Chapter 1

.

.

.

Sakura mendesah lelah merasakan kepalanya yang berat. Pesta kelulusan dan alkohol memang bukan kombinasi yang bagus. Dia harus memikirkan cara kabur dari teman-temanya sebelum hal yang merugikannya terjadi. Meski tak sepenuhnya sadar Sakura tak akan rela bercinta dengan pria yang tidak sesuai standarnya. Dengan menyeret-nyeret kakinya yang sulit melangkah Sakura menyusuri jalan entah apa. Sialan. Kabur memang selalu merugikan. Seharusnya dia memikirkan untuk melibatkan mobilnya... tidak. Mungkin saja dia akan mati satu detik setelah menyetir dalam kondisi seperti ini. Oke. Setidaknya otak pintarnya memikirkan rute yang di lewati taksi untuk di libatkan. Tapi itu terdengar tak penting lagi saat emeraldnya yang hanya setengah fokus menemukan pemandangan menggiurkan. Sakura mengutuk air liurnya yang gampang menetes saat melihat hal bagus. Kalian pikir ada yang lebih bagus selain bertemu dengan sosok menakjubkan di tengah kemalangan. Ya kemalangan, mabuk dan gang sepi. Sakura menyeringai nakal saat mengamati sosok jangkung yang berjalan tenang ke arahnya. Pahatan wajah sempurna di balut kulit putih yang menawan berada di depan matanya sekarang. Saat dia mabuk, tidak tahu jika dia sadar besok pagi. Bisa saja wajah sebenarnya penuh lubang atau tidak simetris. Jangan pikirkan.

Sakura menangkap lengan pria yang ternyata masih mengenakan seragam sekolah di dalam jaketnya. Yups bonusnya, pria ini jelas lebih muda darinya. Berondong. Sepertinya sesuatu di bawah sana langsung berdenyut tak sabar saat membuktikan betapa tampannya pria ini jika di lihat dari dekat. Percaya saja ada pada mata setengah terbukanya.

"Apa yang..." Suara seksinya bahkan menarik Sakura untuk memilikinya. Semalam. Tanpa mau mendengarkan ucapan pria tampan dengan onix mempesona -ya Sakura menemukan satu lagi hal yang menakjubkan dari pria ini- Sakura menempelkan bibirnya di bibir menggoda -Sakura menemukan hal bagus lagi- pria itu. Melumat dengan tak sabar. Kedua tanganya menarik jaket pria itu memaksa membuka mulutnya tanpa memberi kesempatan untuk memberontak. Sakura cukup percaya diri mampu menggoda pria tampan ini. Sakura mendesah di mulut si pria tampan -untuk selanjutnya Sakura menamainya begitu- saat lidah mereka bertemu. Dengan gerakan sensual Sakura merapatkan tubuhnya dan mengalungkan tangannya ke leher si pria tampan.

"Kau gila..." Ucap si pria tampan saat mereka melepas ciuman karna butuh bernafas. Sakura mengecup bibir si tampan itu sekilas. Tak berniat sedikitpun menjauhkan tubuhnya dari si tampan.

"Setidaknya ayo melakukan hal gila. Sialan. Kau membuatku menginginkan sesuatu memasukiku." Ucap Sakura frontal lalu menyurukkan kepalanya ke leher si tampan dan menjilatnya, menggodanya agar menuruti keinginan Sakura. Persetan dengan geliat si tampan yang berusaha melepaskan diri. Itu justru terkesan jual mahal dan menggoda. Si tampan ini sungguh sulit di lewatkan.

"Kau mabuk." Si tampan itu masih berusaha menyingkirkan Sakura. Tak kasar. Mungkin dia hanya melakukan formalitas. Terserah. Sakura hanya perduli pada kebutuhanya sekarang. Dan pria ini hanya butuh di pancing. Hei meski masih sekolah dia tetap seorang pria. Dan tak ada pria yang bertahan di posisi ini. Setidaknya yang Sakura tau.

"Terserah. Aku sudah sangat menginginkan ini." Sakura mencium bibir si tampan dan dia membalas. Si tampan yang pemalu. Sakura melepaskan ciumanya dan menarik si tampan kedalam bangunan tak terpakai. Peduli setan dengan bau aneh yang menyelimuti tempat ini.

