuga Hinata

Dipenuhi dengan intrik kepalsuan dan konflik dalam kehidupannya hingga membawanya pada jati diri yang berbeda

Kedatangan anggota keluarga baru yaitu keluarga Haruno kedalam lingkungan keluarga Hyuuga dan segala perubahan yang membuatnya merasa menjadi seorang yang hidup dengan penuh penderitaaan

Sebuah kepalsuan akan cinta yang mempunyai tujuan ambisi

Sebuah persahabatan yang memberikan ketenangan dalam berbagai kesulitan

Emosi yang tidak pernah diduga dan semua perasaan terlarangnya

Kecemburuan yang membuktika rasa tak relanya hingga sebuah pembuktian yang membuatnya merasakan detak jantung dengan irama yang menyenangkannya dan akhirnya kisah cintanya-pun muncul membuat kisah hidupnya semakin rumit

.

.

.

..Happy Reading Minna..

.

.


Chapter 10. Conflik

...

Setelah 10 tahun lamanya ia tidak melihat iris amethys dan surai indigo itu. Entah karna fisik yang sama antara keduanya itu seolah mengejek Mebuki betapa tangguhnya orang itu. Bahkan saat semua orang telah melupakannya. Ia benci, kesal dan takut secara bersamaan. Mebuki bahkan tidak terima kala gadis itu justru mendapatkan keberuntungan yang lainnya kala iris coklatnya menangkap sosok pemuda bersurai merah yang selalu menjadi parter bisnisnya, Sabaku.

"Hinata Hyuuga."

"Lama tidak bertemu, 'Kaasan.'" Ucap Hinata datar penuh penekanan dalam akhir kalimatnya. Ia melirik Sakura yang kini mulai menunjukan keluluhan dalam ekspresi wajahnya yang kaku.

"Aku sungguh tidak menyangka jika kalian masih bertebal muka dihadapanku." Ucap Hinata kini mulai menampakan wajah murkanya.

"Beraninya kalian memperlakukan ayahku seperti ini...USIR MEREKA DARI RUMAH INI!" Teriak Hinata pada bodyguard yang setia berdiri menunggu perintahnya.

Dengan kepatuhan bak robot tanpa berfikir dua kali mereka menyeret Sakura dan Mebuki keluar dari ruamah. Bahkan tanpa memberikan kesempatan pada mereka untuk membenahi semua barang-barangnya mereka dihempaskan keluar dari rumah megah tersebut. Sakura menggedor-gedor pintu rumah tersebut dengan histeris mengingat semua barang-barang berharganya ada didalam kamarnya. Tak berapa lama pintu berdaun besar itu terbuka menampakan wajah dingin Hinata. Sakura hendak mengatakan sesuatu namun 2 buah koper dilempar kekakinya. Menimbulkan erangan kesakitan Sakura.

"Sialan mati saja kau, HYUUGA!"

"Cih. Kalian memang tidak cocok menjadi keluarga Hyuuga. Betapa busuknya lidah kalian." Sindir Hinata menutup pintu rumahnya dengan debaman yang sangat keras.

"Brengseeek kau HYUUUGA SIALAAN!" Umpat Sakura menatap tajam pintu berwarna coklat muda didepannya berharap itu adalah wajah Hinata.

"Hentikan Sakura. Kau hanya membuang tenagamu dengan percuma." Ucap Mebuki mengusap air matanya. Ia kesal hingga mengeluarkan air matanya meratapi ketidak berdayaannya dalam membela diri. Walau bagaimanapun ia masih terlalu terkejut mendapati fakta bahwa Hinata masih hidup. Namun disaat yang sama ia mensyukuri kebodohan gadis sialan itu lantaran tidak menjebloskan mereka kedalam penjara.

"Lebih baik kita segera pergi dan mulai menyusun rencana untuk menghancurkan Hyuuga."

"Apa maksud Kaasan? Apa..."

"Kau ikuti saja semua intruksi Kaasan jeniusmu ini. Maka dalam hitungan bulan ini keluarga Hyuuga akan hancur tak tersisa." Ucap Mebuki penuh percaya diri. Ia berjanji untuk akan membalas semua perbuatan gadis Hyuuga Sialan itu. Ia akan berjanji akan membuat gadis itu bertekuk lutut dihadapannya. Ia janji.

"Hinata menatap Mebuki dan Sakura yang telah berjalan keluar taman mension Hyuuga. Ia sedikit menyibak gorden purtih transparan yang menutupi jendela besar didepannya.

"Apa kau menyesal, Hime?"

Sepasang tangan kekar memeluknya dari belakang. Kecupan lembut didapatnya di leher. Ia megerang sedikit risih saat pria bersurai merah ini ngekeh menciumi lehernya.

"Gaara niisan," Hinata berusaha untuk menjauh saat Gaara mulai agresif menciumi wajahnya, "Nii san.. hentikan." Ia berusaha berontak saat tangan Gaara mulai meremas payudaranya dengan lembut. Gaara benar-benar tidak sabar saat tangannya merasakan kulit lembut Hinata dibalik kemeja putihnya.

"Niisan.. uhh.. lepas!" Dengan sedikit kekuatan akhirnya ia bisa melepaskan diri dari dekapan possesive Gaara. Napas mereka sudah terengah-engah. Hinata mendongak untuk melihat ekspresi Gaara yang mulai murka padanya.

"Hanie.. Aku tidak suka penolakan." Ucap Gaara kesal. Ia begitu mendambakan kulit lembut Hinata lagi. Padahal mereka sudah melakukannya semalam suntuk tapi, entah kenapa dirinya seakan tidak pernah puas untuk meneguk surga dunia itu dari Hinata.

"Cukup ketika malam hari aku memberikannya padamu. Betapapun begitu betapa hinanya kita, kita.. masihlah saudara.."

"SAUDARA ANGKAT! Dan berapa kali aku tegaskan itu, Sabaku no Hanie."

"Cukup! Aku lelah." Hinata lantas beranjak pergi meninggalkan Gaara yang kini terlihat prustasi karna gairahnya yang tidak tersalurkan. Ia tidak perduli jika dirinya di cap Gila. Ia bahkan tak keberatan jika dipanggil penggila sex, jika partnernya adalah adik angkatnya yang cantik seperti Hinata aka Hinatanya. Entah sejak kapan hal ini berlangsung namun satu hal yang disadarinya kala untuk pertama kalinya ia murka dan cemburu karna Hinata telah dinodai oleh sibungsu Uchiha. Uchiha Sasuke. Demi menghapus jejak-jejak tandanya Gaara nekat untuk menggauli Hinata. Bahkan ia lupa bagaimana status mereka saat itu. Apalagi dengan Hinata yang seolah menyambut sentuhan darinya.

Bahkan setelah malam tiba pun Gaara seakan ketagihan untuk melakukannya lagi dan lagi. Tubuh indah, bahkan seolah menjadi candu untuknya. Hinata memang bukan yang pertama mengingat sepopuler apa dirinya saat masa sekolahnya di Jerman. Namun untuk pertama kalinya ia merasakan sesuatu yang berbeda saat merasakan kulit mereka yang bersentuhan. Sesak namun sangat menyenangkan. Tetap saja itu tidak bisa menjelaska apapun tentang kelainannya saat ini. Ia baru berumur 18 tahun dan Hinata 17 tahun. Mungkin karna mereka masih seorang pelajar, terlalu muda untuk mengnal dunia orang dewasa, hormon yang belum seimbang, labil dalam mengatur emosi dan gairahnya. Tapi, ia hanya menginginkan Hinata, hanya Hinata saja.

"Akhh! SIAL!"

..

..

..

