Disclaimer:

Tite Kubo

Rated:

T

Pairing:

GrimmIchi

Warning:

OoC (saya sudah berusaha se-IC mungkin), Abal, gaje, alur cepat, EYD yang hancur, ketidak jelasan diksi dan deskripsi, and maybe typo(s).

Genre:

Romance/Drama

Author's Note:

Salam kenal, readers dan author fandom Bleach. (_._)

Mencoba menulis fic dengan pair kesukaan kami! Kolaborasi antara Takaishi Hiroki dengan BACANG! Semoga kalian bisa menikmatinya~

DON'T LIKE? DON'T READ!

.

'GrimmIchi' = mind

"GrimmIchi" = speech

.

.

HAVE A NICE READ, MINNA-SAMA

.

.

MINE!

By Takaishi Hiroki

BACANG

.

.

Grimmjow POV

BRAK!

Kututup pintu mobilku dengan sedikit kasar. Tidak perduli dengan apa yang akan terjadi nantinya pada mobilku. Aku mapan. Aku bisa mengganti mobilku kapan pun aku mau. Tak masalah untuk sedikit membuang-buang uang, bukan? Tak perlu terlalu kaku. Bersenang-senang sedikit takkan ada salahnya.

Oke. Mungkin kalian memang tak perduli –tapi, aku akan menceritakan tentang alasan kenapa aku tampak bad mood saat ini hingga aku dengan teganya membanting pintu mobilku sendiri.

Baiklah, kumulai dengan alasan pertama, aku bosan.

Alasan kedua, aku benar-benar bosan.

Alasan ketiga, aku sangat bosan.

Alasan keempat, aku sungguh bosan

Alasan kelima, aku sungguh sangat bosan

Alasan keena- oke. Aku berhenti. Jadi, berhentilah memelototiku, author. Tatapanmu membuatku jijik.

Baiklah, tinggalkan author tak berbakat itu di sana. Yang jadi masalah saat ini adalah aku. Seorang pemuda matang penyandang nama Grimmjow Jeagerjaques. Berumur tak lebih dari 24 tahun. Menduduki jabatan Presiden Direktur sebuah perusahan di bidang property terkenal.

Sexta Espada corp.

Itulah nama perusahaan yang kupimpin saat ini. Yah, bukannya sombong –hanya saja, perusahaanku ini memang terkenal. Sangat terkenal malah. Memiliki cabang di berbagai belahan dunia. Meraih masa kejayaan dengan masa yang cukup singkat. Tentu saja, itu semua dapat dicapai berkat usaha kerasku.

Yak! Cukup perkenalan dirinya. Bisa-bisa, aku celaka karena tidak konsentrasi saat mengendara.

Sedikit mengusir kebosanan, aku menyalakan radio. Mencari saluran yang kira-kira pas untukku. Kembali, aku mengarahkan konsentrasiku pada jalan.

Macet.

Sialan.

'Sial! Harus ambil jalan lain.'

Kuputar stir mobilku. Mencoba alternative jalan lain. Mungkin akan sedikit memutar. Tapi, setidaknya itu lebih baik daripada harus terjebak di kemacetan. Kujalankan mobilku pada jalan kecil. Sepertinya, hanya muat untuk satu mobil. Aku tahu, daerah yang kulalui ini adalah daerah rawan. Akan sangat berbahaya jika memaksa melalui jalan ini. Tapi, siapa peduli? Aku-ingin-cepat-sampai-rumah. Tak ada bantahan.

Dalam hati, aku tertawa. Rasanya, rindu juga. Memasuki daerah-daerah rawan hanya untuk bersenang-senang. Menantang pemuda lain untuk bertarung. Memecah kesunyian malam dengan kerasnya suara hantaman kepalan tangan.

Saat mobilku akan melewati gang kecil, tiba-tiba saja seseorang menghalangi jalur mobilku. Dalam diam, aku mempersiapkan diri. Menunggu orang itu menghampiriku untuk bertarung. Hah! Aku sudah tak sabar.

Namun, apa yang kuperkirakan meleset jauh. Orang itu tidak menyerangku. Ia hanya membimbing temannya yang lain untuk lewat. Ditengah kerumunan orang bertudung gelap itu, aku melihat sebuah warna yang lain. Warna yang cerah. Secerah langit sore.

Oranye.

Unik.

Di tengah kerumunan para remaja itu, aku melihat seorang gadis dengan perawakan tinggi langsing tengah diseret paksa untuk mengikuti mereka. Gadis itu sendiri tak tampak berusaha melarikan diri. Apa karena terlalu takut?

'Cih! Orang-orang rendah. Main keroyok.'

Tanpa membuang banyak waktu, aku segera mengikuti kerumunan tadi. Berniat untuk menolong sang gadis berambut cerah tadi. Tanpa memperdulikan jalanan bergenang akibat hujan siang tadi, aku melangkahkan kakiku dengan cepat. Karena, kalau aku terlambat selangkah saja, nasib gadis itu sudah akan entah bagaimana.