"Jangan pikirkan apapun. Mari bercinta." Bisik Sakura sebelum lagi-lagi mendaratkan ciuman panas di bibir si tampan. Dia tak butuh tau si tampan setuju atau tidak. Yang dia tau dia tak di tolak.

Tangan Sakura membuka jaket dan seragam si tampan selagi mereka berciuman. Dia harus mengerang jengkel saat masih menemukan kaos putih setelah membuka seragam si tampan. Dengan tak sabar Sakura menarik lepas kaos itu dan tersenyum senang di bibir si tampan saat berhasil meraba kulit mulus pria itu.

"engggh." Erangan tertahan si tampan membuat Sakura tersenyum girang. Pria ini seperti yang tidak berpengalaman. Sakura mendorong si tampan agar telentang di lantai. Dengan gerakan lambat Sakura menduduki kejantanan si tampan yang sudah tegang di balik celana.

"Ssssh...mmmh." Seringai Sakura makin lebar ketika melihat si tampan menggigit bibirnya dan memejamkan mata. Entah menahan erangan atau menikmati sensasi pertemuan organ intim mereka yang masih di batasi celana pria itu dan celana dalam Sakura. Ya Sakura memakai mini dress sederhana. Itu memudahkan Sakura.

"Apa kau menyukainya?" Sakura menunduk mengecup rahang si tampan. "Apa ini yang pertama untukmu." Sakura menggesekan organ intim mereka dengan sangat pelan dan menggoda. Wanita berhelaian pink itu nyaris melonjak kegirangan saat melihat anggukan yang disertai desisan dari si tampan.

"Aku senang." Sakura menjilati leher Si tampan. Gigitan-gigitan kecil tak lupa ia lakukan. Tubuhnya bergetar senang saat si tampan memeluk dan mengelus punggungnya dengan gerakan yang semakin membuatnya terangsang. Sakura mengerang merasakan bagian bawahnya berkedut tak sabar.

"Kita langsung saja ke bagian inti. Aku sudah tak bisa bertahan lagi." Desah Sakura. Sakura membuka celana si tampan dengan terburu-buru dan memelorotkanya hingga pertengahan paha. Setelah melempar celana dalamnya ke sembarang arah Sakura menduduki si tampan lagi.

Tangan Sakura memegang kejantanan si tampan yang cukup mengejutkanya dengan ukurannya. Sementara si tampan itu hanya mendesis pasrah dengan perlakuan Sakura, tangan Sakura menggesekan ujung kejantanan si tampan ke bagian bawahnya dengan pelan.

"enngggh." Desahan mereka berdua terasa membakar. Sekali lagi Sakura menggesekan dua organ intim itu dan membuat mereka mengerang nikmat. Sakura merasa miliknya yang sudah basah sejak awal tak sabar ingin di masuki. Sakura memosisikan kejantanan si tampan lalu perlahan mendorong pinggulnya menenggelamkan kejantanan si tampan pada vaginanya. Sakura tak lagi memikirkan apa yang di rasakan si tampan. Dia hanya butuh memuaskan dirinya saat ini.

"Kau... ahhh." Sakura mendesah keras saat perlahan menarik pinggulnya hingga hanya tersisa ujung kejantanan si tampan saja di dalamnya. Lalu mendorong pinggulnya lagi, menariknya lagi. Sakura mengulangi gerakannya dengan pelan. Menikmati dengan intens setiap rasa dari gesekan yang di timbulkan.

Tiba-tiba si tampan membalikan posisi mereka jadi Sakura yang di bawah. Dengan tidak sabar si tampan melebarkan kedua kaki Sakura dan menahannya. Erangan pria itu sangat keras seiring dengan keras dan cepatnya si tampan menghujamkan kejantananya pada milik Sakura. Sakura merasakan nikmat luar biasa tapi dia juga menyadari pria di atasnya ini segera berakhir.

"Oh tidak. Tidak. Tidak." Jerit Sakura di antara rasa nikmatnya dan erangan puas si tampan saat ejakulasi di dalam milik Sakura. Sakura mendorong tubuh si tampan yang sudah lemas karna orgasme pertamanya dan menaikinya dengan kejantanan pria itu masih di dalamnya.