Uchiha Corporation adalah salah satu dari sepuluh perusahaan terbesar di Konoha. Selain itu cabang-cabang perusahaan ini juga merambah sampai mancanegara. Seperti negara Perancis, Belanda, Norwegia, Jerman dan negara-negara yang memiliki nilai perekonomian yang tinggi. Fugaku selaku CEO Uchiha Corp. Jelas sangat bangga dengan prestasi bisnisnya hingga mampu mengembangkan perusahaan dengan sangat efektif. Hanya saja sepintar dan secerdas-cerdas seorang Fugaku dalam memainkan cash and flow kuangan tetap saja ia akan tetap merasa kurang. Apalagi yang bisa diharapkan saat ia ingin menjodohkan Sakura Hyuuga dengan putra bungsunya jelas itu sangat sangat menguntungkan dari berbagai sisi. Hanya saja ia salah mengira bahwa Sakura adalah ahli waris dari keluarga Hyuuga. Dan hal yang tak pernah ia sangka saat berita dari sang pemilik perusahaan besar itu mengumumkan siapa yang sebenarnya lebih pantas mewarisi seluruh asset Hyuuga.

Sejak awal dia memang berfirasat bahwa anggota yang tidak memiliki fisik serupa Hyuuga didepannya hanyalah sebagai pemilik sementara saja. Hyuuga tidak pernah mengizinkan anggota murni untuk mendapatkan tanggung jawab itu. Sekalipun jika dia terlahir dari rahim yang sama. Mereka masih menganut paham kebudayaan kolot mereka. Dan ia tidak akan terlalu kaget jika memnag pemikirannya itu sudah terbukti ia sangat tidak keberetan jika memang gadis yang terlihat sesusia putra bungsunya itu menjadi calon kliennya yang paling menyenangkan.

"Mohon untuk tidak menggunakan saya sebagai alasan untuk menghentikan kerjasama kita dalam urusan bisnis."

"Maaf, Hyuuga san. Saya hanya tentu sedikit terkejut saat mengetahui kabar ini. Terus terang saya memang sedikit ragu dengan kemampuan anda yang, 'Maaf' usianya bahkan beberapa tahun lebih muda dari putra saya sebagai seorang CEO dan menghandle semua tetek bengek yang ada didalamnya. Dan maaslah finansial yang tentu harus diperhiungkan dengan sangat cermat." Ungkap seseorang yang duduk di sebelah kiri kedua dari duduknya Kou, Sekertaris Hinata.

Hinata memperhatikan sosok pria paruh baya itu. Usianya memang tidak jauh dari sang ayah. Dan iapun mulai menyimak kritik dari salah satu pemilik perusahaan penanam saham di Hyuuga Foundation.

"Saya sangat mengerti itu. Tapi, saya harap anda bisa menyimpulkan kembali opini anda nanti. Sekalipun anda keberatan dengan keputusan ini, tidak akan berpengaruh apa-apa pada keputusan ini." Balas Hinata tegas. Tidak sedikitun ia merasa takut ataupun gentar dengan orang-orang dewasa yang lebih berpengalaman lebih banyak dari Hinata.

"Saya snagat menghargainya, Hyuuga san."

"Aku harap ini akan menjadi langkah awal yang baik untuk kita semua." Hinata menrik napasnya pelan. Sangat pelan."Terima kasih atas waktunya. Sekian untuk rapat hari ini. Semoga kita dilimpahi keberkahan."

Rapat pun selesai dan masing-masing orang mulai keluar dari ruang rapat. Hinata sedang membereskan peralatannya saat salah seorang yang ia ketahui adalah pemilik perusahaan Uchiha menghampirinya. Ia mendongak lantaran Hinata masih berada dalam posisi duduknya.

"Maaf Hyuuga san. Apakah anda sibuk sekedar untuk makan siang bersama saat ini?" Tanya Fugaku formal.

"Uchiha-san. Tentu saya sedang senggang hari ini."

Dan kini mereka telah berada di sebuah restoran yang letaknya tidak jauh dari perusahaan Hyuuga Corf. Seporsi makan siang yang dilengkapi berbagai macam olahan sayur dan segelas air putih dan jus jambu berada didepan Hinata. Ia melirik Fugaku yang sudah memulai makan siangnya yang berisi sayuran dan beberapa potong daging yang cukup menggugah selera. Hinata menyerngit saat melihat banyak sekali irisan tomat pada porsi yang menurutnya tidak akan membutuhkan bahan tomat sebanyak itu.

Namun Hinata harus bisa jaga sikap iapun mulai mengacuhkan pikiran dan kembali memakan makan siangnya.

"Saya sangat menikmati makan siangnya. Sangat lezat, terima kasih Uchiha san."

"Tidak usah sekaku itu, Hyuuga san. Saya hanya kuranga pantas jika sayalah yang mengajak anak makan siang lantas anda membayarnya sendiri." Ucap Fugaku cukup memuji sikap kesopanannya.

"Hontou ni, Arigatou."

Hinata menatap Fugaku yang nampak tenang menyeruput kopi hitamnya. Cappucino less sugar. Iya bisa menduga pria yang berstatus sebagi seorang yang begitu panting bagi pria brengsek yang ditemuinya 2 hari yang lalu dalam keadaan yang tidak patut untuk dibicarakan.

"Saya sebenarnya akan menagadakan sebuah pesta kecil-kecilan dikediaman Uchiha."

"..."

"Saya sangat berharap anda untuk datang sebagai tamu spesial kami."

"Mungkin saya akan mencoba untuk memeriksa agenda saya dan menempatkan waktu yang tepat, Uchiha san." Balas Hinata tidak yakin. Hinata jelas belum terbiasa dengan status sekarang. Dibutuhkan pembelajaran yang cukup extra untuk bisa mengerti akan posisi dirinya.

Sebuah amplop undangan disodorkan Fugaku didepan Hinata. Warnanya hitam. Ia yakin bukan surat uandangan pernikahan atau hal semacam berbau romantis. Ini hanya sebuah perayaan.

"Saya sangat mengaharapkan kedatangannya, Hyuuga san."

"Saya akan mengusahakannya, Uchiha san."

Fugaku lantas bediri saat sebelum ia manatap jam dipergelangan tangannya. Hinata pun mengikutinya.

"Sangat menyenangkan atas pembicaraan kita ini." Fugaku tersenyum tipis saat merasakan begitu mungil dan halusnya telapak tangan Hinata saat mereka menjabat tangan, "Terima kasih." Fugaku meninggalkan restoran tersebut tanpa mengetahui sepasang onyx jutrsu memperhatikannya dengan sorot kebencian yang ketara padanya.

Hinata membuka kartu undangan dari Fugaku. Ia mengangkat alisnya. Ternyata ini adalah udangan perayaan ulang tahun Putra sulung Fugaku, Itachi Uchiha. Hinata menyimpannya di dalam tasnya saat seseorang duduk didepannya. Hinata mendongak dan mendapati wajah dingin lelaki brengsek didepannya.

"Aku tidak tahu jika ayahku sebegitu mudahnya mendekatimu, Hyuuga."

"Apa yang kau inginkan, Uchiha?" Ucap Hinata cuek. Ia menatap jus berwarna merah muda dengan seksama, mengacuhkan pria yang kini nampak kesal karna sikapnya yang acuh.

"Jauhi ayahku. Aku tidak tahu jika kau sangat menyukai pria kesepian."

"Maaf saja tuan Uchiha yang terhormat. Aku sama sekali tidak mengerti jalan pikiranmu. Aku bahkan tidak tahu jika ternyata seorang Uchiha sangat suka mencampuri urusan orang lain." Lirikan tajam yang justru tidak berpengaruh pada pria bebal ini.

