"Huang Zi Tao! Bagaimana kau bisa dapat nilai jelek lagi?" Nyonya Huang menatap intens anak keduanya itu. Orang yang di tanya hanya menggeleng acuh tak acuh.

...O...

Home Tutor

Kris & Tao Yaoi fanfiction

Rated M

Romance and Drama

I do not own anything except the story

Cerita ini hanyalah fiksi belaka, tidak ada hubungan dengan kehidupan yang sebenarnya

Fanfict ini terinsipirasi dari salah satu manga yaoi yang berjudul 'Home Tutor' oleh Yuu Moegi

My story is not perfect. So, please forgive some mistake i've made

Don't like? Don't read!

...O...

Hai, namaku Huang Zi Tao. Umurku baru saja tujuh belas tahun pada tanggal dua Mei yang lalu. Sebenarnya aku lahir di Qingdao, China, tetapi keluargaku pindah ke Korea saat aku berumur lima belas tahun. Sayangnya, tetap saja walaupun sudah dua tahun di sini, ketika aku berbicara bahasa Korea terdengar sedikit aneh karena aksen Chinaku.

Ngomong-ngomong tentang saat ini… moodku benar-benar buruk. Oh ayolah, bagaimana tidak jika eomma memutuskan sesuatu untukku secara sepihak. Kalau eomma menambah PS3 sih.. it's okay. But—this! Eomma made decision to drown me into 'study world'. Di tambah dengan guru privat, yang secara tidak langsung mengawasiku, yang berarti aku tidak bisa kabur ke rumah Baekhyun. Oh yeah, bagus sekali. Walaupun ini memang salahku, sih, yang jarang sekali mendapatkan nilai bagus.

.

.

.

.

"Kalau begini terus, kau bisa tidak naik kelas, Tao," ucap Nyonya Huang yang sedang duduk berhadapan dengan anak semata wayangnya.

"Tapi aku tidak mau, eomma! Nanti waktu bermainku ber— "

"Saat ini yang harus kau perhatikan adalah sekolah, sayang." Tao menatap tidak suka. Ia mepoutkan bibirnya dan bergerak-gerak gelisah.

"Sebentar lagi kau akan kelas tiga, Tao harus mempertahankan nilai agar tidak kerepotan mengejarnya," lanjut Nyonya Huang sambil tersenyum lembut. "Eomma mempunyai kenalan yang bekerja sebagai guru privat. Eomma rasa dia cukup asyik." Sang pemuda bermata panda mengalihkan pandangannya kearah yang lain. Bibir kissablenya bergerak komat-kamit mengejek ucapan ibunya. "Tentang gurumu, eomma yakin kau akan menyukainya. Kau bisa memegang kata-kata eomma." Nyonya Huang mengakhiri pembicaraannya. Beliau beranjak bangun meninggalkan ruang keluarga.

"Ta—eomma! Aish, kenapa hidup begitu menyebalkan, sih?"

.

.

.

.

Pik.

Namja dengan lingkaran hitam di bawah matanya baru kembali dari alam mimpi. Kedua matanya yang tajam berputar memindai keadaan di sekitarnya. Oh, sudah sore ternyata. Tao tidak sengaja tertidur saat memikirkan bagaimana les privatnya nanti. Come on, biarkan saja. Yang kau lakukan hanya sikap tak peduli saja dengan gurumu. Siapa tahu guru les privatnya itu memundurkan diri karena sikap naughty-nya dan ia tidak akan di berikan les privat lagi dan artinya ia akan bebas sepuasnya bermain! Betapa pintarnya kau Zitao.

Tao mengangguk mantap. Ia punya rencana untuk menyingkirkan guru privatnya itu. Tubuhnya bangkit menuju lemarinya lalu mengambil handuk. Ia melangkahkan kaki jenjangnya ke kamar mandi.

