Disclaimer: Kuroshitsuji by Yana Toboso

Fic: Furansu Yumeko

Warning: AU, Sho-Ai


Chapter 1: Is It A Dream?

Mata crimson itu.. menatapku dengan lembut. Rambut hitam pekat, kulitnya putih pucat, namun tidak mengurangi sedikitpun ketampanannya.

Dan dia, mengulurkan tangannya kepadaku.

Kepadaku yang sepi dan sendiri ini. Kepadaku yang tidak memiliki siapa-siapa lagi, yang telah ditinggalkan oleh orang yang benar-benar kusayang.

Seketika dia memelukku, dengan lembut. Hangat..

Perasaan apa ini?

Sinar matahari yang berlomba memasuki kamar itu melalui celah kecil dari gorden yang masih tertutup, membuat mata azure pemuda itu terbuka perlahan. Dia segera membuka gorden itu dan duduk di pinggir kasurnya,

"Mimpi macam apa barusan itu?"

. . .

Teng.. Teng.. Teng..

Bel sekolah St. Mary Victoria berbunyi, membuat semua murid yang masih di luar kelas segera memasuki kelasnya masing-masing.

Pemuda bertubuh kecil dan bermata biru itu, terlihat lari terburu-buru setelah mendengar bel itu.

Dialah Ciel Phantomhive, pemuda yang mungil, bermata azure, dan berambut hitam kelabu.

'Haah, sialan. Gara-gara mimpi itu, aku malah jadi kebanyakan bengong dan akhirnya sekarang telat.' keluhnya sambil berlari

Ya, mimpi itu cukup membuat ia memikirkannya cukup lama. Entah kenapa ia memikirkan laki-laki di mimpinya itu.

Sudah beberapa bulan Ciel hidup sendiri. Sesekali ia ditengok oleh bibinya, Angelina Durless. Namun, itu tidak bisa merubah rasa sepi serta rindunya terhadap orang tua yang sangat ia sayangi.

Mereka berdua sudah meninggal, dibunuh oleh pembunuh bayaran yang menyerbu kediaman mereka. Dan kedua orang tuanya telah menjadi mayat, mereka tewas tepat di depan mata Ciel. Hanya Ciel yang disisakan saat mereka menyerbu kediaman itu. Itulah yang membuat Ciel menjadi pemuda yang pendiam.

Angelina sudah berkali-kali meminta Ciel untuk tinggal saja di rumahnya, namun Ciel selalu menolak. Ia tidak ingin merepotkan bibinya, yang merupakan keluarga satu-satunya.

Greeek!

"Duduk di tempat masing-masing, anak-anak! Pelajaran akan segera dimulai!" Mr. Aberline memasuki ruangannya.

"Yak, sebelum kita mulai pelajaran kita hari ini, saya ingin mengumumkan sesuatu kepada kalian. Hari ini kita akan kedatangan murid baru. Oke, silahkan masuk, nak!"

Suara hentakan kaki terdengar saat ia memasuki ruangan itu. Beberapa anak yang melihatnya kaget, bahkan tak sedikit yang blushing saat melihatnya.

Mata merah crimson, rambut hitam pekat, kulit putih pucat, badan yang tinggi tegap, dan ia mengeluarkan senyumnya.

"Nama saya Sebastian Michaelis. Salam kenal dan mohon bantuannya."

Sebastian sedikit membungkuk setelah memperkenalkan dirinya. Anak-anak yang melihatnya membalas senyum pria itu, kecuali Ciel. Bukannya karena ia tidak suka pria itu, melainkan karena mulutnya masih ternganga melihat pria bermata crimson itu.

Ya, pria itulah yang ditemui Ciel di mimpinya semalam.

Ciel terus berpikir, apakah ia bermimpi?

"Baiklah, Sebastian. Silahkan duduk di bangku yang kosong itu"

Aberline menunjuk bangku kosong yang ada di sebelah Lau. Sebastian segera duduk di bangku itu, dan Ciel pun masih dibuat bengong olehnya.

Sesekali ia mencubit tangannya, untuk memastikan bahwa ia bermimpi atau tidak. Namun rasa sakit karena cubitan itu, tentu sudah membuktikan kalau ia tidak bermimpi.

Ciel terus-terusan bengong karena itu.

"Ciel"

"..."

"Ciel!"

"..."

"Ciel Phantomhive!"

"Heeekk!" Ciel langsung tersedak kaget. Yah, dia sudah cukup lama bengong, memikirkan Sebastian.

"Ada apa, Phantomhive? Kalau kau terus bengong seperti itu, pelajaran tidak ada yang masuk ke otakmu nanti"

"Maaf, Mr. Aberline"

Tiba-tiba, mata crimson itu mulai melihat ke arah Ciel. Mungkin karena teguran Aberline tadi yang membuat Ciel menjadi perhatian sekelasnya. Ciel kaget saat melihat mata merah itu menatapnya, dan semburat merah mulai tampak di pipi Ciel.