"Jangan mengalihkan pembicaraan. Aku kiira kau menerima bayaranmu dengan setimpal, bukan?" Tanya Sasuke dingin. Jika sesuatu yang bisa mengubah hidupnya jelas karna kehadiran gadis pengganggu macam putri Hyuuga macam Hinata.

"Jaga ucapanmu. Kau berkata seolah kau adalah pria suci yang menghukum mental gadis jalang tidak tahu diri. Aku muak mengatakannya.." Hinata mendecih kesal, "..memang kau yang pertama tapi, kau tidak berhak apapun atas diriku. Camkan itu."

Kepalan tangan Sasuke menguat, ada perasaan begitu menyenangkan saat Hinata mengakui keberadaannya. Hanya saja sisi yang lainnya sama sekali tidak ingin mengakuinya.

"Mimpimu menjadi orang yang spesial karna aku telah merenggut keperawananmu sama sekali tidak akan pernah terwujud Hyuuga," sialan. apa yang kau ucapkan Sasuke.

Hinata mendelik tajam dan dingin. Dan untuk pertama kalinya ia melihat mimik berbeda dari wajah dingin itu. Meskipun setengah hati Sasuke tetap melanjutkan ucapannya.

"Aku menggap kau sama saja seperti wanita jalang lainnya yang memang hanya menginginkan kepuasan, bukan? Kaulah yang mengundangku dan aku berani bertaruh kau pun juga sangat menikmatinya."

"..."

"..Tubuhmu. Sama sekali tidak sebagus wanita yang sering ku jamah seperti dirimu."

Gruuk.

Suara kursi yang berderak keras karna sang empu yang bergerak tiba-tiba. Hinata beranjak pergi meninggalakan Sasuke. Wajahnya memerah karna kesal.

Sasuke melihat punggung rapuh Hinata yang mulai menjauh. Ia merasakan sesak didadanya saat sekilas ia melihat iris lavender yang terlihat kelam.

Hinata tidak perduli orang-orang yang menatapanya aneh. Ia berjalan sedikit menunduk. Hatinya sakit saat mendengar ucapan penghinaan Sasuke. Bukan karna apa yang dikatakan oleh Sasuke adalah kebenarannya. Tapi, karna ketidak berdayaannya untuk membalas perkataan lelaki itu. Otaknya seperti macet saat mendengar perkataannya yang membuat tenggorokannya terbakar dengan debar jantung yang menyesakan.

Ia bahkan tidak perduli jika air matanya telah keluar mengalir lembut dikedua pipinya. Bahkan saat tarikan dan dekapan hangat dari pria berparfume mentol ini.

"!"

"Maaf. Aku .. menyakitimu."

"..."

Hinata mulai terisak saat wajahnya bersandar pada dada bidang Sasuke. Bahkan Hinata dapat merasakan detak jantungnya yang berdebar kencang.

Tidak perduli dimana mereka berada. Baik Hinata maupun Sasuke tidak perduli. Yang mereka inginkan adalah kenyamanan ini. Meskipun mereka masih merasa asing satu sama lain.

..

..

..

Sasori sedang bermain game di kamarnya saat sebuah ketukan pintu terdengar diindra pendengarannya. Ia sedikit kesal lantaran kegiatannya terganggu. Apalagi mengingat maksud dari kegiatannya yang sebenarnya bukanlah mainan favoritnya. Hanya berusaha mengalihkan fikirannya akan seorang gadis bersurai indigo yang begitu menguras hati dan fikirannya saat ini. Membuatnya selalu gelisah dan prustasi saat ia harus merelakan Hinata dalam kondisinya yang amnesia. Ck. Sepupu yang menyebalkan itu. Memang lebih menyebalkan saat dalam mode liciknya.

"Apa yang kau lakukan? Mengganggu sekali!" Hardiknya saat membuka pintu kamarnya. Ia menatap tajam sang maid yang berani lancang telah menggangu kesenangan tuannnya. Sasori bahkan tidak segan-segan untuk mendeathglare sang maid yang sedang menunduk takut.

"Maaf, tuan muda. Ada tamu yang mencari tuan muda. Dan..." Belum sempat sang maid menyelasaikan ucapannya seorang gadis langsung menghambur memeluk Sasori dengan erat. Surai indigonya nampak bergoyang halus kala gadis itu berlari menubruk dada bidangnya erat.

"Hi hinata..?"

Sasori menatap Hinata bingung. Namun satu hal yang patut disyukurinya saat Hinata memangil namanya dengan nada yang sudah lama absent dari indra pendengarnya. Entah berapa tahun ia tidak mendengar suara lembut yang memanggilnya seperti kapas ini. Isakan tangis yang membuat hatinya sesak. Tidakah kau tahan melihat orang yang kau sayangi menangis di hadapanmu.

"Saso kun.. Hiks..hiks.. Gommen.. Hontou ni Gommene...hiks.."

Sasori membimbing Hinata masuk kekamarnya. Mereka masih dalam posisi yang sama hingga akhirnya Sasori membawanya duduk di pinggir ranjangnya.

"Jangan menangis Hime.. Kau tahu aku tidak suka boneka barbieku menangis..hm?" Sasori menghapus air mata di pipi gembilnya. Ia terkekeh saat Hinata kembali menangis lagi memeluknya.

"Kau masih seperti anak kecil. Usiamu sudah dua kali lipat dari usiamu waktu itu. Masih tetap cengeng seperti biasa." Sebuah sapuan lembut di dapat Hinata di kepalanya.

"Hiks.. a aku sungguh... merindukanmu, Saso kun hiks.."

"Aku juga sangat merindukanmu, my Barbie." Dagu lancipnya di sandarkan pada puncak kepala Hinata. Menghirup aroma lavender yang menguar dari tubuh Hinata, "Aku bahkan sangat terkejut saat tahu kau telah kehilangan ingatanmu."

"Hiks.. Hiks.. A aku...ce ceritanya panjang .. hiks .. Ji jika kau ingin tahu." Hinata masih terisak dalam pelukannya membuat Sasori sedikit melunak.

"Tidak apa. Mungkin lain kali kau bisa menceritakannya padaku." Terasa anggukan kepala di dadanya pertanda Hinata mengerti ucapannya, "Aku ingin menunjukan suatu tempat padamu. Sebenarnya tempat itu tidak sebagus saat pertama kali aku ingin menunjukannya padamu, tapi aku selalu merawatnya dengan harapan aku masih bisa menunjukannya padamu."

"Benarkah?" Hinata mengusap air matanya dibantu oleh jemari jenjang Sasori. Ia menatap penuh antusias saat Sasori mengangguk memberikan kesungguhan yang padanya.

Tak berapa lama Sasori menarik tangan Hinata pelan agar gadis manis ini mau mengikutinya. Sudah 9 tahun lamanya Hinata sejak terakhir kali ia main di kediaman Akasuna. Dan tangan besar yang hangat ini begitu pas menggenggam tangannya yang kini terlihat mungil jika dibandingkan dengan ukuran pemuda Akasuna ini. Ia tersenyum tipis kembali memperhatikan dekorasi setiap ruangan yang di lalui mereka. Rumahnya yang selalu dominan warna kuning keemasan dan dark brown membuat rumah ini terkesan seperti istana emas. Entah mungkin karna Yuiki Akasun selaku ayah Sasori adalah seorang CEO peruasahaan furnitre dan pariwisata membuat selera pria setengah abad sangat tinggi. Jangan heran betapapun orang yang melihatnya akan selalu terpukau dan merasakan kenyaman yang ketara dalam dirinya. Tidak terkecuali Hinata sendiri. Sepanjang tangga yang menghubungkan antara ruang santai dengan teras belakang Hinata tidak henti-hentinya berdecak kagum. Bahkan tidak sedikit Sasori mengomentarinya dengan kata-kata santainya.