"Tao! Guru privatmu sudah datang," teriak Nyonya Huang dari lantai bawah. Tao menyadari panggilan ibunya, ia merengut dan mengacak-ngacak surai hitamnya.

.

.

.

.

Saat Tao keluar dari kamar mandi seusai membersihkan dirinya, hal yang pertama kali ia lihat adalah sesosok tubuh tegap berkemeja rapi dengan rambut berwarna blonde sedang membolak-balikkan sebuah buku tebal. Sosok tersebut membelakangi Tao, sehingga Tao hanya bisa menatap punggung lebar miliknya. Tunggu sebentar. Siapa dia? Pencuri? Pencuri kok malah baca buku?

Cklek

"Silahkan, Kris," ucap Nyonya Huang tersenyum sambil meletakkan nampan berisi dua lemon tea dan beberapa snack di meja kecil tengah ruangan. Saat ia berbalik, tak sengaja mata brunette miliknya melihat Tao yang sedang membisu sambil menatap Kris dengan ekspresi yang sulit diartikan. Nyonya Huang mengukir lengkungan manis pada bibirnya lalu berkata, "Tao, kenapa kau diam saja? Perkenalkan, ini Kris, pemuda yang akan menjadi guru privatmu." Mulut Tao sedikit terbuka saat lelaki yang katanya akan menjadi guru privatnya berbalik dan menatapnya tajam.

"Bagaimana, tampan 'kan?" ucap Nyonya Huang sambil tertawa dan mengibas-ngibaskan tangannya.

Eomma memalukan, pikir Tao.

"Annyeong, Kris imnida." Tangan kanannya menjulur mengisyaratkan untuk bersalaman. Karena Tao masih terpukau, ia jadi tidak merespon uluran tangan tersebut. Hingga eomma-nya menegur, baru ia tersadar dan cepat-cepat menjabat tangan Kris. "A—ah, i—i—ya. Zitao imnida." Tao menundukkan wajahnya, tidak berani menatap kedua berlian hitam Kris. Kris merasakan bibirnya berkedut, namun ia berusaha untuk tidak melengkungkan bibirnya, "Tao? Nama yang bagus." Kris menepuk-nepuk kepala yang lebih pendek dari dirinya. Dan orang yang ditepuk semakin menundukkan kepalanya dan merasakan kedua pipinya yang memanas.

Oh, shit, bagaimana cara menyingkirkannya kalau bertatapan saja sudah begini? batin Tao.

"Nah, Tao, have fun." Nyonya Huang tersenyum melambaikan tangannya lalu keluar dari kamar Tao.

"Eh—eomma!" teriak Tao dengan ekspresi horror. Padahal tidak ada yang menyeramkan, sih. Ia hanya merasa sedikit takut. Entah apa yang akan terjadi dengan dirinya.

Kris berbalik menatap Tao. Well, Kris is checking Tao out. Sepertinya ia mulai tertarik dengan murid barunya ini. Wajah dengan mata panda yang terlihat imut, leher putih jenjangnya terlihat menggoda, dada bidangnya yang putih sedikit terekspos dan membuat Kris menelan ludah. Ia merasakan bagian bawahnya sedikit tidak nyaman. For God sake, Kris tidak ingin memberi kesan buruk di hari pertama. Kris berusaha menghapus segala pikiran kotornya, setelah itu ia berkata, "By the way, Tao… you still want to use that bathrobe to study?"

Tao yang sedari tadi memikirkan bagaimana nasibnya, tersentak. Betul juga, ia masih menggunakan bathrobedari tadi! Seketika itu juga, Tao langsung berlari mengambil pakaiannya, lalu masuk kedalam kamar mandi.

"How ke'ai."Kali ini Kris baru tersenyum.

.

.

.

.