Tiba-tiba, hati kecilku berteriak. Menanyakan apa maksud dari semua perbuatanku ini. Bukankah, aku ini seseorang yang tidak suka terlibat sesuatu? Apa yang membuatku mau ikut campur begini? Apa yang membuatku merasa harus menolongnya? Aku saja bahkan tidak mengenalnya sama sekali.

Sudahlah. Tak perlu banyak berpikir. Sekarang, lebih baik aku menyegerakan diriku.

Ichigo POV

"Kurosaki Ichigo-kun?" sapa seseorang dengan tiba-tiba.

Dengan malas, kuputar tubuhku menghadap sang pemilik suara yang memanggilku tadi.

'Apa lagi?' batinku malas.

"Masih ingat denganku?" lanjut orang tadi.

Buat apa mengingat-ingat wajah musuh? Tidak penting.

"Tidak," jawabku singkat.

Oh, ayolah! Aku lelah. Ingin cepat pulang. Kenapa juga aku harus berurusan dengan manusia satu ini sekarang? Merepotkan saja.

"Dingin sekali, Kurosaki-kun. Baiklah, langsung saja. Aku datang ke sini untuk menantang kau ulang," ujar orang itu.

"Dengan kata lain, kau tidak terima kalah?" sahutku.

"Ap- bukan! Kami- maksudku, aku tak puas dengan hasil pertandingan yang lalu!" ujar orang itu lagi.

"Kami, ya? Mau main keroyok rupanya. Yah, berhubung aku sedang kesal kuladeni kau," jawabku menyeringai.

"Kalau begitu, ikutlah," sahut orang itu seraya berbalik dan mulai berjalan.

Normal POV

Tanpa perlawanan sama sekali, pemuda berambut cerah itu diseret menuju sebuah daerah sepi di kota itu. Tempat para sampah masyarakat berkumpul. Tiba-tiba gerombolan pemuda sampah –bagi Ichigo- itu berhenti di sebuah ujung gang kecil. Mengerumuni Ichigo bak lalat dengan tujuan menutup semua akses melarikan diri Ichigo.

Dengan wajah malas, Ichigo melemaskan buku-buku jarinya dan mulai membentuk kuda-kuda. Ia…

Siap bertarung.

Tanpa aba-aba, mereka semua mulai menyerang pemuda berambut oranye itu. Tak tanggung-tanggung, mereka semua serempak menyerbu Ichigo. Namun, apa daya. Ichigo memang jauh lebih unggul dari para sampah itu. Dengan mudah, ichigo menghindari serangan-serangan yang terlayangkan ke arahnya.

Merasa bosan, Ichigo mencoba bermain-main. Ia sama sekali tidak membalas serangan-serangan itu. Ia hanya menangkis dan menghindar. Mencoba mengulur waktu dan bermain-main dengan para sampah itu lebih lama.

Namun, tanpa bisa diperkirakan siapapun, orang-orang yang dianggap sampah oleh Ichigo itu mulai tumbang berjatuhan.

'Hahh? Aku 'kan tidak memukul mereka?' batin Ichigo bingung.

Setelah diperhatikan lebih jelas lagi, ternyata ada seseorang yang ikut bergabung dalam kekacauan itu tanpa seorangpun yang mengundangnya. Orang dengan rambut yang 'oh-sangat-menyilaukan-mata' itu menghajar para musuh Ichigo dengan ganas. Melayangkan pukulan dan tendangan tanpa ampun. Terasa dengan jelas kalau orang dengan warna rambut meriah ini mengeluarkan hawa membunuhnya. Jelas sekali kalau ia tengah murka.

Tapi, karena apa?

'Ap- apa-apaan orang ini? Seenaknya ikut campur,' pikir Ichigo kesal.

Tanpa terasa, musuh Ichigo telah tumbah seluruhnya tanpa Ichigo sendiri sempat menikmati pertarungan.

Ichigo tersentak ketika orang yang sudah seenaknya mengganggu jalan permainannya itu menepuk pundaknya lembut seraya berkata, "Kau tidak apa-apa?"

'Orang kurang ajar!' seru Ichigo murka dalam hati.

Tanpa pernah terlintas sedikitpun dipikiran sang penolong berambut 'oh-menyilaukan-mata' itu bahwa, ia akan mendapatkan ucapan terima kasih berupa….

Tendangan tepat di wajah.

BUAK!

"Kurang ajar! Kau pikir kau pahlawan, hah? Pengganggu sialan!" raung Ichigo penuh amarah.

Tak rela diperlakukan semena-mena, Grimmjow –sang penolong pun membalas, "Dasar perempuan tak tahu terima kasih! Aku sudah menolongmu, tahu! Sedikitnya, berterima kasihlah!"

"Pe-perempuan?" gumam Ichigo tak percaya.

"Kenapa? Baru sadar diri kalau perempuan, ya?" sahut Grimmjow dengan intonasi merendahkan.

"Sialan. Benar-benar sialan," lirih Ichigo tak terima.

