Merodine V Presented

"Ghost Lens"

Disclaimer: VOCALOID bukan milik kami!

A/N: Ini baru chappie awal jadi belum terlalu serem. Tunggu next chappie okay?

Warning: DON'T LIKE, DON'T READ


(Miku P.O.V)

Dunia ini kelihatan kelabu bagiku. Aktifitas monoton dari tiap manusia yang amat membosankan. Semuanya hanya hal yang sama setiap harinya. Tapi, ada satu hal yang aku suka dari dunia ini. Yaitu kematian. Bukan, aku bukan seorang psikopat atau apapun itu. Hanya saat ada kematian, airmata dari orang-orang yang tidak pernah peduli padanya turun menetes. Penyesalan yang nantinya akan membawa pelajaran bagi mereka yang ditinggalkan. Ya, itulah yang aku suka dari dunia ini.

Aku Hatsune Miku dan aku bersekolah di Vocaloid High School, tepatnya kelas 8-A. Teman-temanku mengenal diriku sebagai gadis yang dingin terhadap orang lain. Aku memang kurang suka bersosialisasi dan membaur dengan orang-orang baru. Aku hanya memiliki beberapa teman yang setia dan dapat mengerti diriku. Mereka adalah Kagamine Rin, Kagamine Len, dan Kaito Shion. Sementara yang lainnya menganggap aku sebagai gadis yang aneh, misterius, dan berbahaya.

"Ohayou, Miku~!"

Aku menoleh pada asal suara tersebut. Ah, itu dia teman-temanku.

"Yo, Miku. Hari yang cerah ya?" sapa Kaito sambil tersenyum.

"Ya, seperti biasanya." jawabku singkat.

"Oh iya, Miku. Aku tadi bertemu kakek aneh dijalan. Katanya, aku dalam bahaya. Kau percaya tidak?" tanya Rin.

"Hn.. Kau bertemu kakek itu di jalan mana?" tanyaku. Sepertinya ada peramal gadungan lagi.

"Di jalan Haito, disamping jembatan deh pokoknya." ucap Rin lagi.

"Aku akan cek nanti." ucapku. Rin berterimakasih sambil tersenyum.

"Yah, hal-hal mistis begitu masih aja dipercayain. Kayak anak kecil aja ah." celetuk Len. Dia langsung dicubit oleh Rin.

"Siapa tau memang aku sedang dalam bahaya! Memangnya kamu mau aku kena bahaya?" tanya Rin.

"Ya, nggak sih.." jawab Len.

"Sudahlah, Len. Manusia kan memang tidak hidup sendirian di dunia ini." ucapku. Len memang sangat sulit percaya pada hal-hal mistis.

"I-Iya deh, maaf Miku." ucap Len takut.

"Minta maaf pada Rin, bukan aku." ucapku. Len pun meminta maaf pada Rin.

"Hahaha.. Yaudah deh, aku ke kelasku duluan ya?" ucap Kaito dan masuk ke kelasnya, 9-C. Kaito memang setahun lebih tua dariku, dan dua tahun lebih tua dari Kagamine.

"Sip, onii-san!" ucap Rin. Kaito pun masuk ke kelasnya duluan.

Urutan di sekolah ini pun aneh menurutku. Kelas 9 berada di lantai terbawah, sementara kelas 7 ada di lantai teratas.

"Mm.. Aku masuk kelas duluan ya, Rin, Len." ucapku.

"Ah, ok." ucap Len. Sementara Rin menarik tanganku, menahan aku masuk ke kelas.

"Pulang sekolah mau menemui kakek tua itu bareng sama aku nggak?" ajak Rin.

"Tunggu aku di gerbang, ok?" ucapku sambil tersenyum kecil. Rin mengangguk, dia kelihatan sangat lega.

Aku pun masuk ke kelas dan,

"Eh, eh, si cewek aneh udah dateng rupanya. Hehehe.." ledek seorang perempuan berambut kuning. Akita Neru. Aku sih sudah biasa dengan ucapannya yang nggak penting itu.

"Eh temen-temen, tau nggak sih kenapa Miku itu diem terus?" seru Neru didalam kelas.

"Memang kenapa?" tanya yang lain.