Melihat tingkah Ciel yang aneh namun manis itu, membuat Sebastian menyeringai,

"Anak yang manis, pasti akan menarik"

. . .

Teng.. Teng.. Teng..

Waktunya istirahat, waktu yang dinantikan para murid tentunya. Ciel hanya menghela nafas karena daritadi ia tidak bisa konsen memikirkan pelajarannya.

"Cieeeel~ Makan bareng yuuuuk~"

Gadis berambut ikal panjang dan dikuncir dua, dengan mata yang selalu berbinar, dialah Elizabeth Ethel Cordelia Middleford, atau kerap disapa Lizzie.

Gadis itu langsung memeluk Ciel dengan erat, dan itu merupakan rutinitasnya setiap hari, dan tentunya itu rutinitas yang paling dibenci oleh Ciel, membuat pemuda itu sulit untuk menghirup oksigen di sekitarnya.

"Uugh.. Sesak.. Lizzie, lepaskan!"

"Hehee, maaf. Ayo, kita makan bareng~" ajak gadis itu. Dia memang selalu ingin nempel dengan Ciel di saat makan siang.

"Maaf, aku lagi ga mood" Ciel langsung keluar dan meninggalkan gadis itu, dan membuat gadis itu mewek. Daripada mendengar Lizzie mewek, mending langsung lari aja deh!

Ciel duduk di bangku taman sekolah, di bawah pohon yang cukup rindang.

Itu merupakan tempat favorit Ciel jika ingin menyendiri.

"Haah, kenapa kau jadi aneh begini, sih, Ciel" keluh Ciel kepada dirinya sendiri.

Tiba-tiba Ciel dikagetkan saat sebuah tangan menepuk pundaknya. Dan yang menepuk pundaknya adalah.. Sebastian Michaelis!

"Sendirian saja? Apa aku mengganggu?" sapanya.

"Tidak" jawab Ciel singkat.

Ciel bingung dia harus apa; entah duduk berdua dengannya dan meresponnya saat ia mengajaknya mengobrol, atau berlari secepat mungkin meninggalkan pria itu karena malu.

Belum selesai Ciel memikirkan itu, Sebastian mendekati mukanya ke muka Ciel.

Muka Ciel merah seketika. Muka sebastian semakin dekat dan dekat, membuat jantung Ciel berdegup lebih kencang.

Nafas mereka mulai beradu karena dekatnya wajah mereka. Ciel bingung apa yang harus ia lakukan.

Seringai muncul di wajah Sebastian dan..

"Huahahaha! Kau manis sekali, ya! Apalagi saat mukamu merah begitu. Tenang, aku belum mau mencium mu, kok. Masih terlalu cepat untuk kita berdua, kita kan baru kenal hari ini. Fuh.. Hahaha!"

Tawa Sebastian meledak saat mukanya menjauh dari muka Ciel.

Ciel menjadi kesal dan geram melihatnya. Beraninya ia mempermainkan seorang Ciel Phantomhive. Ciel yang berharga diri seperti itu tentu tidak bisa menahan emosi.

'BRENGSEK!' teriak Ciel di dalam hati.

Ternyata orang itu berbeda dari pikirannya.

Ciel yang kesal segera beranjak dari tempat duduknya. Baru satu langkah dari tempat itu, Sebastian menggenggam erat tangan Ciel.

"Lepaskan, bodoh!" bentak Ciel.

"My, my. Kau marah, ya? Tubuhmu lumayan, ya. Kau kecil dan kurus, tapi kulitmu putih dan halus. Rasanya jadi ingin.. menelanjangimu" goda Sebastian dengan Seringai di wajahnya.

Kata-kata Sebastian sukses membuat Ciel panas dan melepaskan genggaman Sebastian dengan kasar, dan lari sambil berteriak, "Dasar mesum!"

"Well, aku memang mesum. Tapi aku terlanjur tertarik padamu, dan aku akan berusaha untuk mendapatkanmu, Ciel Phantomhive"

"Cih, brengsek!"

Ciel masih kesal dengan kejadian barusan.

"Padahal semalam aku memimpikannya, kukira dia orang yang baik. Konyolnya lagi, aku mengira mungkin ia semacam superhero yang menolongku dari berbagai masalah, seperti yang ada di televisi atau novel. Ternyata, aku salah besar. Cih"

Teng.. Teng.. Teng..

Bel masuk kembali berbunyi, menandakan istirahat telah selesai.

Kruyuuuk

Ciel memegangi perutnya. Ya, dia lapar. Gara-gara dia menghabiskan waktunya untuk memikirkan Sebastian dan malah digoda oleh pria itu, ia jadi tidak makan.