"Kau ingin menunjukan apa, Saso kun?"

"Bersabarlah. Sebentar lagi kita sampai."

Sasori menarik Hinata memasuki sebuah rumah kaca yang dipenuhi dengan berbagai macam tumbuhan. Mulai dari botani hidup hingga berbagai macam bunga yang berwarna-warni. Hinata menatapnya penuh ketakjuban. Selama ia hidup di Jerman hingga di Suna sekalipun ia belum pernah melihat tempat seindah dan senyaman ini. Sebuah kolam kecil mengelilini sebuah gazebo yang ditata sedemikian rupa dan tak lupa beberapa macam tumbuhan yang membuat Hinata enggan untuk beranjak dari posisinya memperhatikan bunga-bunga lavender kesukaannya. Dan ia bahkan tidak ragu untuk mencium baunya yang begitu memanjakan indara pembaunya.

"Indah sekali.."

"Apa kau menyukainya?"

"Tentu saja. Aku bahkan sangat memimpikan ini sejak dulu. Jika dulu aku menginginkan pangeran disamping ku mungkin sekarang aku ingin disini bersama orang-orang yang aku sayangi." Hinata tersenyum kecut merasa betapa dewa pengatur waktu begitu kejam padanya.

Sebuah usapan dikepala membuatnya mendongak untuk melihat wajah baby face yang begitu teduh menatapnya penuh sayang. Ia ikut tersenyum lantas berjalan untuk kembali mengelilingi rumah kaca namun sebuah tarikan dilengan kirinya membuatnya berbalik untuk mendapatkan sebuah pelukan erat dari Sasori.

"Saso kun?"

"Ku mohon. Aku sangat senang kau kembali. Bahkan pelukan ini seperti mimpi bagiku." Sasori membingkai wajah Hinata. Hembusan napas hangatnya dapat ia rasakan Sasori mendekatkan wajahnya kewajah Hinata yang kini terlihat merona.

"Aku sangat merindukanmu.. Hime." Bisiknya serak. Hinata menahan nafasnya saat Sasori memejamkan matanya sebelum akhirnya bibirnya mencium bibir Hinata lembut. Ia mengecupnya beberapa kali sebelum akhirnya ia melumatnya lembut. Hinata masih dalam mode terkejut dan tubuhnya terasa lemas. Ia tidak bisa melihat iris hazel Sasori lantaran pria cantik ini sama sekali tidak membuka matanya sekedar untuk melihat seperti apa ekspresinya saat ini.

"Hmmpth.." Hinata mengerang saat Sasori memperdalam ciumannya hingga lidahnya ikut berperan untuk mencecap rasa manis Hinatanya lebih banyak lagi.

Sasori membuka matanya menatap iris Hinata yang terlihat sayu karna gairah. Namun hatinya tercubit saat iris cantik itu kini tergenang air mata yang siap tumpah kapan saja. Ia tersentak dengan perbuatannya yang melebihi batas. Dengan panik ia segera memeluk Hinata lagi membawanya dalam dekapan yang semakin menenggelamkan tubuh sintal Hinata dalam dekapannya.

"Maaf.. Hime. Tidak, tidak. Aku tidak ingin kau menatapku seperti itu."

Meski sekilas Sasori bisa melihat rasa kecewa di iris amethys Hinata. Dan itu terjadi karna perbuatannya yang hampir lepas kendali. Astaga betapa ia tidak ingin Hinata menyadari perasaanya yang sesungguhnya. Ia takut Hinata membencinya lebih ekstrimnya Hinata justru menjauhinya. Tidak.. ia tidak ingin itu terjadi.

"Hontou ni.. Gomen ne, Hime.."

"A aku ha.. hanya terkejut, Saso kun." Balas Hinata berusaha untuk menormalkan suaranya yang ia yakini kini terdengar sengau.

"Gomen. Lupakan apa yang telah terjadi barusan. Kurasa kita akan berkeliling untuk melihat-lihat apa yang bisa dilakukan untuk lebih memperindah rumah kaca ini." Sasori tersenyum lantas menarik Hinata lembut agar gadis manis ini mengikutinya.

"..."

Awalnya mereka canggung setelah adegan yang tidak diduga tadi. Namun seiring berjalannya waktu Hinata yang notabenenya adalah gadis yang penyuka kegiatan berkebun dan semacamnya membuat suasana semakin mencair. Bahkan tidak segan-segan untuk berteriak dan mengejar Sasori saat pria itu mengerjainya dengan melempar benda yang bebentuk ulat ke pundak Hinata. Hinata bahkan yang tidak terima tidak segan-segan untuk membalasnya dengan menyemprotkan air ke wajah Sasori. Untuk pertama kalinya rumah kaca yang biasanya hanya diisi oleh pemuda baby face tersebut kini terlihat lebih hidup dan lebih menyenangkan. Ia sudah meyakininya sejak awal. Kata hati yang selalu menjadi tuntunannya untuk percaya bahwa sahabat kecilnya memang masih menunggunya. Irisnya bahkan tak pernah lepas dari gadis yang kini sedang sibuk menyebarkan pupuk organik disekitar tumbuhan yang hampir layu karna minimnya perawatan dari sang pemilik tanaman.

Tidak peduli apapun yang terjadi. Sepanjang ia bisa melihat senyuman Hinata, yakinlah semuanya akan baik-baik saja.

...

...

Setelah libur akhir pekan selesai tibalah saatnya Hinata harus memakai seragam KIHS. Ia sudah siap dengan kunci mobil yang sudah digenggam ditangannya. Hanya saja saat ia akan memakai sepatunya sebuah langkah kaki lebar datang mendekat padanya. Ia mendongak saat pria berdiri tepat didepannya.

"Hanie. Berangkat bersamaku. Kau tidak boleh menyetir sendiri."

"Aku bisa menyetir sendiri. Jika tidak aku masih bisa meminta Kou san untuk mengantarku kesana, niisan." Ucap Hinata acuh.

"Aku tidak menerima penolakan Hanie. Jadi ku harap kau mengikuti ucapanku. Jika tidak.."

"Apaan sich. Gaara nii. Aku sudah besar dan aku sudah bisa menjaga diriku tidak suka di atur-atur seperti ini. Kau membuatku muak!" Ucap Hinata kesal. Ia sudah cukup bersabar dengan semua sikap bossy Gaara padanya.

"Sabaku Hanie! Jika kau memang bisa menjaga dirimu kenapa Uchiha Brengsek itu bisa menidurimu?!" Bentak Gaara. Ia mendorong Hinata hingga gadis itu meringis saat punggungnya sedikit terbanting ketembok belakangnya.

"Katakan padaku Hanie.." Suara Gaara mulai terdengar parau membuat Hinata mulai waspada. "Apa aku harus mengatakan bahwa aku mencintaimu di depan ayah dan ibu? Apa aku harus mengatakan kepada mereka tentang apa yang selama ini sudah kita lakukan tiap malam? Apa.."

"Onii san! Kau.." Hinata menendang perut Gaara saat pria itu lengah. Hinata muak dengan semua racauan kakak angkatnya. Apa yang terjadi dengannya. Kenapa tiba-tiba Gaara jadi seperti ini. Ia seolah melihat orang lain. Jikalaupun ia menyukai Gaara tidak lebih dari batasan adik kepada kakak laki-lakinya saja.

"Kau harus mendinginkan kepalamu lebih dulu. Aku akan tidak akan munafik untuk mengakui bahwa kita memang telah menjalin hubungan lebih dari sekedar kakak dan adik. Tapi.." Hinata berbalik mengacuhkan Gaara yang masih dalam posisi duduknya, ".. aku sendiri belum berani menyimpulkan bahwa aku memiliki rasa yang sama sepertimu. M eski begitu aku tidak bisa menjanjikan apapun padamu, Niisan."