"Jadi, hasil dari yang tadi diselesaikan dengan rumus phytagoras, dan itulah hasilnya." Ketukan jari-jari milik Kris menandai bahwa ia telah selesai menjelaskan soal tersebut. Kris menatap Tao lalu bertanya, "Kau sudah mengerti 'kan?" Tao menjawab dengan anggukan tak peduli. "Nah, sekarang coba kau kerjakan semua soal ini," ucap Kris dengan wajah dingin, kemudian ia melepas kacamata yang bertengger di batang hidungnya. Kedua bola matanya menatap Tao, yang gelagapan menghadapi soal-soal yang ia berikan. Ia hanya diam saja.

Kris beranjak dari meja belajar Tao, lalu mengambil segelas lemon tea yang Nyonya Huang siapkan tadi. "Ah…" Kris menghela nafas lega setelah meneguk segelas lemon tea tadi. "Ngomong-ngomong, kau sekolah dimana, Tao?" tanya Kris memandang Tao dengan kedua mata elangnya. Tao menjawab tanpa melihat tetapi dengan suara sedikit bergetar, "SM High School."

Kris mengangguk, "Benarkah? Sekolah yang terkenal itu?"

"Iya."

"Hm... pantas saja ibumu menyuruhku untuk mengajarimu, Tao." Kris kembali duduk dengan kaki bersilang. Matanya terus menempel pada pemuda panda tersebut. Ia hanya mendengus pelan melihat Tao yang merengut mengerjakan soal yang tadi ia suruh. "Masih tidak mengerti, ya?" tanya Kris dengan senyum meremehkan. Tao membalikkan wajahnya dari soal-soal rumit itu lalu menatap wajah tampan Kris dan mengangkat salah satu alisnya tidak suka. "Di bagian mana yang kau tidak mengerti?" Ketika Kris bertanya, Tao malah fokus memandangi terus wajahnya. Matanya sama sekali tidak berkedip. Ini aneh, ketika tiba-tiba kau bertemu dengan orang yang berwajah oriental, berkarisma, tetapi ternyata ia adalah gurumu. Ganteng-ganteng kok jadi guru les, sih? Kenapa tidak model saja? batinnya.

"Tao?"

Tao kembali kepada dunia realitas. Ia buru-buru menundukkan kepalanya. Menampar pelan pipinya, lalu menatap Kris kembali. "Ah, iya seonsaengnim?" Tao bertanya sambil memasang wajah polos.

"Bukankah sudah kubilang panggil aku Kris saja?" Tao mengangguk.

"Now, let me explain this once more. But you need to pay all your attention to me, okay?" Kris beranjak dari duduknya lalu mendekati muridnya. Ia berdiri di belakang Tao, lalu menundukkan badannya sedikit. Kedua tangannya berada di sekitar punggung Tao, seolah-olah malaikat maut melindungi domba kecilnya. Tao tersentak, kenapa malah malaikat maut? Entahlah, intinya ia merasa sedikit tidak nyaman dengan Kris di belakangnya ini.

"Err—seonsaeng—eh maksudku, Kris, bisakah kau tidak mengajariku dengan, erm—posisi seperti ini?"

Kali ini giliran Kris yang mengangkat salah satu alisnya. "Memangnya kenapa?" Tao hanya tersenyum awkward sambil menggaruk tenguknya. "Tidak apa-apa sih, aku hanya merasa sedikit... kurang nyaman."

"Tapi kalau aku lebih suka seperti, bagaimana?" Kris bersikeras mempertahankan posisi yang ia buat. Ia menjauhkan badannya dari Tao lalu melipat tangannya di depan dada.

Tao membatin, duh, guru ini aneh.

"Baiklah, terserah anda saja, seonsaeng—eh—Kris." Kedua bola matanya memutar malas. Kris hanya mengangguk dan melanjutkan pekerjaannya yang tertunda tadi.