"Dia kan freak! Sok ngerti mistis! Apa jangan-jangan memang dia keturunan setan? Hahaha..!" ledek Neru. Sayang sekali, aku sudah kebal.

"Sigh.. Lo berisik banget sih Ner. Nggak bisa diem bentar aja apa? Ck," aku mendengar celetukan orang lain. Zatsune Mikuo.

"Mikuo, kamu mah masih aja belain si cewek dukun itu!" ucap Neru kesal. Neru memang pacarnya Mikuo.

"Kalau memang lo nggak suka sama Miku, yaudah jangan dikatain. Semakin lo ngatain dia, lo malah keliatan semakin care sama dia. Ngerti?" ucap Mikuo.

"Tapi kan memang dia pantes buat diledekin!" ucap Neru marah.

"Woi! Jangan berantem napa! Gangguin aku main game aja deh.." ucap Gumi tiba-tiba. Dia sedang asyik dengan PSP-nya.

"Huah.. Pada berisik banget dah.. Ckck," aku melihat Piko yang sedang tertidur didepanku pun terbangun.

Suasana di kelas makin kacau. Aku harap Pak Kiyoteru segera masuk dan menyelesaikan kebisingan ini. Karena apa yang mereka katakan sangatlah sia-sia. Tidak sadarkah mereka kalau kematian sangat dekat dengan mereka? Bagaimana kalau mereka mati dengan meninggalkan luka di hati orang lain? Sungguh kematian yang menyedihkan.

"Selamat pagi semuanya. Segera kembali ke tempat duduk kalian masing-masing karena pelajaran akan segera dimulai." Pak Kiyoteru akhirnya datang. Yah, pelajaran pun dimulai.

Aku membuka buku teks-ku dan mengikuti pelajaran dengan serius. Sesaat aku merasa bosan dan memandang keluar jendela kelasku. Dan.. Eh? Seorang yang menggunakan jubah hitam berdiri di depan gerbang sekolah dan saat aku berkedip sosok itu langsung menghilang. Rasa dingin menyelimuti tubuhku tiba-tiba.

"Aku menunggumu.." bisikan halus terdengar di telingaku. Ada apa ini?

"Hatsune Miku, kenapa kamu?" tanya Pak Kiyoteru.

"Ng-Nggak apa-apa kok, Pak." jawabku. Lidahku jadi terasa kaku dan kakiku bergetar. Pak Kiyoteru memegang dahiku.

"Astaga, tubuhmu panas, Hatsune-san. Lebih baik kamu ke UKS sekarang." ucap Pak Kiyoteru. Aku pun mengangguk dan berjalan menuju UKS.

Didalam ruang UKS sangat sepi. Tidak ada satu orang pun didalam sana, jadi aku dapat istirahat dengan tenang. Aku pun merebahkan diriku di ranjang UKS.

"Aku menunggumu, Hatsune Miku.." bisikan itu datang kembali. Lagi-lagi tubuhku bergetar dan keringat dingin mengalir dari tubuhku.

"S-Siapa itu?" tanyaku pelan.

Tidak ada jawaban. Suasana kembali menjadi sepi. Apa ada yang mengerjaiku? Tidak mungkin..

"Hatsune Miku, aku dapat telepon dari ibumu agar kau segera pulang sekarang. Katanya beliau akan membawamu ke rumah sakit hari ini juga." ucap seorang karyawan TU sekolahku yang tiba-tiba masuk ke ruang UKS.

Sebentar.. Darimana ibuku tahu kalau aku sedang sakit di sekolah ini? Kaito, Rin, dan Len yang merupakan sahabat baikku saja belum tahu aku di UKS. Di kelas kebanyakan membenci aku. Lalu, siapa yang memberitahu ibuku?

"Um.. Anu, pak.. Ibu saya tahu darimana kalau saya sakit?" tanyaku.

"Bapak tidak tahu. Ibumu hanya menyuruhmu cepat pulang. Segera ambil tasmu didalam kelas dan pulanglah. Ibumu pasti mengkhawatirkanmu." ucapnya lagi. Baiklah, mungkin saja memang benar ibuku mengkhawatirkan aku.