"Aku sama sekali tidak ingin melihat kekecewaan yang besar di wajah kedua orang yang paling kusayangi. Dan ku rasa jika memang kau adalah Gaara nii yang ku kenal selama ini, aku yakin kau pun akan memikirkannya berpuluh kali untuk bisa melakukannya, dan... " Jeda sebentar Hinata mulai memantapkan dirinya untuk mengeluarkan isi pikirannya, ".. Kita melakukannya karan kita ingin. Dan memang Gaara nii yang memaksaku untuk melakukannya dan aku hanyalah wanita remaja biasa yang juga tidak bisa menolaknya, bukan?"

BLAM.

Pintu tertutup meninggalkan Gaara yang mengepalkan tangannya kuat-kuat. Ia benci dikalahkan oleh wanita. Apalagi Hinata adalah perempuan yang paling dikasihinya, bukan sebagai kakak kepada adiknya melainkan seorang pria kepada wanitanya. Ia sendiri baru menyadari sikap possesivenya selama ini karna ia memang mencintai Hinata. Apalagi mengingat betapa murkanya dia saat tahu Hinata telah ditiduri Sasuke. Astaga. Memikirkannya membuat kepalanya terasa sangat sakit.

"Arkkh!"

Hinata berjalan cepat menuju ke mobilnya. Terus terang ia merasa takut saat melihat sikap Gaara seperti itu, namun tadi ia melihat ada sedikit kejanggalan di sana. Wajahnya terlihat lebih pucat dan kantung mata yang begitu tebal meskipun ia yakin kakaknya memang pengidap insomnia akut. Tapi, nyatanya ia tetap saja khawatir.

Gruuum Gruuum..

Hinata mendongak saat motor Honda CBR keluaran terbaru berhenti di sampingnya. Warnanya dominan gelap meskipun ada sedikit corak navy blue. Saat sang empu membuka helmnya Hinata hanya meliriknya malas.

"Hyuuga. Naik sekarang!" Bahkan tidak ada nada ramah-ramahnya dari suara datar milik Uchiha bungsu ini. Tunggu dari mana pria ini tahu alamat rumahnya dan sejak kapan pula pria ini bisa lulus dari pengintrogasian satpam gerbang yang menurutnya selalu berhati-hati dalam memilih tamu yang diundang maupun yang tidak diundang macam Uchiha brengsek ini.

"..."

"Hyuuga aku tidak suka mengulang ucapanku dua kali!" Ucap Sasuke kesal. Seenaknya saja gadis yang telah menjadi wanita ini mengacuhkannya begitu saja. Padahal ia sudah mati-matian untuk membuat berbagai cara halus untuk menundukan satpam belagu di gerbang tadi. Yaa walaupun tetap saja memang kepalan tangannya pulalah yang dihadapi satpam itu.

"Baru saja kemarin kita rujuk kenapa kau kembali mengesalkan." Gerutu Hinata jengah.

"Hm." Sasuke menyodorkan sebuah helm pada Hinata.

"Aku tidak mengatakannya untuk berangkat bersamamu hari ini."

"Cih sialan. Dengar Hyuuga jika kau berani membantahku. Naik sekarang Hyuuga jika kau tidak ingin mendapatkan hukuman dariku." Ancam Sasuke menatap tajam Hinata yang tidak sedikit pun gentar akan aura intimidasi Sasuke padanya.

"Cih." Hinata akhirnya mau tak mau naik kemotor gede Sasuke sebelum akhirnya ia menerima helm dari sang empu motor. Ia cukup bersyukur setidaknya pria ini melakukan persiapan sebelumnya dengan membawakan helm cadangan padanya. Yah.. dari hal keamanan pria ini memang cukup bertanggung jawab.

Ia reflek memeluk tubuh kekar Sasuke saat pria itu melajukan motornya dengan kecepatan di atas 50 km/jam. Astaga... Hinata bahkan ingin sekali menjerit saat pria ini dengan santainya menyalip pengendara-pengendara lain. Entah itu mobil roda empat biasa atau mobil truk gede sekalipun. Ia bersumpah akan menghantui pria ini seumur hidupnya andaikan pria ini membuatnya binasa di jalan raya.

Telinga bahkan berdenging seakan ia tidak bisa mendengar apapun lagi di sekitarnya. Hanya mengandalkan pegangannya pada perut sixpack Sasuke. Oke pria ini masih bernapas itu artinya mereka masih dalam keadaan hidup.

"...Ga"

"..."

"...Yuuga."

"..."

"Hyuuga!"

Hinata tersentak saat Sasuke memanggilnya cukup keras. Ia mendongak dan mendapati mereka telah berada di gedung KIHS. Mereka bahkan sudah berada di tempat parkiran sekolah. Sejak kapan?

"Sejak 5 menit yang lalu, Hyuuga." Sasuke menyeringai tipis bersidekap menatap Hinata. "Kau sepertinya menikmatinya perjalannya dengan sangat baik sekali. Bahkan kau sengaja menggodaku, Huh?"

"A apa maksudmu? Kau melajukan motormu dengan ugala-ugalan. Yang benar saja aku menggodamu. Tidak sudi!" Hinata cepat-cepat turun dari motor Sasuke. Karna gerakannya yang terburu-buru menyebabkan kakinya kurang seimbang. Hinata oleng dan hampir terjatuh andaikan lengan kanannya tidak dicekal Sasuke.

"Perhatikan langkahmu. Aku tidak tahu jika ini pertama kalinya kau naik motor." Ucap Sasuke datar. Kata-katanya adalah sebuah bentuk perhatian yang sangat istimewa mengingat bagaimana perangai pria ini sebagai Uchiha.

Meskipun wajahnya tidak menampakan ekspresi apapun namun bagi kaum hawa itu adalah sebauh perlakuan spesial yang pastinya akan membuat mereka menjerit-jerit kesenangan namun nampaknya tidak berefek bagi Hinata. Meskpun ia akui jika Sasuke adalah pria yang memiliki fisik yang sempurna. Wajah tampan dengan tubuh atletis yang seolah memanggilnya untuk selalu dipeluk dan disentuh. Hanya saja karna terbiasanya dengan kehadiran kakak angkatnya yang juga memiliki ketampanan diatas rata-rata jelas itu adalah hal biasa. Dan jangan kau mengharapkan apapun saat kau memberikan perhatian berlebih dari Hinata saat gadis ini tidak menyukainya. Sekalipun perhatian itu berasal dari pria sedingin dan seangkuh Sasuke Uchiha.

"Hm. Arigato. Aku pergi." Ucap Hinata sedikit menunduk setelah memberikan helmnya pada Sasuke. Setidaknya ia ingat untuk menjaga kesopanannya sebagai aturan berterima kasih bagi sang penolong. Yah.. sekalipun pada orang paling dibencinya sekalipun.

"Hm. Aku tidak merasakan ketulusan apapun dari ucapanmu. Aku perlu cara berteriman kasih yang lain." Ucap Sasuke bersandar santi pada motornya.

Sialan. Sasuke memang pria tidak tahu diri.

"Cih." Hinata berbalik kesal bersiap untuk melancarkan kata-kata umpatan diwajah Sasuke andaikan sebuah benda kenyal dan hangat tidak melahap bibirnya penuh. Lumatan dan hisapan cukup panjang pada bibir bagian bawahnya. Hinata tentu terkejut dan ia mendorongnya sekuat tenaga. Tapi, lingkaran lengan kekar dipinggang dan tengkuknya tentu menguci tubuhnya.

"Hmmmppph.."

Cup.

Lumatan yang diakhiri satu kecupan terakhir dibibir membuatnya menyeringai. Sasuke tersenyum culas lantas menatap Hinata yang kini menatapnya garang.