Awalnya, Tao merasa biasa-biasa saja. Tapi lama-kelamaan ia risih juga karena wajah Kris begitu dekat dengan dirinya. Apalagi dengan jarak yang sedekat ini, ia bahkan bisa mencium harum gurunya. Begitu manly dan gentle. Tao yakin parfum yang digunakan oleh Kris pasti memiliki brand terkenal. Tuhkan, parfumnya saja mahal, kenapa ia malah beralih menjadi guru les?

"Ehm, Tao, kau mendengarkan 'kan?" ucap Kris membuat Tao merinding. Entah kenapa suaranya husky-nya kali ini semakin berat dan terdengar menyeramkan. Mungkin jika Tao berani memiringkan kepalanya, ia akan melihat wajah psyhco Kris. Tao buru-buru menjawab, "Eng—tentu saja—emh, Kris."

Sesaat kemudian ia merasakan tubuh Kris menjauh darinya. Tao menoleh ke samping, ternyata Kris sedang mengambil kursi yang tadi gurunya itu duduki dan mendekatkannya dengan kursi milik Tao. Oh, dia sudah normal kembali ternyata, pikir Tao.

Setelah Kris duduk dengan nyaman, ia kembali lanjut memberikan penjelasan panjang dan lebar kepada Tao.

.

.

.

.

"Bagaimana? Kau bisa mengerjakannya?"

Langit berlukis warna semakin gelap, waktu sudah menunjukkan pukul delapan malam. Jika sesuai jadwal, les privat Tao akan selesai setengah jam lagi. Tetapi malang bagi Kris. Sepertinya ia harus menunda kepergiannya menuju pulau kapuk untuk beristirahat. Masalahnya, walaupun ia sudah berjam-jam menjelaskan, ada saja satu hal yang Tao masih saja tidak mengerti. Walaupun ketika ditanya apakah sudah mengerti atau tidak ia mengangguk, tetapi ketika di beri soal-soal tersebut Tao malah menyerah mengerjakannya. Yang membuat menjengkelkan, ketika dijelaskan Tao jarang memfokuskan pikirannya. Malah sudah berulang kali ia istirahat agar lebih fresh—katanya—tetapi hasilnya tetap saja tidak berubah. Sebenarnya dia niat, tidak sih? pikir Kris frustasi.

Tao memajukan bibir plumpnya ketika menatap Kris. "Aku menyerah, soalnya susah sekali!" Kris menatap meremehkan, huh, alasan saja, batinnya.

"Itu akan menjadi mudah jika kau mendengarkan penjelasanku, Tao." Kedua tangan Kris dilipat di depan dada. "Cara apa lagi yang aku gunakan untuk mengajarimu, ya?" Mata terpejam Kris menunjukkan ia sedang berpikir. Sesekali jari-jarinya memijat pangkal batang hidungnya.

Detik kemudian kedua berlian hitam milik Kris terbuka. Tao lagi-lagi merasakan bulu-bulu kuduknya menegang karena tatapan tajam dan smirk penuh arti gurunya. "Karena kau tidak mendengarkan penjelasanku... bagaimana kalau aku memberikanmu—" Tao menarik nafas dalam-dalam. Tiba-tiba ia mengingat kalau ia menarik nafas dalam-dalam maka itu merupakan kapasitas komplementer paru-paru yaitu seribu lima ratus—hei! Ini bukan waktunya untuk mengingat hal itu. Yang pasti, ia merasakan akan ada sesuatu yang terjadi.

"...hukuman?"

Oke. Tao mengantisipasi apa yang akan Kris lakukan padanya. Ia berharap yang terbaik. "Tenang saja, aku tidak akan menyuruhmu loncat dari lantai dua, kok." Sepertinya Kris menyadari perubahan ekspresi yang terjadi pada putra kedua keluarga Huang tersebut. "Aku hanya akan menanyakan beberapa hal kepadamu, Tao." Jarak diantara mereka berdua mulai berkurang satu per satu langkah. Kris sengaja membuat suaranya menjadi lebih seduktif dan melambatkan pergerakannya. Tao yang menyadari mulai meningkatkan kewaspadaannya. Ia memundurkan perlahan kursi belajar yang ia duduki.

