Disclaimer : Kalo sampai PoT buat aku yang jadi Tim utama bukan Seigaku tapi Rikkai, tepatnya ini punyanya Mr. TakeKon-chan.

Summary: Anak-anak Rikkai bikin acara 'hiking' ke gunung. Gimana ya kalau seandainya seluruh pasangan diacak dan harus kerja sama untuk sampai keatas gunung?

Ratting : Sekali lagi tetap "T" ,"M" nya masi jauuuuuh.

Pairing : sekarang aku bangga sama ni new pairing AkaNio, MaruRen, YukiJack dan SanaYa.

Warning : Ada Yaoi-nya tuh.

Inilah Chapter 5, the end of everything. Lama banget aku ngepostnya, stress sama nilai kebut-kebutan ples tugas dari guru-guru yang kejem mpe napas ajah susah. Ditambah lagi saat aku ngetik ni chappie 5, hidungku sakit dan kepalaku pusing. Aku kena Flu ha-ha…. Baru kemaren aku bilang aku kebal sama penyakit ke temenku dan sekarang malah kena karmanya. Ah udah deh… like always, enjoy then….


Chapter 5

Cukup lelah… ? Ya… (aku juga) padahal sesunggungnya naik gunung tidaklah sulit apalagi yang mendaki kali ini adalah anak-anak Rikkai. Tapi ternyata mereka pun bisa kesulitan dalam menghadapi cobaan yang diberikan, meski menurutku cobaan yang diberikan tidaklah begitu sulit.

=Nio-Aka=

Nio menggendong Akaya dengan bridal style (baru dapat istilahnya) . Tanpa peduli dengan Akaya yang meronta-ronta dibelakang ia terus mendaki.

"Nio-senpai!!" Kali ini Akaya menjerit sekuat mungkin sekiranya bisa membuat Nio menghentikan langkahnya. "Darahku berkumpul dikepala, tolong turunkan aku."

"Oh" Jawab Nio singkat dan menurunkan Akaya dari pundaknya. "Kenapa wajahmu merah? Kau malu kugendong begitu?" Tanyanya begitu melihat wajah Akaya yang merah.

"Ngaco! Kau pikir kenapa aku bisa begini?" Bentak Akaya sambil berusaha menormalkan pandangannya yang kabur dengan memegangi kepalanya.

Tiba-tiba Akaya merasa kepalanya jadi sangat berat hingga tubuhnya hilang keseimbangan dan jatuh terduduk.

"Kenapa kau? Ayo kita lanjutkan perjalanan." Ucap Nio sambil menarik-narik tangan Akaya.

Sepertinya Nio tidak sadar atau sadar tapi tidak peduli akan dampak dari gendongannya itu pada Akaya. Dan dengan wajah tak mau tau ia meminta Akaya untuk melanjutkan perjalanan.

"Biar kau tarik-tarik tanganku juga aku tidak akan berdiri kau tau," ucap Akaya lemah dengan tetap pada posisi duduknya. "Seharusnya sebelum kau memenangkan egomu pikirkanlah kondisi orang lain."

"Hah? Kau menceramahiku lagi nih?" jawab Nio kesal melihat kohainya bisa bicara lebih dewasa darinya.

"Senpai"

"Apa lagi?"

"Aku mau muntah"

"Kenapa mau begitu harus bilang padaku?"

"Setidaknya nanti kau tidak akan tanya kenapa aku bisa…"

Sebelum Akaya menyelesaikan kata-katanya 'sesuatu' itu sudah sampai dikerongkongannya dan siap untuk dikeluarkan kapanpun. Yang Akaya harapkan sekarang adalah sesuatu yang cukup kuat untuk menyumbat mulutnya atau membiarkan isi perutnya berhamburan keluar. (ampun deh authornya ini).

Nio yang panik pun tanpa (pernah) berpikir panjang langsung berperan sebagai penyumbat mulut Akaya. Akaya yang kaget pun jadi membatalkan aksinya. Ia justru menutup matanya dan menikmati apa yang dilakukan Nio itu.

Nio yang sudah terbawa suasana pun mengubah sumbatan tadi jadi lumatan-lumatan kecil yang sukses membuat Akaya lupa dengan 'sesuatu' itu. Dan ketika akal sehat Nio kembali (kemana aja tu akal sehat yak?) ia secepatnya melepas ciuman itu dan berteriak.