"Aku suka dengan rasa bibirmu. Manis. Dan aku ingin mendapatkannya setiap kali aku menginginkannya."

"Dalam mimpimu, Uchiha!"

"Oke. Setidaknya minimal dua kali dalam sehari. Itu tidak buruk." Ucap Sasuke santai.

Hinata sudah kesal hingga wajahnya memerah. Ia hendak menampar pipi mulus Sasuke namun pria itu sudah menyadarinya terlebih dulu dan segera mencekal tangan kanan Hinata. Sasuke kembali menatap mata amethys yang memancarkan sorot kebencian padanya. Sasuke menatap dingin Hinata.

"Aku tidak suka dengan sikap pembangkanganmu Hyuuga. Kau ingin aku menghukummu, begitu?"

"Sialan kau.."

"Aku tidak pernah bermain-main dengan ucapanku Hyuuga." Sasuke mendorong tubuh Hinata membuatnya oleng kembali dan hampir terjatuh andaikan ia tidak mendapatkan keseimbangannya lagi.

"BRENGSEK KAU UCHIHA!" Teriak Hinata tidak terima, "..Jika kau mengira aku akan membiarkanmu begitu saja. Kau SALAH BESAR! Aku tidak perduli dengan rekaman atau apapun kau menyebutnya. Aku akan melawanmu. Tidak perduli seberapa besar kau mempermalukanku didepan umum. Karna ku pastikan aku akan menyeretmu disana."

"..." Sasuke menyeringai penuh minat. Ia tidak sedikitpun menyesal dengan perlakuannya pada Hinata. Setidaknya ia menemukan sesuatu yang jauh lebih menarik disini. Gadis yang cukup menantang dan agresif. Ini adalah tantangan perang padanya. Silahkan saja mungkin pada akhirnya wanita ini akan bertingkah sama sama seperti gadis-gadis lainnya yang akan jatuh pada pelukannya dengan mudah. Hanya maaf saja jika kau menganggap itu akan bertahan lama. Karna pada akhirnya kau akan dicampakan begitu saja dan itupun pasti akan berlaku pada putri tunggal Hyuuga congkak ini.

Ia bahkan masih sangat ingat betapa nikmatnya berada antara kedua kaki jenjang yang kini berjalan menjauhinya. Hinata Hyuuga betapa kau membuat seorang Uchiha Sasuke begitu tertarik padamu. Apalagi dengan beraninya Hinata menantangnya secara terang-terangan. Jangan salahkan seorang Uchiha Sasuke jika pada akhirnya kau akan terjerat dalam jebakan liciknya. Sekali kau terjebak maka kau tidak akan pernah lepas dengan mudah kecuali jika Sasuke sendiri yang melepaskannya.

Bahkan tak ada satupun diantara mereka yang menyadari ada seseorang yang menyaksikan pertengkaran sengit itu. Mata emerald yang memandang penuh dengan kecembuaruan dan kebencian yang mendalam. Terutama pada gadis yang berjalan cepat meninggalkan tempat parkiran. Hinata.

"Aku akan menghancurkanmu, Hyuuga." Ucapnya dingin. Ia pun berbalik pergi.

..

..

..

Bunyi bel pertanda berakhirnya pelajaran kedua membuat semua siswa bernapas lega. Mereka yang merasa kelaparan segera berlari kekantin atau taman belakang sekedar untuk menikmati makan siang mereka. Hinata yang tidak membawa bekalnya hanya bisa duduk termenung di dalam kelas. Bukan karna ia tidak mempunyai uang untuk memb eli sesuatu di kantin tapi, ia memang sedang malas sekedar hanya untuk beranjak dari bangkunya.

Drrrrrttt...Drrrrtt..

Sebuah pesan singkat masuk ke smartphonenya.

085xxxxxx

Nomor yang tidak dikenal.

'Datang ke atap sekolah. Sekarang!'

Siapa?

Ia akan tahu jawabannya jika ia pergi ke atap sesuai dengan permintaan orang misterius ini.

Hinata lantas pergi keatap dan menemukan tempat yang kosong. Ia melirik kesana-sini sekedar memastika ada ssesorang yang dicarinya saat ini. Ia mendengar langkah seseorang yang berjalan dibelakangnya. Dan ia sama sekali tidak siap saat sebuah benda tumpul melayang kekepalanya.

Bruukh.

Bunyi gedebuk tubuh yang jatuh dengan sangat kerasnya. Hinata masih sadar untuk menyaksikan langkah kaki seseorang berjalan kearahnya. Ia juga dapat melihat surai merah muda samar menatapnya dingin. Kepalanya terasa sakit. Perlahan pandangannya memburam dan kemudian seluruhnya menggelap dan kemudian tidak sadarkan diri.

..

Gaara mendengus sebal kala beberapa siswi menatapnya penuh keterpanaan disepanjang koridor. Apa mereka tidak pernah melihat wajah lelaki pria Jepang? Jika saat di Jerman wajar jika para wanita sana menatapnya seperti itu lantaran wajah khas Asia memang sangat mencolok disana. Tapi, bagaimana jika di tanah kelahirannya? Tentu saja itu sangat menjengkelkan. Bak seorang aktor atau personil boyband yang nekat untuk mengoperasi wajahnya agar seimut dan setampan mungkin agar dapat menarik banyak perhatian. Tapi, untuk Gaara jelas itu adalah hal yang paling di bencinya. Tapi, justru tanpa ia inginipun ia sudah banyak menarik perhatian para kohainya. Jika bukan demi Hanienya tidak perduli jika nama aslinya adalah Hinata, Gaara berjalan santai menuju kelas adiknya yang berada di kelas X B.

"Hey. kau!" Teriaknya pada pemuda berkaca hitam yang kini sedang duduk dengan tples yang berisi beberapa ekor serangga yang Gaara tidak yakin jenis apa.

Kohainya itu melirik ke kanan-ke kiri. Siapa tahu seniornya ini sedang memangil siswa lain.

"Aku memanggilmu, Bodoh!"

"Ya. Senpai. Ada..."

"Kau tahu Hinata pergi kemana?" tanya Gaara to the point.

"Saya tidak tahu senpai. Mungkin atap sekolah. Senpai. Saya sempat melihat ..."

Gaara berlalu pergi meninggalkan siswa tersebut tanpa mendengarkan ucapannya hingga selesai.

"...berlari di tang..ga." Lanjutnya speacless.

"Shino!"

"SHINO!"

"Apa yang dikatakan senpai Gaara kepadamu?" Tanya beberapa siswi yang menyaksikan pembicaraannya dengan salah satu senpai populer itu. Jelas itu adalah hal yang sangat merepotkan saat kau berinteraksi dengan salah satu siswa-siswi mostwanted disekolah. Shino hanya bisa menghela napasnya pelan cepat-cepat memasukan toples serangga-serangga tercintanya kedalam laci meja. Ia hanya mencegah sesuatu tidak diinginkan terjadi mengingat betapa antusiasnya para siswi-siswi yang sedang mengalamai peningkatan hormon pubertasnya.

Sedangkan Gaara ia sudah berjalan menuju atap sekolah tapi seseorang yang sedang berjalan berlawanan arah dengannya sedikit menghambatnya. Mereka bertatapan sengit membuat salah satu diantara mereka merasa tersinggung.

"Apa maumu Sabaku? Terus terang tatapanmu mengganguku."

"Jauhi Hanie!"

Pria itu berbicara sebentar pada temannya sebentar memintanya untuk kekelas terlebih dulu. Kembali pria yang memiliki wajah babyface ini menatap Gaara datar.