"Sialan kau! Gaaah!" raung Ichigo –lagi- dan segera saja mengangkat kepalan tangannya untuk dilayangkan pada Grimmjow.

Namun, tentu saja Grimmjow dapat menghindarinya dengan mudah. Untuk apa pengalamannya bertarung dengan para berandalan selama ini?

Gagal dengan serangan pertama, Ichigo mulai melayangkan serangan keduanya. Pukulan demi pukulan telah ia lepaskan. Namun, tak satu pun yang mengenai sasaran. Grimmjow selalu dapat menghindarinya tanpa kesulitan berarti. Kalap. Ichigo melancarkan serangan yang membabi buta.

Di sisi lain, Grimmjow tampak tengah bersenang-senang. Mengikuti permainan dari remaja labil di depannnya. Ia sama sekali tidak membalas serangan Ichigo. Menghindar. Hanya itulah yang dilakukannya selama ini. Tapi, tak urung lama-kelamaan ia jengah juga. Pasalnya, ia tak merasa salah sama sekali. Kenapa ia yang diserang?

Merasa cukup dengan bermain-mainnya, Grimmjow segera menahan pergelangan tangan Ichigo. Didorongnya tubuh yang menurutnya mungil itu ke tembok. Menawannya diantara tubuhnya dan tembok.

Merasa ada yang tidak beres dengan tatapan pemuda yang menawannya itu, Ichigo serta merta memberontak, "Hoi! Mau apa kau? Lepas!"

"Tenanglah, aku akan bermain lembut," sahut Grimmjow berbisik.

Perlahan, Grimmjow mulai mendekatkan tubuhnya pada tubuh Ichigo. Poturnya yang memang lebih tinggi dari Ichigo, memudahkannya untuk menahan tubuh Ichigo. Grimmjow mulai mendekatkan wajahnya. Di sisi lain, entah mengapa Ichigo tak dapat memalingkan wajahnya. Ia terpaku di posisinya. Tak mampu melihat ke arah yang lain. Hanya pada Grimmjow. Hanya pada pemuda berambut biru itu pandangannya tertuju.

Dunia seolah menjadi sunyi ketika bibirnya menyatu dengan bibir pemuda yang menahannya itu. Kepalanya serasa berputar hebat. Dunianya seolah diguncang. Kacau. Semua terasa kacau. Tapi, kenapa terasa… begitu manis? Kalau mau jujur, Ichigo pasti akan mengatakan bahwa ia…

Menikmati ciuman ini.

Perlahan, Ichigo mulai menutup kelopak matanya. Menyembunyikan permata cokelatnya hingga ia teringat kalau ia… sudah menjadi milik seseorang.

Matanya membuka lebar. Hampir tak percaya bahwa ia tengah berciuman dengan lelaki yang bahkan sama sekali tak dikenalnya.

'Renji!' batinnya berteriak.

Dengan cekatan, ia menarik satu tangannya. Mengepalnya kuat. Dan,

BUKK!

Tubuh Grimmjow terdorong kuat. Ia terhuyung. Membentuk jarak antara dirinya dan Ichigo. Tanpa berpikir dua kali, Ichigo segera melarikan dirinya. Berlari kencang memecah kesunyian malam.

Tampak jauh di belakangnya, Grimmjow berdiri terpaku. Memegangi sisi wajahnya yang membiru terluka. Perlahan, tangan itu muali bergerak. Menyentuh lembut bibirnya. Dijilatnya bibir itu seraya menyeringai, "Hmm, menarik."

Memasukkan kedua lengannya pada saku celananya, Grimmjow mulai berjalan. Menghampiri mobilnya yang terparkir.

"Kau mangsaku, Oranye," ujarnya menyeringai.

Kembali, Grimmjow melanjutkan perjalanannya yang sempat terhenti tadi akibat menolong 'nona-oranye-tak-tahu-terima-kasih'. Seringai di bibirnya belum luntur juga. Seringai itu makin lebar ketika ia kembali mengingat insiden ciuman tadi. Tak pernah ia sangka bahwa bibir nona kasar itu akan selembut ini. Manis. Hangat. Juga lembut. Sensasi yang takkan dilupakan olehnya.

Pikiranya kembali melayang. Rasanya akan sulit untuk tidur nanti malam. Pikirannya terlanjur terpenuhi oleh gadis tadi. Bibirnya yang lembut. Tubuhnya yang mungil. Rambut oranye-nya yang lembut. Harum tubuhnya. Dadanya yang sama bidangnya dengan miliknya. Matanya yang-

CKIIT!

'Tunggu. Tunggu sebentar. Dada… bidang?'

Ya, Grimmy. Orang yang sedang kau pikirkan itu berdada bidang layaknya dirimu.

Malangnya engkau. Tampaknya kau baru sadar kalau orang yang kau sebut 'nona-oranye-tak-tahu-terima-kasih' itu sebenarnya adalah….

"LAKI-LAKI?"

.

.

.

TBC

.

.

.

Chapter 1 TBC dengan nistanya!

REVIEW or FLAME, please?