Senyum meremehkan masih terus bertengger manis di bibir Kris. Ia benar-benar menikmati wajah ketakutan sang Huang Zi kecil. Ketika Kris tepat di depannya, badan tingginya ia rendahkan agar sejajar, lalu menatap intens berlian Tao. Awalnya Tao menghindari tatapan maut itu, tapi karena Kris menahan rahangnya agar tidak bergerak, ia mulai terhipnotis oleh pandangan Kris. Perlahan, Kris mulai mendekati wajah Tao, memindai setiap sudut pemuda panda itu, kemudian berbisik lembut tepat di telinganya, "Apa yang membuatmu... tidak fokus, Tao?"

Hanya dengan kalimat sederhana Kris, Tao merasakan tubuhnya melemas dan suhu di sekitarnya naik. Ia bahkan tidak mampu menjawab pertanyaan yang diajukan. Suaranya begitu lembut dan mengahanyutkan. Sedikit aneh, kenapa waktu berjalan begitu lambat baginya?

Kris menggigit pelan telingan Tao, kemudian menggoda lagi, "Kenapa tidak menjawab, hm?" Kris menurunkan wajahnya, deru hangat nafas pemuda blonde menerpa tenguk Tao. Seakan menyampaikan rasa hangat ke seluruh tubuh sang pemuda yang lebih muda. Ujung hidung Kris bergerak menyusuri lekukan leher Tao, bibirnya memberikan kecupan-kecupan kecil.

Ia ingin memberontak, tetapi tidak bisa karena semua tenaganya menghilang entah kemana.

"Eungh..." Tao membelalak, desahan meluncur begitu saja dari bibirnya, tangannya yang berada di pundak Kris, berusaha mendorong pemuda itu menjauhinya. Sayangnya Tao kalah kuat dari Kris. Orang yang di dorongnya sama sekali tidak mengindahkan perlawanan Tao.

"Apa, hm?" tanya Kris seduktif disela-sela mengecup perbatasan leher Tao. Yang dilakukan Tao hanya menggeleng-geleng lemah. Kecupan dan gigitan kecil terasa seperti listrik menyengat kecil dirinya. Rona wajah Tao berubah menjadi merah, ia bergerak-gerak tidak nyaman ketika tangan Kris mulai berjalan di sekitar punggungnya. Mengukir-ngukir bidang berbentuk yang membuatnya merasa geli. Kenapa disaat seperti ini ia tidak bisa melawan?

Bibir tebal Kris bergerak keatas, meninggalkan kecupan ringan di jalur yang ia lewati. Kris menjilat pelan pipi Tao, menggigitnya perlahan lalu mengecupnya kembali. Begitu terus hingga berulang kali. Kris menyelipkan tangannya masuk kedalam kemeja Tao, menyentuh kulit halus Tao perlahan, hingga sampai pada nipplenya, Kris memutar-mutarkan jarinya hanya di sekitar nipple Tao—bermaksud menggodanya. Lama-kelamaan, Kris mulai mengelus-ngelus nipple yang sudah menegang itu. Sementara itu tubuh Tao semakin melemah saja, sekarang ia malah mulai menikmati apa yang Kris berikan padanya. Kedua matanya mulai terpejam. Seiring waktu, keinginannya menangkal semua ini mengabur.

"Eumh, Kris..." desah Tao. Nafasnya mulai memburu. Kris yang mendengar desahan patnernya merasakan sang adik kecil mulai menegang. Inginnya Kris, ia langsung menerjang Tao, tetapi tidak ada salahnya 'kan, bermain-main dahulu? "Apa, Tao?" goda Kris, ia membuka perlahan empat kancing atas kemeja Tao.