"Harusnya kau menungguku untuk klimaks bersama. Dasar amatir." Dengus Sakura tak suka. Pria di bawahnya hanya terkekeh.

"Kau bisa memanfaatkanku sampai kau puas. Jika aku tau bercinta lebih nikmat dari fantasiku, aku akan dengan senang hati memperkosa tiap gadis yang mendekatiku." Sakura tertawa mendengar ucapan si tampan. Ini benar-benar menghiburnya.

"Kalau begitu kau bisa memperkosaku sebagai pengalaman pertama." ucapan Sakura membuat si tampan duduk melingkarkan tangannya kepinggang Sakura.

"Ajari aku cara memperkosa seseorang." bisiknya ke telinga Sakura dengan menggoda menaikan suhu si sekitar mereka.

Tanpa menunggu waktu Sakura mencium pria itu. Tanganya mengalung di leher si tampan. Erangan lolos dari bibir Sakura saat merasakan tangan si tampan menyusup menaikan gaunya dan branya sekaligus. Dengan tak sabar si tampan melempar gaun dan bra itu ke sembarang arah setelah lepas dari tubuh Sakura. Sakura melengkungkan tubuhnya mendamba saat tangan pria itu menangkup dadanya di masing-masing telapak tanganya. Remasan lembut di dadanya di barengi jilatan dan hisapan di lehernya membuat Sakura tak berhenti mendesah. Pria ini cepat belajar. selain itu kejantananya yang terasa membesar di dalam Sakura juga begitu memanjakan Sakura.

Sakura menggoyangkan pinggulnya pelan. Menikmati sensasi menakjubkan yang di hasilkan. Desahan tak hanya keluar dari mulutnya, tapi juga si tampan di pelukanya. Tangan si tampan yang tak berhenti menggerayangi tubuhnya telanjangnya memberikan sensasi berkali lipat. Sakura menarik pinggulnya jauh hingga tinggal ujung kejantanan si tampan yang di dalamnya. Lalu menghentakan keras pinggulnya menelan sempurna kejantanan si tampan menghasilkan rasa yang menakjubkan. Sakura mengulangi hal itu beberapa kali dan selalu mengakhirinya dengan erangan nikmat.

"Biarkan aku mencoba sesuatu." Mohon si tampan dengan suara seraknya yang semakin seksi.

"Hm." Gumam Sakura menyetujui. Sakura berdiri menghadap dinding dan menungging sesuai yang di inginkan pria tampan yang berdiri di belakangnya. Pria itu memasukan kejantananya dengan sangat pelan. Setelah masuk dengan sempurna si tampan mulai memaju mundurkan pinggulnya. Tangannya meremas bokong Sakura gemas. Sakura mengerang nikmat. Goyangan pria itu begitu pas. Temponya makin lama makin cepat seiring dengan erangan yang tak berhenti keluar dari mulut keduanya.

Sakura memuji pria itu dalam hati ketika menurunkan tempo saat kejantananya makin membesar. Sakura ingin orgasme bersamaan. Si tampan menidurkan Sakura dan melebarkan kakinya selebar yang Sakura bisa. Setelah itu si tampan itu memasukan kejantananya dan dengan beringas menggenjot Sakura. Sakura mendesah tak karuan. Kenikmatan ini terasa lebih menakjubkan dan Suara Sakura tak tertahan saat miliknya menghisap kejantanan si tampan kuat sebelum akhirnya mereka berdenyut bersamaan.

"Aaaaahh." Desah mereka berdua saat klimaks datang bersamaan. Sakura menjilati bibirnya puas sebelum beranjak mengenakan gaunya kembali dan berniat pergi dari tempat itu.

"Siapa namamu?" Tanya si tampan yang juga sedang mengenakan bajunya. Sakura menoleh menatap wajah tampan yang memandangnya... ingin tau.

"Sakura." Ucap Sakura di barengi senyum manis lalu benar-benar meninggalkan pria yang pandanganya teralih dari punggungnya ke celana dalamnya yang tertinggal.