"Apa yang kau lakukan bocah sial!!"

"Seharusnya aku yang bilang begitu Nio-senpai."

"Lupakan!!" Bentak Nio.

"Mustahil kan?" Jawab Akaya sambil perlahan melirik kearah lain.

"Pokoknya lupakan! Awas kalau kau mengingatnya!" Wajah Nio berubah merah dan berjalan mendahului Akaya yang masih terduduk.

"Dasar."

Akaya pun tersenyum dan berlari kecil mengikuti Nio.

=Marui-Renji=

Usai adegan tiup-meniup tangan itu Marui sadar akan satu hal.

"Maaf ya. Aku memang tidak beguna." Ucap Marui sambil mengela nafas.

Renji tersenyum dengan mata tetap tertutup seperti biasa. "Asal kau disini walau tak berguna juga tak apa." Tambahnya sambil menepuk kepala Marui.

"Aku tersanjung dengan kata-katamu barusan, tapi bagian tak bergunanya itu telak banget nusuk ni hati." Ucap Marui polos. "Sekarang apa yang harus kita lakukan?"

"Hm… cukup secepatnya berkumpul dengan yang lain dan pulang kerumah itu yang terbaik"

"Oke ayo kita lanjut"

Mereka berdua melanjutkan perjalanan. Bukan Marui kalau bisa jalan dengan tenang. Karena itu jangan heran kalau yang ia lakukan sekarang adalah berlari-lari seperti anak kecil dipadang bunga.

"Kalau kau lari-lari begitu 86% kau akan jatuh." Terang Renji karena khawatir melihat tingkah Marui.

"Tenang saja karena kalau aku jatuh…" belum selesai ia bicara kakinya tersandung ranting dan dengan spontan uhuy Renji langsung menahan badan Marui. "99% kau akan menangkapku," lanjutnya sambil tersenyum.

Renji hanya membalas senyuman itu dengan sedikit menyunggingkan bibirnya. Ia mendekatkan wajahnya ketelinga Marui dan menggigit telinganya. Spontan saja Marui langsung terlonjak kaget dan memegangi telinganya.

"Jangan main-main dengan telingaku, kau kan punya telinga juga, kenapa ga coba main dengan telingamu sendiri?" Bentak Marui kesal dengan kelakuan Renji yang tak masuk akal.

"Hanya memberikan sedikit hukuman untuk anak nakal," Jawab Renji sambil mengacak-acak rambut Marui sangking gemasnya.

"Ugh, sudahlah… Ayo kita lanjutkan perjalanan."

Dengan warna wajah yang sama dengan warna rambutnya itu Marui menggenggam tangan Renji dan menariknya untuk melanjutkan perjalanan.

=Yukimura-Jackal=

Jackal terserang panik, batinnya serasa dipakasa untuk minum shocking soda. Dia bingung karena 'Buchou'nya kini terbaring lemah dipangkuannya. Seribu sesal dia umbarkan. Kenapa tidak ikut klub Palang Merah Remaja saja demi menyelamatkan 'Buchou'nya itu.

"Mura-buchou bangunlah, aku takut sekali," Ucap Jackal panik sambil menepuk-nepuk wajah Yukimura.

Namun 'Buchou'nya itu tak bergeming sedikitpun.

"Mura-buchou, aku takut kehilanganmu, karena pertama aku akan sendirian di hutan ini dan kedua aku akan dijadikan hiasan tembok rumah Sanada kalau ia tau kau jadi seperti ini," isaknya dengan derai-derai air mata.

Jackal mencoba untuk stay calm. Ia memikirkan berbagai cara untuk membangunkan Yukimura sampai akhirnya ilham terlintas di pikirannya dan ia menarik satu kesimpulan.

"Nafas buatan, ya nafas buatan, itu yang harus aku lakukan."

Dengan cekatan Jackal memencet hidung Yukimura dan memberikan nafas buatan. Ia melakukannya sama persis dengan apa yang pernah ditontonnya di siaran TV edukasi.

Yukimura terbatuk, kesadaranya pulih dan ia membuka matanya.

"Jackal, apa yang kau lakukan?"

Jackal senang sekaligus lega melihat 'Buchou'nya bangun.