Aku pun berusaha memusatkan pandanganku yang mulai buyar dan menatap kedepan. Aku menuju ruang kelasku dan langsung izin pulang kepada Pak Kiyoteru. Anak-anak mengacuhkan saja diriku ini. Aku pun keluar dari ruang kelas dan menuju rumah.

Hhh.. Sungguh hari yang aneh. Baru jam pelajaran pertama aku sudah sakit. Dan sosok hitam yang aku lihat tadi pun aku masih belum tahu itu sebenarnya apa. Rencanaku dan Rin untuk menemui kakek peramal di jalan Haito pun batal. Lebih baik aku kirim sms dulu kepada Kaito, Rin, dan Len.

To: Aisulover; King_Banana; Queen_Orenji

Subject: Aku sakit

Isi: Maaf aku harus pulang duluan karena tidak enak badan.

Cukup segitu saja. Mereka pasti akan mengerti kok. Malah mungkin akan menjenguk aku setelah pulang sekolah. Ngomong-ngomong tentang kakek itu.. Kenapa tidak aku coba temui saja sendiri? Hm.. Baiklah, aku akan cek sendiri sekarang juga. Langkah kakiku pun kuarahkan menuju jembatan didekat jalan Haito.

"Dimana?" gumamku saat melihat sekelilingku sepi. Padahal masih pagi tapi keadaan sangat sepi. Ditambah lagi ada kabut tipis yang mengelilingi tempat ini. Aneh.

"Mencariku..?" bisikan itu kembali terdengar. Tidak, aku tidak akan takut lagi. Aku coba kendalikan rasa takutku dan berjaga-jaga akan apapun yang nantinya datang. Aku melihat sekelilingku dan kabut terasa makin tipis, sampai akhirnya kabut itu hilang semua.

"Apa-apaan yang barusan?" pikirku. Apa ada yang sedang mengawasiku saat ini?

"Khekeke.. Gadis muda yang cukup kuat." aku mendengar suara seorang kakek terkekeh dibelakangku. Aku pun menoleh.

"Kakek.. Peramal yang diceritakan Rin?" tanyaku. Kakek itu menyipitkan matanya.

"Ah, jadi gadis berpita itu temanmu ya?" tanya kakek itu.

"Iya. Lalu, darimana kau tahu Rin sedang dalam bahaya?" tanyaku.

"Aku dapat melihatnya, gadis muda.. Khekeke.."

"Apa.. Maksud kakek?"

"Hn.. Bukankah menyenangkan untuk mengetahui kapan seseorang akan mati?" tanya kakek itu.

"Apa? Jadi.. Kakek melihat kematian Rin?" tanyaku kaget.

"Bukan.. Aku melihat sosok yang akan membunuh Rin.." ucap kakek tersebut.

"J-Jangan bercanda.. Tidak mungkin hal seperti itu dapat dilakukan." ucapku. Tubuhku kembali bergetar.

"Kenapa? Bukankah selama ini kau selalu menganggap kematian itu indah? Kenapa sekarang kau malah menjadi takut?" tanya kakek itu.

Benar apa yang kakek itu bilang. Selama ini aku selalu datang ke pemakaman orang lain sambil tersenyum. Mereka yang mati akan memberikan pelajaran bagi yang ditinggalkan. Tapi kenapa sekarang aku merasa takut?

"Hei gadis muda.. Mau tahu kenapa kau merasa takut saat ini?" tanya kakek itu tiba-tiba. Aku mengangguk perlahan.

"Yang kau takutkan adalah kau takut temanmu itu menyesal telah mati. Kau selalu berpikir orang yang ditinggalkan akan mendapat pelajaran dari orang yang mati. Tapi, bagaimana kalau yang mati ternyata tidak ingin dirinya ditangisi? Atau.. Mungkin saja yang mati itu masih memiliki suatu keinginan yang ingin dia buat? Saat orang lain yang mati, kau tersenyum. Tapi saat mengetahui temanmu yang akan mati.." kakek itu menahan kalimatnya, "Kau ingin menggagalkan kematiannya."

Menggagalkan kematiannya? Bagaimana mungkin? Aku bukanlah Tuhan!