.

.

.

7 tahun kemudian

.

.

Sakura setengah berlari menyusuri trotoar yang penuh sesak. Jam makan siang memang tidak menyenangkan untuk berkeliaran. Terlalu penuh sesak. Tapi sekarang dia tidak punya waktu untuk memikirkan itu. Nafas Sakura putus-putus ketika dirinya berhasil mencapai Sekolah Dasar tempat seseorang yang membuatnya berkali-kali kembali ke sini -mengesampingkan rasa malu dan kesalnya- berada.

"Ah nyonya Haruno. Silahkan duduk." Sakura berterima kasih kepada kepala sekolah dan duduk di kursi yang pernah di dudukinya beberapa kali sebelum ini. Dengan galak Sakura melirik gadis kecil berwajah angkuh yang duduk di sampingnya. Sedangkan tatapan kesal Sakura layangkan pada bocah pirang yang duduk di samping gadis kecil itu. Terlihat beberapa lebam di wajah bocah lelaki yang tak membuat dia kasihan. Justru dia mengomel dalam hati kenapa bocah itu harus kalah oleh seorang gadis yang menjengkelkan hati Sakura.

"Maaf Haruno-san jika kami harus memanggilmu kembali." Ucapan kepala sekolah mengalihkan perhatian Sakura.

"Ah tidak. Tidak. Sayalah yang harus meminta maaf membuat anda repot. Apa yang di lakukanya kali ini?" Untuk kesekian kalinya Sakura mendesah dalam hati karna harus melakukan hal yang tak dia sukai. Minta maaf. Dan penyebabnya adalah orang yang sama. Menjengkelkan sekali.

"Sarada-chan sepertinya... menganiaya keponakanku. Lagi." Yah kata 'lagi' itu sudah di ulang entah berapa kali oleh si kepala sekolah. Memangnya apa yang di lakukan si bocah pirang itu sampai teraniaya berkali-kali. Sakura sampai heran bagaimana mungkin bocah pirang keponakan kepala sekolah ini tak jera berkali-kali babak belur oleh Sarada. Ah sepertinya Sakura tak berhak bicara seperti itu mengingat putrinya juga tak jera membuatnya berakhir di kursi ini. Menghadap kepala sekolahnya.

Meski kepalanya berdenyut Sakura masih sempat mendengus jengkel mendengar nada geli kepala sekolah yang lumayan tampan ini saat membicarakan soal keponakannya yang teraniaya. Seperti yang dibicarakan hal lucu saja. "Dan maaf. Kali ini aku memberikan skors seminggu untuk Sarada-chan." Lanjut kepala sekolah tampan yang Sakura selalu lupa namanya itu jika tak melihat papan nama di mejanya. Menma. Sakura memijat keningnya frustasi. Saradanya yang baru duduk di kelas satu SD sudah di skors satu minggu. Bagaimana saat duduk di bangku SMA? Mungkin saja tak ada sekolah yang mau menerimanya. Sakura pasti gila jika itu terjadi.

"Paman... harusnya monster ini jangan boleh kembali ke sini." Rengek bocah pirang itu. Benar. Dan Sakura akan pusing setengah mati mencarikan Sarada sekolah baru. Pasalnya Sakura memilih sekolah ini karna dekat dengan tempat kerjanya agar dia lebih mudah menjemput saat pulang sekolah. Tunggu... bocah sialan itu menyebut putrinya monster? Sakura menatap bocah keponakan kepala sekolah itu sadis. Ternyata bukan hanya Sakura, Sarada sudah lebih dulu menatap sadis bocah yang semakin mengkerut ketakutan mendapatkan dua moster menatapnya.

"Ha ha ha kau harus lebih menjaga ucapanmu Boruto." Menma tertawa geli melihat tingkah ibu dan anak itu.

"Maaf Namikaze-san." Sakura setengah menyesal sudah memperlakukan keponakan kepala sekolah dengan tak baik. Hanya setengah, karna dia masih tak terima bocah bernama Boruto itu mengatai putrinya.