Tak lama, Tao merasakan bibirnya menyentuh sesuatu yang kenyal—bibir Kris. Kris melumat bibir kissable Tao dengan lembut, berusaha menahan nafsunya untuk take him raw. Kris menggigit pelan bibir Tao, menjilat-jilatnya, kemudian menyesap rasa manis yang membuat adiksi, mengisyaratkan agar Tao membuka mulutnya. Ketika Tao tak sengaja mendesah, lidah Kris memasuki mulut Tao yang terbuka, lalu menelusuri gua hangat tersebut, mengabsen satu per satu gigi sang pemuda yang lebih muda darinya. Kemudian ia menekan-nekan lidah Tao, mengajaknya bertarung.

Semua hal ini baru bagi Tao, sehingga Tao hanya diam dan mendesah saja. Namun karena nalurinya mulai merajai, kini ia bisa mengimbangi Kris, membuat pertarungan antar dua lidah ini semakin panas.

Menit-menit berlalu, Kris melepaskan ciumannya. Suara smartphone yang terus berdering begitu menganggu. Ia menjawab panggilan itu sambil menatap Tao yang berusaha mengatur nafasnya. Deru nafas Tao masih terdengar cepat, gerak naik-turun dadanya tak beraturan dan rona wajahnya hampir menyamai buah apel matang. Ia terlihat seksi dengan bibir dan pipinya yang basah akan saliva serta dadanya yang sedikit terekspos. Apalagi dengan nafas cepat yang lebih terdengar seperti moans. Ketika mata mereka bertemu kontak, Tao langsung mengalihkan pandangannya. Setelah terdiam cukup lama, Tao menampar pipinya sendiri, lalu buru-buru bangkit dan memasuki kamar mandi. Kris hanya memperhatikannya dalam diam.

Dirasa cukup, Kris memutuskan panggilannya. Ia membereskan barang-barangnya, lalu menghampiri pintu kamar mandi Tao. Kris berkata, "Tao, aku harus segera kembali. Ada beberapa urusan mendadak." Ia mengetuk beberapa kali pintu di depannya.

Tiba-tiba suara kencang mengagetkan Kris, "Sana pergi! Dan jangan pernah kembali!"

Hening sesaat. Sesaat kemudian suara tawa Kris terdengar. Ia harus mengakui bahwa putra Tuan dan Nyonya Huang cukup lucu. Sepertinya boleh juga menyetujui permintaan Kakeknya. Walaupun percuma saja sih, ia setuju. Kalaupun ia tidak suka, hal itu akan tetap berjalan. Kris tersenyum memikirkan hal itu, lalu ia melanjutkan kembali kalimatnya, "Baiklah, Tao. Kita lanjutkan itu besok, annyeong." Kris menebar flying kiss walaupun ia yakin Tao tidak akan melihatnya.

"Tidak akan pernaaah!"

Bagaimana bisa ia terlena dengan perlakuannya tadi?! Sepertinya ibunya berbohong tentang ia akan menyukai gurunya itu.

Aku benar-benar membencinya!

.

.

To be continued / End?

A/N:

Holla! Kembali lagi dengan saya, eLizxie Aire. Wahahaha, saya bikin ff KrisTao lagi. Sebenernya fanfic ini sudah berbulan-bulan, tapi baru selesai sekarang. -_- ngomong-ngomong tentang 'Home Tutor' saya rekomendasikan anda membaca komik Yuu Moegi! Walaupun saya tidak tamat membacanya sih. Tapi saya hanya mengambil garis besarnya saja. Waktu baca, kayaknya lucu deh kalo KrisTao seperti ini hehe. Oh ya, fic ini saya beri rated m untuk jaga-jaga karena di komik aslinya memang rated m._. lemon atau tidak... kita lihat saja nanti^^

And, saya minta saran dam kritik readers semua:3 pantas dilanjut atau segini saja? Semakin banyak review, semakin saya semangat melanjutkan fic ini :D

Jakarta, 14 Oktober 2012,

eLizxie Aire