"Apa sih yang kau lakukan Mura-buchou?? Meninggalkan nasi yang kau tanak lalu kau enak-enakan pingsan!" Jackal membentak Yukimura seenaknya.

"Tapi aku tidak meninggalkan nasinya, aku hanya…."

"Aku tidak mau dengar!"

"Tapi tadi apinya mengecil jadi aku…"

"Kau tau tidak betapa khawatirnya aku??"

Yukimura terdiam. Ia terharu mendengar kata-kata Jackal walau sesungguhnya kata-kata itu murni dari perasaan Jackal yang panik.

"Maaf…," Ucap Yukimura pelan.

Jackal merasa ia sudah keterlaluan membentak Yukimura. "Maaf Mura-buchou, aku terbawa emosi. Sesungguhnya aku ini benar-benar khawatir dengan kead…"

"Wow ikan-ikan ini tangkapanmu? Kebetulan, ayo kita bakar dan lanjutkan perjalanan," potong Yukimura sambil menenteng Ikan yang dijatuhkan Jackal beberapa waktu yang lalu.

Terpaku karena kata-kata indah yang susah payah ia rangkai tidak didengarkan sampai selesai, Jackal hanya mengangguk dan membakarkan Ikan untuk mereka berdua.

=Sanada-Yagyu=

Akal sehat Sanada benar-benar berkata 'no way' dan sebenarnya ia bisa saja langsung mengeluarkan tamparan dan beberapa ilmu Dojo yang dikuasainya. Namun hati nurani serta tubuhnya berkata lain.

'Kenapa jadi aku yang terpojok begini? Seumur-umur aku disebut sebagai dewa perang dan kenapa sekalang malah dipojokkan oleh anak buahku sendiri?' Sanada langsung bangkit dan mendorong Yagyu menjauh darinya. "Enak saja kau, mana mau aku diperlakukan seenaknya oleh orang sepertimu." Ucapnya sinis sambil merapikan bajunya yang kotor.

"Kalau begitu Mura-buchou adalah orang aneh yang mau saja diperlakukan seenaknya oleh orang macam kau," Ucap Yagyu datar sambil merapikan rambutnya yang berantakan ditiup angin pegunungan.

"Tarik kembali ucapanmu!" dengan kasar Sanada mengehempas punggung Yagyu di pohon Akasia besar.

Yagyu hanya sedikit meringis menahan sakit dipunggungnya. Ia menatap mata Sanada yang melihat kearahnya dengan sengit. Kemudian tatapan mata Yagyu berpindah kearah lehernya Sanada.

"Sanada."

"Lekas tarik ucapanmu!"

"Sanada ada ulat masuk kedalam bajumu."

"Eh?" Awalnya Sanada tak percaya dengan kata-kata Yagyu, tapi didalam bajunya saat ini ia merasa ada sesuatu yang menggeliat.

Sanada diam membatu, mahluk kecil itu benar-benar menjijikkan. Ia ingat betul waktu kecil tanpa sengaja ia meremas seekor ulat saat ia memanen jagung di desanya. Dan karena kejadian itu ia langsung pingsan ditempat.

"Y-Yagyu, bisa tolong keluarkan ulat itu dari bajuku?" Ucap Sanada dengan wajah memucat.

Tiba-tiba dari semak-semak terdengar suara yang benar-benar Sanada dan Yagyu kenal, Akaya dan Nio.

"Kita sampai, ini pohon Akasia teringgi yang ada dipuncak gunung Kidul," Ucap Akaya menerobos semak-semak dan mendapati Yagyu yang sedang membantu Sanada melepas bajunya. "Eh?"

Nio menatap Yagyu dengan amarah. Ia berjalan mendekati Yagyu.

Disaat itu Marui dan Renji juga muncul dari balik semak-semak.

"Yei, akhirnya kita sampai juga Renji," ucap Marui bangga sambil merenggangkan badannya.

Kedatangan mereka tapat pada saat Nio resmi dan telak menendang 'barang' yang selama ini dirawat Yagyu.

"Ouch!" Ucap renji seolah-olah ikut merasakan penderitaan yang dialami Yagyu.

"Dasar berengsek! Beraninya kau serong dihadapanku," Geram Nio.

Yagyu meringis menahan sakit yang teramat sangat mencekik 'bendanya'.