"Tak masalah. Sarada-chan bisa masuk sekolah lagi rabu depan." Sakura cukup terpukau dengan stok kesabaran Menma menghadapi Sarada. Pria yang terlihat cukup dewasa itu masih memberikan senyum menawanya pada Sarada. Kapan-kapan Sakura harus berterima kasih untuk hal ini. Kapan-kapan, tidak sekarang.

"Baiklah. Kalau begitu Saya dan Sarada permisi dulu." Sakura mengajak Sarada meninggalkan ruang kepala sekolah. Sekali lagi duo ibu dan anak itu memasang wajah angker saat Boruto menjulurkan lidahnya mengejek.

Sesampainya di rumah, Sakura mendudukan Sarada di sofa ruang tamu. Keduanya bertatapan saling mengadu argumen dalam diam. Emerald dan onix. Beberapa menit kemudian Sakura mendesah kalah. Dia tak cukup tangguh menghadapi keangkuhan putrinya. khhh sebenarnya dari mana putrinya mendapatkan sifat menyebalkan itu?

"Kali ini apa alasanmu Sarada-chan?" Tanya Sakura lesu. Dia sudah sangat bosan mengeluarkan pertanyaan semacam ini. Dan Sarada tau itu.

"Jangan khawatir ma, Menma sensei suka melihat mama bolak balik keruanganya." Ucap Sarada malas. Gadis kecil itu mengalihkan pandanganya pada vas bunga. Sakura mendesah lagi. Sebenarnya otak putrinya terbuat dari apa? Gadis kecilnya terlalu cepat mengerti hal-hal yang kadang bahkan Sakura tak mengerti.

"Jangan mengalihkan pembicaraan Sarada-chan." Geram Sakura. Sakura tak cukup punya waktu untuk peduli pada hal lain selain putrinya. Untuk saat ini.

"Dia menyenggolku..." Rahang Sakura hampir terjatuh karna tak percaya dengan alasan yang terlontar dari mulut putrinya. Harusnya Sakura tak membiarkan sahabat gemulainya mengajari Sarada karate sejak dua tahun lalu. Sarada terlalu dewasa untuk menganggap itu hanya sekedar latihan. Dan latihan yang mulanya hanya di anggap iseng oleh Sakura berlanjut hingga sekarang. Sakura menatap tajam onix di depannya. Tapi sebelum ada kata yang terlontar darinya, Sarada melanjutkan ucapannya.

"... dan mengataiku anak monster karna aku kuat. Bukankah itu berarti dia menyebut mamaku monster?" Pandangan Sakura melembut melihat wajah marah sekaligus terluka putrinya. Sarada yang malang. Terlalu sensitif untuk mengabaikan perkataan seringan apapun. Putri kecilnya seperti tak cocok berada di lingkungan anak-anak. Jika anak-anak lain akan berbaikan setelah berkelahi atau setidaknya semacam itu. Tapi Saradanya terlalu pendendam untuk melakukan hal itu. Karna itulah teman Sarada hanya dua orang aneh di tempat kerjanya.

"Terima kasih." Sakura membuka tangannya mengundang Sarada kepelukanya. Setidaknya Sakura akan selalu menjadi tempat teraman dan ternyaman bagi Saradanya apapun kekacauan yang sudah dibuatnya. Dan Saradanya yang menyayanginya dengan caranya sendiri merupakan harta terindah baginya. Saat ini hanya memiliki Sarada sudah memberikan nafas bagi Sakura. Karna hanya Sarada yang bisa dimilikinya dan di inginkanya. Keraguan Sarada lenyap ketika melihat senyum lembut Sakura. Dengan senyum lebar Sarada memeluk ibunya. Sarada terkikik geli saat Sakura menggelitikinya.

"Sarada-chan..." panggil Sakura pelan saat Sarada kelelahan karna tertawa. Sakura mengecup puncak kepala putri tercintanya.

"hn." Sarada mendongak menatap wanita yang tengah mengelus rambutnya sayang. Wanita cantik yang ingin selalu di jaganya.

"Aku sangat mencintaimu." Sakura mencium pipi gadis kecilnya. Di eratkan pelukanya pada Sarada. Putrinya. Hartanya. "Tapi kau harus tetap mengubah perilakumu yang merepotkan itu. Aku akan menganggap seminggu ini liburanmu." Sakura mengerucutkan bibirnya kesal menatap putrinya yang hanya memutar bola matanya malas. Oh Saradanya selalu mampu melakukan hal yang menggemaskan sekaligus menjengkelkan.