"Tidak.. Tidak.. Kau jangan pikirkan mengenai temanmu dulu. Kau harusnya pikirkan, bagaimana caranya agar Rin tidak dibunuh." ucap kakek itu.

"Tapi.. Bagaimana caranya?" tanyaku.

"Sebelum kujawab, aku minta kau berpikir. Apa kau sudah siap menghadapi semua ketakutan dalam hatimu? Apa kau yakin hatimu bisa menjadi adil? Dan apa kau takut akan kematian? Jawab semua pertanyaan itu nanti saat tengah malam tepat disini. Ku peringatkan dirimu, hanya kau yang dapat menyelamatkan nyawa temanmu dan nyawa orang-orang disekitarmu." ucap kakek itu dan menghilang setelah kabut kembali datang.

"Tengah malam.." gumamku. Apakah aku akan datang, atau tidak? Tapi, aku merasa takut. Ya. Didalam hatiku, aku bergetar ketakutan. Tapi hanya aku yang dapat menyelamatkan Rin. Bagaimana ini?

Biip.. Biip.. Handphone-ku tiba-tiba bergetar dan melihat sms dari Kaito. Aku langsung membacanya,

From: Aisulover

Subject: Feeling-ku nggak enak

Isi: Sorry, Miku. Tapi aku boleh curhat dikit nggak? Kok feeling-ku tiba-tiba nggak enak ya setelah tahu kamu pulang sendirian ke rumah?

Kaito merasa feeling-nya tidak enak? Apa Kaito dapat merasakan kejadian yang baru saja aku alami? Ah, aku sudah sangat pusing! Aku akan pulang sekarang dan langsung beristirahat. Aku harus menyiapkan jawabanku untuk nanti malam.

Tengah Malam..

Tap.. Tap.. Aku berjalan sendirian menuju jembatan Haito. Aku sudah membulatkan tekadku untuk menjawab pertanyaan kakek tadi. Apapun yang terjadi padaku, nyawa temanku jauh lebih penting.

"Khekeke.. Kau datang juga, gadis muda.." suara kakek itu muncul bersamaan dengan sosok dirinya.

"Aku siap." jawabku.

"Baiklah.. Pertama, apa kau siap melawan rasa takutmu sendiri?" tanya kakek itu.

"Siap." jawabku.

"Apa kau yakin, kau dapat berlaku adil?"

"Yakin."

"Dan.. Apa kau takut terhadap kematian?"

Aku terdiam sejenak.. Ini pertanyaan yang aku paling tidak ingin untuk menjawabnya. Aku siap melawan rasa takutku, tapi aku tetap saja takut mati. Aku menutup mataku, mengepalkan tanganku dengan erat, barulah aku menjawab..

"Ya! Aku takut pada kematian!"

"Khekeke.." kakek itu terkekeh.

Mataku yang tertutup, perlahan aku buka. Aku melihat kakek itu tidak lagi berada di hadapanku. Apa aku salah menjawab?

Klek! Aku mendengar sesuatu dibelakangku. Aku menengok dan menemukan kakek itu justru dibelakangku. Dia sedang mengalungiku sesuatu.

"Khekeke.. Itu adalah kalung spesial agar roh halus tidak dapat menyakitimu. Anggap saja itu sebagai jimat pelindung." ucap kakek itu.

"Kalung ini dapat melindungiku dari roh halus?" tanyaku tidak percaya. Kakek itu mengangguk sambil terkekeh.

"Satu lagi.. Ini, ambillah.." kakek itu memberikan sebuah kacamata padaku. Bingkai-nya berwarna hitam dengan beberapa garis warna keemasan.

"Kacamata apa ini?" tanyaku.

"Aku memberikanmu kalung tadi karena kau takut mati.. Dan sekarang aku memberikan kacamata itu karena kau bilang kau siap menghadapi rasa takutmu.. Jadi, pakailah." ucap kakek itu memberikan kacamata tersebut kepadaku. Dengan perlahan, aku memakai kacamata itu.

A-Aku tidak dapat percaya.. A-Apaan ini..?

"Uwaaaaa..!"


Rizuka: Tunggu next chapter ya! ^^

Yamigawa: Please REVIEW ya.