"Apa hakmu? Ingatlah siapa dirimu baginya dan.. nampaknya kau melupakan siapa sebenarnya yang kau panggil dengan sebutan Haniemu itu." Balasnya tenang. Ia berjalan melewati Gaara yang masih terdiam dengan kekesalan yang memuncak didadanya.

"Sebelum dia mengenalmu. Dia telah mengenalku lebih dahulu sebelum dirimu. Maka ingatannya terhadapku jelas lebih berarti dibandingkan kau yang hanya sebagai pemain tambahan dalam kehidupannya." Lantas iapun tersenyum miring dan berjalan pasti meninggalkan Gaara yang kini mendecih kesal.

"Sialan kau Akasuna no Sasori. Kita lihat siapa yang akan tertawa pada bagian akhir kisah ini." Bisiknya pelan. Ia kembali melanjutkan langkahnya menuju atap sekolah tapi, lagi-lagi sesuatu menghentikannya.

'MAAF!

UNTUK SEMENTARA ADA PERBAIKAN LISTRIK

TIDAK DIIZINKAN MASUK KECUALI TEKNISI'

Yang benar saja. Sejak kapan ada perbaikan listrik disekolah elit ini. Ia mencoba untuk membuka pintunya namun terkunci dari dalam.

Tunggu!

Tidak seharusnya mereka mengunci pintunya, kan? Jikalaupun iya, tentu akan merepotkan jika harus bolak-balik buka tutup kunci bagi teknisi yang keluar masuk, bukan? Tidak efisien sekali.

Dirinya yang terbiasa bekerja sebagai seorang atasan diperusahaan ayahnya jelas sangat tidak menyukai hal yang merepotkan apalagi dalam bidang pekerjaan. Dan ke-Efektif-an waktu bagi seorang karyawan jelas adalah hal yang paling diutamakan. Dan itu pasti berlaku pada bidang pekerjaan apapun. Kecuali ada tindakan-tindakan tidak wajar dan patut untuk dicurigai.

Mengingat perkataan siswa yang memberikan informasi tadi kepadanya entah kenapa ia merasakan firasat buruk. Apalagi ketika ia mengingat kejadian dikediaman Hyuuga lusa kemarin. Sepasang ibu dan anak yang diingatnya adalah seorang siswi pindahan disekolah yang sama dengannya.

"Cih. Sial!"

Ia menendang pintunya dengan keras mengakibatkan bunyi debaman yang sangat keras yang pasti mengagetkan orang-orang dibalik pintu.

Sedangkan didalam seorang gadis nampak terkejut dengan gebrakan pintu dari luar. Ia sedikit panik begitu pula pada seorang pemuda yang sedang memangku gadis indigo yang tanpa sehelai kainpun melekat ditubuhnya.

"Sial! Mengganggu saja."

"Apa yang harus kita lakukan Sakura senpai?" Tanyanya panik. Adik kelasnya ini memang sangat ketakutan mengingat ia memang telah beurusan dengan para senpai cukup berpengaruh disekolahnya.

"Tenanglah. Shuzaki kun. Aku hanya memerlukan beberapa poto lagi. Bertahanlah, oke." Balas Sakura kembali mengarahkan kameranya pada posisi Hinata yang sedang disetubuhi oleh kohainya itu.

"Ha.. ha'i senpai.." Balas pemuda ini.

Brak!

Nampaknya orang yang berada diluar sana sudah tidak sabaran dan mendobrak pintu hingga keras.

Sakura jelas sudah mulai ketakutan. Hanya perlu satu gaya lagi.

"Buat seperti posisi doggy style."

Dengan patuh pemuda itu membuat posisi seperti yang di instruksikan oleh Sakura. Ia sedikit kesulitan lantaran siswi cantik yang diketahuinya bernama Hinata ini dalam keadaan tidak sadarkan diri. Ia mengangkat tubuh Hinata menyanggah pundaknya menumpu kan lututnya dan menyenderkan tubuh Hinata pada pembatas pagar atap gedung. Cuaca yang tidak cukup cerah membuat tubuh mereka terlihat jelas.

Klik.

"Baiklah. Selesai. Gunakan segera pakaianmu kembali sebelum orang itu menghajar kita."

"Ha.. ha'i. Senpai."

Sementara itu Gaara mulai kesal karna pintu tersebut tidak kunjung dibuka. Ia mengambil beberapa langkah kedepan dan menghepaskan menabrakan tubuh bagian sampingnya pada benda padat tersebut. Tidak perduli jika pundaknya membiru, ia sudah sangat khawatir jika orang yang didalam adalah orang-orang itu.

Braaak!

Dua kali dobrakan. Masih juga tidak berubah.

Ketiga. Masih sama.

Keempat. Sudah mulai sedikit ada geseran celah kecil.

Dan untuk yang kelima Gaara sedikit mengambil ancang-ancang dan usahanyapun berhasil. Tanpa menunggu lama iapun menghambur masuk. Dan seketika ia terdiam membelalakan mata jadenya.

Sungguh sangat menjijikan bagaimana dengan santainya lelaki itu menghujami tubuh wanita itu dengan kasar. Dan desahan-desahan yang membuat bulu kuduknya merinding. Tapi jelas saat mereka menyadarinya seketika bersamaan dengan ejakulasi pertama pemuda itu.

"Se senpai.. maaf kau benar-benar mengganggu privasi kami." Ucap siswa yang ternyata kohainya itu.

"Sabaku san.. tidak bisakah kau tahu diri, huh?" Balas Sakura membenahi roknya yang memang hanya bagian bawahnya yang hanya disingkap dengan celana dalam yang menggantung disebelah kakinya. Jika diperhatikan dengan seksama sebenarnya tubuh Sakura sedikit gemetar. Gemetar karna ketakutan.

"Cih. Carilah hotel. Setidaknya gudang sekolah adalah tempat sepi disini." Balas Gaara datar. Ia berbalik pergi membuat kedua orang ini sedikit menarik napas lega.

Gaara yang merasa tidak bersalah sedikitpun kembali untuk mencari keberadaan Hinata. Ia mengambil smartphonenya dari saku celananya. Ia mencari kontak nomor sang adik.

"..."

Ia menunggu beberapa detik. Meskipun sambil berjalan ia masih belum benar-benar keluar dari daerah atap sekolah.

'i am only one call away'

I'll be there to save a day...

Superman got...'

Deg.

Sreet

Gerakan refleks yang sudah terlatih dengan sempurna Sakura berlari ke sisi tempat paling pojok yang terdapat beberapa meja dan kursi yang sudah tidak terpakai. Ia segera mengambil sebuah benda kecil yang menghasilkan dering lagu sebagai nada panggilan masuk.

Gaara menyerngit menatap curiga Sakura. Ia tahu itu adalah lagu yang 1 minggu ini disukai oleh Hinata. Bahkan adik tercintanya itu sering menyanyikan lagu itu saat di kamar mandi dan itu cukup membuat Gaara tak tahan untuk mengeluarkan sisi jahilnya. Ejekan yang justru membuat Hinata sengaja mengeraskan suaranya hingga kuping Gaara berdenging.

"Moshi moshi. Kaasan?" Jawab Sakura sambil tanpa melirik Gaara yang kini menatapnya aneh.

Gaara melirik layar smartphonenya menandakan panggilannya telah di riject.

Gaara kembali mendial panggilan yang sama dan ia melihat gerakan Sakura yang terlihat aneh.

Gaara memberikan sebuah message kosong. Dan ada sebuah nada sebentar sebagai adanya pesan masuk. Jelas ia mengetahuinya banyak tenang Hinata dan wanita ular ini telah salah mengambil lawan. Sakura membenahi kursi masih dalam posisi yang sama dan Gaara segera menyadari sesuatu. Ia mendekati Sakura. Merebut ponselnya dan menekan sebuah tombol otomatis menampilkan layar yang membuat Sakura berwajah pias.