"Sarada-chan. Darimana kau mempelajari hal menyebalkan itu?" protes Sakura.

"Paman dei..." ucap Sarada dengan nada malas yang menjengkelkan seraya masuk ke kamarnya untuk berganti pakaian.

"Deidara... aku akan membunuhmu setelah ini." Geram Sakura. Sakura mengeluh betapa cepat putrinya meniru hal-hal menjengkelkan yang dia lihat. Dan sialannya, Sarada besar di lingkungan yang membuat Sakura mengerang jengkel.

Keesokan harinya Sakura membawa putri kecilnya ke tempatnya kerja. Sakura bekerja di butik milik Sasori. Sebagai penjahit gaun rancangan Deidara. Sakurapun cukup heran pada pria gemulai yang ternyata jago karate itu. Dia suka mendesain pakaian tapi sangat membenci menjahit. Segala yang ada pada pria itu memang tidak sinkron.

"Sarada-chan!" Deidara langsung menyambar Sarada bagai menyambar mainan lucu yang sudah lama tak di lihatnya. Setelah pelukan keras dan cipika cipiki Deidara berceloteh entah apa yang hanya di tanggapi dengan 'hn' gadis kecil itu. Sakura menggelengkan kepalanya tak percaya. Entah nasib macam apa yang membuatnya hidup di tengah kelakuan aneh mereka.

"Sakura-chan. Apa Sarada-chan tidak sekolah?" Sasori, si pemilik butik yang tak kalah anehnya keluar dari tempat pertapaannya. Sasori lebih suka membuat manekin dari kayu dari pada memikirkan apa yang harus di pajang di butiknya. Karna itulah yang ada di butik ini seratus persen pakaian yang di desain Deidara dan di jahit oleh Sakura.

"Kali ini Sarada-chan diskors." Dengan lesu Sakura meletakan tas dan duduk di kursinya.

"Hmm apa lagi yang dia lakukan kali ini?" Sasori melihat jahitan setengah jadi yang Sakura tinggalkan kemarin. Sakura terburu-buru pergi setelah mendapat telepon dari pihak sekolah.

"Membuat lebam di wajah keponakan kepala sekolah." Sakura sebenarnya malas membahas hal ini. Tapi Sasori akan jadi sangat menyebalkan jika pertanyaanya tidak di tanggapi.

"Wah. Sarada-chan keren." Sasori memuji putrinya dengan wajah takjub. Sedangkan Sakura mencibir membuat Sasori nyengir. Memang si merah ini dan si pirang itu yang merencanakan banyak hal aneh untuk putri kecilnya. Mereka dengan menggebu-gebu selalu mengatakan akan membuat Sarada jadi gadis mawar berduri. Dan yang paling menyedihkan Sakura tak bisa melakukan apapun karna Sarada dengan mudah menerima rencana mereka. Apakah mereka yang sudah mencuci otak gadis kecilnya?

"Membiarkan putriku bergaul dengan kalian memang hal yang harus ku pikirkan ulang." Ucap Sakura sembari memulai pekerjaanya. Seharusnya setelah ini Sasori pergi karna dia tak akan mau meladeni omongan pria itu saat bekerja.

"Oh tidak. Kau berniat memisahkan Sarada-chan dari kami? Aku harus mengumpulkan massa untuk menentang..." Sasori langsung keluar dari ruangan Sakura. Sedangkan wanita berambut pink itu hanya memutar matanya bosan. Bisakah pria merah itu menyadari umurnya? Dan alasan macam apa yang membuatnya keluar dari ruangan ini? Meski jengkel, senyum Sakura terukir untuk dua penyelamatnya yang baik hati itu. Perilaku aneh tak mengganggu Sakura.

.

.

TBC

.

.

Aku Pikir akan banyak perbaikan di sana sini di tiap chap BK. Huffftt. Ini menyenangkan sekaligus melelahkan.

.

.

.

Keyikarus

5/8/2017