AIR LAUT

By Sava Kaladze

Disclaimer: Tite Kubo

Dedicated to my Schatzi

Whereever you are now...

Your real place is in my heart

...

...

...

...

"Menatap wajahmu itu seperti meminum air laut."

Wanita berambut hitam itu tertegun sesaat mendengar perkataan pria di sampingnya yang menatapnya dengan tatapan berjuta makna. Untuk sesaat wanita itu terdiam. Air laut? apa wajahnya disamakan dengan air laut yang rasanya super asin itu? Apa tidak ada perumpamaan yang lebih indah selain air garam? Seperti bunga mawar misalnya, atau bunga melati atau bahkan bunga kamboja sekalipun yang cuma tumbuh di pinggir pemakaman. Paling tidak diumpamakan seperti bunga tetap saja terdengar lebih baik, daripada diumpamakan dengan air laut kan?

Sejelek apapun bunga, tetap saja bunga adalah lambang keindahan bagi wanita.

Untuk sesaat alis matanya bertaut. Merasa agak sengit. Air laut benar-benar bukan hal yang suka ia dengar.

Diliriknya pria yang masih menatapnya dengan berjuta makna itu.

"Air laut?"tukas wanita itu sedikit kesal.

Pria itu mengulas senyuman tipis dan mengangguk.

"Setiap aku melihat wajahmu, aku seakan minum air laut. Dahagaku tak pernah terpuaskan. Ingin lagi dan lagi meminumnya sampai akhirnya aku mendapatkan air lainnya. Seperti itulah aku. Tak akan pernah puas melihat wajahmu. Dahagaku akan menatap wajahmu...seperti meminum air laut."

DEG!

Mendadak sang wanita merasa wajahnya menghangat. Jadi makna itu air laut bagi pria di sampingnya itu. Tidak seburuk yang ia duga sebelumnya. Wajahnya bagaikan air laut bagi pria itu.

Mendadak diumpamakan sebagai bunga terindah apapun tidak menarik hatinya lagi.

Ia lebih suka jadi air laut.

Seulas senyum terbentuk di sudut bibir wanita itu. Ia mengerling ke arah pria berambut hitam di sampingnya dengan hati-hati. Pria itu sedang memperhatikan mangkuk ramen di depannya dengan seksama. Ia tidak sadar bahwa wanita di sampingnya sedang memperhatikannya dengan seksama. Memperhatikan penampilannya yang terihat beda malam itu—celana jeans biru tua dan kaos warna senada yang membuatnya terlihat berbeda. Tidak istimewa, tidak mahal, tapi sangat berbeda. Menimbulkan getar-getar aneh di dalam dada sang wanita.

"Aku beli spray,"bisik sang pria.

Wanita itu tersentak,"Seprei?"

Pria itu menunjuk dadanya,"Kamu mau snip?"

"Snip?"sang wanita berkata dengan keheranan.

"Ya, snip my body."

Mendadak wanita bertubuh kecil itu tertawa terbahak-bahak. Tentu saja pria itu menatapnya dengan keheranan seolah-olah ia sudah mengatakan lelucon aneh.

"Bukan snip...tapi sniff! Sniff your body! Gosh...snip itu mencukur hahahahaha..."

Pria itu ikut tertawa. Salahnya yang kadang kurang fasih mengucapkan huruf f dan p hingga malam ini wanita itu seakan mendapat umpan lambung untuk ia tertawakan.

"Lagipula apa hubungannya sniff sama seprei?"tanya wanita itu satelah berhasil meredakan tawanya.

Pria itu mendengus, lalu dengan enggan menunjuk kaos biru tuanya seakan mengisyaratkan wanita itu mengendus ke kaosnya. Dengan penasaran wanita itu mengendus perlahan dan agak tersentak menemukan aroma parfum di kaos biru tua itu.

Senyuman lebar terkembang dengan spontan,"Kamu beli perfume?"

Pria itu mengangguk.

"Hahahaha...aku pikir kamu beli seprei, bukannya spray!"

Pria itu langsung mengacak-acak rambut wanitanya dengan pura-pura kesal. Wanita itu masih tertawa dan dengan spontan mencubit pinggang pria itu. Mereka lalu bertatapan dan melempar senyuman penuh arti.

"I like you...really,"kata pria bermata hitam itu dengan tatapan yang lagi-lagi memiliki jutaan makna.

Wanita itu tertunduk, menyembunyikan senyuman yang lagi-lagi terkembang di sudut bibir mungilnya. Ingin sekali ia menyembunyikan apa yang ia rasa tiap ia duduk di samping pria itu. Rasa apa yang ia rasa, bagaimana rasa itu menjalar dari ujung jemari hingga perlahan menjangkiti seluruh kulit dan bermuara di hati—ia sungguh ingin menyembunyikannya dari seluruh dunia.

Perlahan ia merasa sesuatu yang hangat menelusup ke dalam genggamannya. Ia melirik dan mendapati tangan pria itu menggenggam tangannya dengan perlahan seakan takut tangannya yang tidak lentik itu pecah bagaikan porselen.

Pria itu lalu mencium punggung tangannya dengan lembut.

Lagi-lagi wajah wanita itu terasa memanas.

Malam ini...ia merasa ia ingin jadi air laut di samudera luas. Berenang tanpa tentu arah dan berharap berakhir di di pinggir sebuah pantai terpencil yang tidak ada satu orangpun di dunia ini akan sampai ke sana. Pulau yang cukup ia dan prianya yang tahu.

Ia akan menjadi air laut yang mengelilingi pulau itu dan pria di sampingnya akan menjadi pria yang meminum dirinya.

Memuaskan dahaga yang tak akan pernah terpuaskan.

To Be Continued

...

...

...

Author's note:

Mendadak saat mendengar lagu Barbra Streisand yang memory, saya ingin menulis sesuatu yang menggelitik hati saya. Maafkan saya yang masih belum punya kesempatan melanjutkan The Dolphin Trainer dan The Love I've Never Wanted...saya akan lanjutkan pastinya, tapi beri saya waktu sebentar hehehehe...

Siapa wanita dan pria itu? Saya punya jawabannya, tapi saya ingin teman-teman sekalian menerka juga hehehehe..

Boleh minta review? Saya sangat berterima kasih atas review teman-teman sekalian