"Apa maksudnya ini. Sakura?" Tanya Gaara bernada rendah dan terlihat emosi.

"A aku hanya..."

"Katakan kemana pemilik ponsel ini?"

"Tadi dia keluar untuk membeli..."

"Kenapa ponsel ini bisa berada ditanganmu?"

"Dia menitipkannya padaku." Sakura beruasaha untuk tidak nampak ketakutan saat pemuda yang dia ketahui sebagai kakak angkatnya Hinata bertanya dengan beruusaha untuk menahan diri.

"Lantas kenapa kau mematikan panggilanku?" Nada suara Gaara semakin rendah dan Sakura berusaha untuk tidak was-was.

"Itu bukan panggilan darimu. Itu memang dari Ibuku."

"Oh yaa?"

"Tentu saja." Sakura merebut ponsel yang berada ditangan Gaara. Namun pemuda ini menyadarinya dan dengan gesit dia menghindari jangkuannya dan hanya udara hampa yang didapat Sakura.

"Kembalikan Sabaku!"

Sakura yang mulai kesal dan putus asa mendorong Gaara hingga pemuda itu mundur kebelakang. Karna kekuatan dorong Sakura terlalu kuat membuat Gaara sedikit hilang keseimbangangan kebelakang membuatnya jatuh melewati pagar pembatas yang hanya setinggi 1 meter.

"Astaga. GAARA!"

Sakura mulai panik. Gaara sempat berpegangan pada pagar pembatas. Sakura tidak berusaha menarik Gaara. Namun ia tetap panik. Ia melihat Kohainya yang berusaha membantu Gaara. Ia melirik kamera yang disimpan disaku seragamnya dan kembali melihat sosok tubuh yang sengaja dia sembunyikan dibalik bangku yang disusunnya dengan apik hingga menyembunyikan tubuh Hinata dibaliknya.

Ia memejamkan matanya kuat-kuat.

Ia hanya ingin mendatkan apa yang harusnya menjadi milikinya. Sama sekali tidak berniat ingin memiliki apapun. Ia bahkan tidak berhasil dalam mendapatkan cinta yang di inginkannya. Kenapa semuanya menjadi rumit.

"Bertahanlah senpai."

Suara kohainya menyadarkan kembali kesadarannya. Dengan tangan yang gemetar ia mengambil sebuah balok kayu yang digunakannya untuk memukul Hinata. Bercak darahnyapun masih terlihat.

"Gommen ne.."

Kohainya hampir berhasil menarik Gaara namun...

BUK.

Bruuk.

"Aaakhh.."

Kohainya yang diketuinya bernama Shuzaki Kazawa tertarik oleh beban berat Gaara. Namun Gaara segera mengantisipasi keadaan kembali berpegangan pada pagar pembatas. Kini kondisinya berbalik. Gaaralah yang menahan tubuh Shuzaki dengan tangan kanannya. Sedangkan tangannya yang lain menahan berat tubuh mereka berdua pada pagar pembatas gedung.

"Se senpai..."

"Sialan. Kau berniat membunuh kami, SAKURA!"

Gaara melirik kebawah lagi meringis menahan sakit menahan beban berat tubuh Shuzaki. Ia melihat kolam renang dibawahnya, namun tidak menutup kemungkinan mereka akan selamat lantaran mungkin kedalamannya belum tentu lebih dari 3 meter sedangkan ketinggian mereka lebih dari 40 meter.

Sialan. Sebenarnya setan apa yang merasuki jiwa wanita bersurai buble gum itu.

"Gommen. Tapi kalian akan menggagalkan rencanaku jika aku membiarkan kalian begitu saja." Iris emeraldnya nampak putus asa. Hal itu cukup membuat Gaara merasa was-was.

"Kau akan semakin terlibat masalah jika kau melakukannya, SAKURA. KAU AKAN DIHANTUI RASA BERSALAH!"

Gaara menatap tajam saat Sakura mengangkat balok kayunya untuk diarahkan pada tangannya.

"Sayonara..."

DUK.

Pegangan Gaara terlepas dan tubuh merekapun melayang bebas terjun kebawah. Gaara memejamkan matanya menunggu untuk merasakan sakit ditubuhnya. Ini mungkin sudah menjadi limitnya untuk melindungi adik tercintanya. Ini mungkin adalah hukuman atas dosa-dosanya selama ini. Ia tersenyum tipis mengingat bagaimana kenangan-kenangan indahnya sewaktu kecil dulu bersama Hanienya.

"Hinata.."

Bisiknya pelan. Hingga terakhir yang diingatnya adalah sesak napas dan tubuhnya yang diliputi rasa dingin yang menyebar keseluruh tubuhnya. Pandangan terakhir yang diingatnya adalah wajah Hanie kecilnya yang tersenyum dengan bola mata lavender yang meneduhkan hatinya.

...

...

To Be Continued

...

...

...

~Author ~

...Halooooo...#lambaian tangan author yang watdos

#GUBRAK# BRUK#Dilemparin botol, sandal, kotak pensil, buku, pulpen, penggaris. *Reader ngamuk*

#author bangun ngebersihin kulit pisang yang nyangkut dikepala# kembali watados

"EHEM..EHEM.. Cek..cek.."

#reader manggil Choji buat dilemparin ke author#

"Oke.. oke.. Sabar sabar.."

Ketemu lagi dengan author yang tidak bertanggung jawab macam aku.. hahaha...

Aku kira sudah berbulan-bulan atau mungkin sudah setahun aku menelantarkan ff ini.

..OMG...

Begitu banyak yang memberikan dukungan dan semangat untuk author yang sama sekali tidak konsisten sama ffnya malah sibuk ngomentarin ff punya orang lain. Tapi, mau gimana lagi virus author yang bernama 'LAZY-terial. And LOST IDEARIAL'#Gaje#plak. * LAGI KUMAT

..

Pas baca bagian ini..Pasti kalian akan berkata...

'lho kok ceritanya jadi kayak gini?'

Atau

'Kok enggak nyambung.'

Atau

'makin parah,ngebosenin'

Atau

'Ceritanya jadi ga jelas kayak authornya.'

Atau

'Apakah ini akan jadi fanfict ending angst? Sad ending yaa..'

DLL..

Tapi aku tidak akan pesimis untuk melanjutkan cerita ini hingga akhir. Biarpun update-annya ngaret ngelebihin ban karet

Satu lagi.. ini pastinya akan berakhir dengan happy ending hanya saja tidak menutup kemungkinan akan ada chara yang aku gugurkan hahaha..mungkin.. mungkin.. masih mungkin.

So.. sebenarnya mau ku rombak keseluruhan ceritanya dari chap awal hingga chap akhir. Soalnya typo dan kesalahan plotnya parah banget.. tapi, susah juga karna otomatis otaknya yang gaje ini bakalan kembali kepengaturan awal dan pasti bakalan ngerombak keseluruhan ceritanya. Paling utamanya aku juga harus tetap menyesuaikan konflik-konflik yang sebelumnya. Berhubung sebenarnya aku ingin mengubah konflik yang sebelumnya juga yang menurutku juga terlalu biasa padahal otakku penuh banget dengan ide-ide. Yah...Justru karna terlalu banyak ide jadi kagak ada yang bisa aku keluarin.. berakhir dengan otak gaje yang koslet... hehehe..#plak

Kembali lagi.. ku ucapkan beribu-ribu terima kasih untuk reader yang baca TLTF.

Maaf enggak bisa sebutin satu-satu.. tapi.. sumpah aku sangat menyukai semua komentar kalian.

Akupun menunggu untuk tanggapan kalian dalam chap 10 ini.

..

..

..SEE YOU NEXT CHAPTER..