Kemudian kelompok yang sampai terakhir yaitu Jackal dan Yukimura pun tiba. Yukimura terlihat sangat pucat sehingga ia harus digendong lagi oleh Jackal.

"Semuanya… Mura-buchou sedang tidak sehat nih," ucap Jackal tanpa melihat suasana. "Loh? Kalian kenapa?"

"Sanada ketauan selingkuh bareng Yag...," jawab Marui polos namun langsung sempat dibungkam Renji menggunakan tangannya.

"Apa? Sanada serong?" terlambat Yukimura sudah mendengarnya.

"Kemari kau Akaya!" dengan kasar Nio menggendong Akaya. "Biar kutunjukkan padanya kalau aku juga bisa serong." Ucap Nio seraya membawa Akaya yang polos masuk kembali kedalam hutan.

Yukimura langsung meloncat turun dari gendongan Jackal dan mengahadap Sanada.

"Dasar sial!!" PLAK.

Yukimura menampar wajah Sanada persis seperti bagaimana Sanada pernah menampar anak buahnya selama ini.

"Kau salah paham Yukimur…" PLAK. "Aku sama sekali tidak ser…" PLAK. "Dengarkan aku Yuki…" PLAK.

Yukimura tak memberikan kesempatan Sanada bicara dan terus-terusan menamparnya sambil menangis dan terkadang sempat-sempatnya melap air matanya dengan tissue.

"Terus kita gimana?" Tanya Marui bingung melihat acara mendaki kelompoknya yang (dari awal) berantakan.

"Kita pulang yuk," saran Jackal. "Mau main kerumahku?"

"Oke." Marui tersenyum dan pergi meninggalkan mereka.

Renji yang merasa dicampakkan hanya bisa melihat Sanada disiksa Yukimura. Ia sedikit kasihan melihat Yagyu yang masih meringis kesakitan.

"Tenanglah Yagyu, 50% barangmu masih akan bisa berfungsi normal asal kau rajin melakukan rehabilitasi," Saran Renji sambil menepuk-nepuk pundak Yagyu.

Akhirnya acara mendaki gunung mereka selesai dengan tak ada pemenang dan tak ada hasilnya sama sekali.


Selesai-selesai!! Agak aneh… emang aku jadi bingung sama ending yang ga jelas ini. Ah takapalah, yang penting aku sudah berusaha. Plis reviewnya secara keseluruhan. Thanks udah baca. I lup u all so much.

OMAKE.

Sanada : "Kenapa tamatnya jadi begini? Padahal aku berharap tamatnya akan benar-benar keren."

Author : "Ini semua dikarenakan aku tidak boleh memasukkan unsure-unsur cerita yang berbau M. makanya diselesaikan semasuk akalnya."

Yagyu : "Ini benar-benar memalukan."

Author + Sanada : "Kau masih hidup??"

Yagyu : "Tentu saja!!" (memukul author dan Sanada pake pemukul kecoa).

Yukimura : "ini kubuatkan teh hangat" (meletakkan nampan)

Author : "Loh kalian sudah baikkan?"

Sanada : " SPROOT (memuntahkan the yang diminumnya karena asin)"

Author : "Sepertinya belum."

Akaya : "Kami pulang!" (masuk ruang wawancara seenaknya bareng Nio)

Author : "Wah-wah ini pengantin baru yang pulang dari bulan madunya, apa kesannya (menodong mikrophone ke wajah Akaya)

Akaya : "Kami ga ngapa-ngapain, itu Cuma tuntutan scenario, ko."

Nio : "(berjalan mendekati Yagyu) 'anu'-mu ga apa?"

Yagyu : "ya, walau waktu itu kau keras sekali menendangnya."

Nio : "Maaf (menundukkan kepalanya)

Yagyu : "Ga-apa ko" (menepuk kepala Nio)

Marui : "Minggir kalian semua!! Studionya mau dipake."

Author : "Eh diusir nih?"

Renji : "(memperlihatkan kertas kontrak studio)"

Author : "Cih, ayo kita minggat"

All : "SAMPAI JUMPA"

Jackal : " (mojok karena ga kebagian dialog)

Setelah memutarkan lagu ending berdurasi 1 menit 30 detik acara ini resmi berakhir.