'Awas, kau, Sebastian Michaelis!' geram Ciel.

Saat masuk ke kelas, Sebastian yang melihat Ciel langsung mengeluarkan seringainya. Ciel hanya melihatnya dengan tatapan kesal.

. . .

"Terima kasih sudah membantu, Ciel" kata Aberline. Ciel cukup capek sore itu, dia harus membantu Aberline merapihkan dokumen muridnya hari ini, terlebih lagi perutnya sangat lapar, karena siang tadi ia tidak makan.

Ciel sudah kembali ke kelasnya, dan kelasnya itu sudah kosong. Hanya tas Ciel yang masih tersisa di kelas itu. Ciel membereskan barang-barangnya.

Sejenak ia kepikiran kembali tentang Sebastian.

"Sebastian itu.. gay, ya? Iikh, menjijikan"

Saat ia memeriksa kolong mejanya, ia menemukan sesuatu.

"Éclair?" Ciel bingung. Sejak kapan ia menaruh éclair di kolong mejanya.

Jangankan menaruhnya, ke cafetaria untuk membelinya saja ia tidak sempat.

Ciel baru sadar di éclair itu ada sebuah label. Label itu bertuliskan,

To: Ciel Phantomhive

Kau belum makan, kan? Makanlah, setidaknya ini bisa mengganjal perutmu.

From: Sebastian Michaelis

Ciel heran melihatnya dan berpikir,

'Sebastian? Sejak kapan ia berubah menjadi memikirkanku? Cih, paling dia melakukan ini agar aku terpesona kepadanya'

Itulah yang ada dikepala Ciel saat melihat label itu.

Tapi, melihat makanan manis.. tentu Ciel tidak tahan. Apalagi perutnya sangat lapar.

Dengan ragu ia membuka plastik éclair itu.

"jangan-jangan dimasuki obat yang aneh-aneh"

Ciel mulai berpikir negatif. Ia takutnya nanti diapa-apakan oleh Sebastian. Namun, perutnya terus meraung karena kelaparan.

"Sudahlah, makan saja"

Ciel memakan eclair itu dengan lahap. Alhasil, itu bisa sedikit mengganjal perutnya, dan Ciel pun lega karena sepertinya Sebastian tidak memasukkan apa-apa ke éclair itu.

Di balik jendela, ada yang mengintip, ternyata!

Dia tersenyum puas, melihat pemberiannya dimakan oleh Ciel. Ya, dialah Sebastian Michaelis, yang sedang tersenyum senang melihat pemuda manis itu di balik jendela kelasnya..

. . .

Pagi itu seperti biasa, yang sedikit merubah suasana hanyalah satu, yaitu keberadaan Sebastian di kelas. Baru dua hari ia pindah ke St. Mary Victoria, ia sudah populer ternyata.

Buktinya, sekarang ia sedang dikerumuni gadis-gadis di mejanya.

"Sebastian kau dulu sekolah dimana?"

"Sebastian, rumahmu dimana?"

"Sebastian, minta nomor hp, doong"

"Sebastian, rambutmu hitam dan bagus, pakai shampo apa?"

"Tubuhmu bagus, Sebastian! Pasti tiap hari olahraga, ya?"

Ciel melihatnya dengan kesal.

"Cih, orang mesum begitu banyak yang suka. Well, dia memang tampan, sih"

Melihat Ciel yang lewat di depan Sebastian, Sebastian hanya menyeringai kecil.

Ciel langsung duduk di tempat duduknya. Ia melirik kolong mejanya, dan ternyata ada sebuah surat di dalamnya.

Ciel membuka surat itu, dan isinya..

To: Ciel Phantomhive

Istirahat nanti temui aku di depan cafetaria

Sebastian Michaelis

Melihatnya, Ciel merinding. Tentu ia menolaknya, ia takut nanti diapa-apakan oleh orang itu. Tapi, ia melihat catatan kecil di bawah kertas itu:

Kalau tidak datang, aku bisa mencium kau di depan banyak orang loh. Bisa saja di depan banyak guru atau teman-teman sekelas kita. Kalau aku sudah benar-benar ingin mencium seseorang, tidak ada yang bisa menghindari ciumanku ini, lho. Hehe

"Iikh, apa-apaan dia. Kalau begini, terpaksa, kan. Haah. Mau apa, sih, sebenarnya?"

Sebastian menyeringai melihat Ciel membaca surat itu. Apa yang ia rencanakan?

To Be Continued


Sip, ini fic pertama saya yang mempunyai lebih dari satu chapter. Fic ini kepikiran saat melihat judul anime Mahou Shoujo Madoka Magica di episode pertama *plak*

Buat yang me-review fic saya sebelumnya, meski sedikit, tapi saya ucapkan terima kasih banyak! Well, saya masih newbie, jd belum terbiasa _
Tunggu updatenya yaa~

*Yumecchi