Makasih buat semua reader SAKURA-NEE. Aku gak keberatan dengan silent reader sih, tapi terkadang pengen juga ngerasa spesial dengan di kasih fav fol n komenannya. Apa aku mulai maruk? Lupakan. Lewatkan bagian gak penting itu. Selamat membaca~~~

.

.

.

.

-(Neji pov)-

.

.

Cukup mengejutkan saat aku tahu jika putri sialan Haruno itu adalah kesayangan salah satu klan mafia. Membuatku memaklumi sikap menyebalkannya selama ini. Dia bertingkah brengsek karna merasa akan selalu ada yang melindunginya. Dasar gadis sialan yang beruntung.

Oh aku juga cukup terkejut mengetahui jika si pirang itu adalah pewaris Gamabunta. Sebenarnya aku tak tahu jenis apa itu Gamabunta, tapi dari penjelasan Sasuke jelas itu sebuah kelompok berbahaya. Pertanyaannya, sejak kapan hidupku yang datar dan aman bahagia jadi tercemari hal-hal penuh kriminalitas seperti ini?! Seharusnya aku tahu sejak awal jika tak akan ada hal baik kalau berhubungan dengan putri sialan Haruno itu. Aku benci menjadi bagian dari Haruno!

Tapi... entah sejak kapan aku merasa ada sedikit hal menyenangkan dengan menjadi Haruno. Bertemu dengan Sasori. Pria imut yang selalu butuh perlindungan, setidaknya itu menurutku. Dan keberadaannya jelas membuatku merasa bertanggung jawab. Karna itulah aku tak bersikeras ikut dengan Sasuke dan Naruto meski sebenarnya aku setengah mati penasaran ingin mengetahui apa yang akan terjadi pada Naruto, juga oleh-olehnya untuk Sasori. Dengan aku dan Sasori tak ikut, aku berusaha memastikan pria imut yang selalu ngotot ingin ku panggil aniki ini jauh dari bahaya. Jauh dari nasib malang seperti yang menimpa ayah juga adikku.

"Neji..." Aku menoleh menatap Sasori saat mendengar suara lirihnya. Dia seperti sedang was-was.

"A..." Belum sempat aku merespon apapun, dua orang aneh berdiri di depan kami dengan nafas terengah-engah. Membuatku mengernyit keheranan.

"Hei katakan. Apa yang terjadi pada Naruto?" ucap yang berambut keputihan dengan nafas terputus-putus.

"Siapa kalian?" Cicit Sasori bersembunyi di balik tubuhku. Refleks akupun menyembunyikan tubuhnya dibelakangku.

"Katakan apa yang terjadi pada Naruto!? Kami tak bermaksud meninggalkannya. Sunggih. Tapi situasinya terlihat sangat berbahaya..." Cerocos seorang dengan gambar segitiga di pipinya.

Aku mengernyit berusaha mengerti maksud dua orang yang terus bicara cepat dan bergantian. Nihil. Kemungkinan yang ku dapat hanyalah mereka teman-teman si baka pirang itu.

"...apa yang terjadi? Siapa si Sai itu sebenarnya?..."

"Ck, berhentilah bicara. Kami sibuk." Potongku dan menarik tangan Sasori, berniat membawanya segera meninggalkan duo aneh di depan kami.

"Hei hei kami serius khawatir pada Naruto!" Jerit yang berambut putih tak terima.

"Jika begitu seharusnya kalian tak meninggalkannya." Acuhku.

"Tunggu!"

"Eh?!"

Plak! Aku menepis kasar tangan si tato segitiga yang meraih bahu Sasori untuk menghentikan kami.

"Jangan memancingku untuk menyerang selagi aku hanya ingin menjaga." Desisku tak senang. Dua orang ini jelas meninggalkan Naruto dengan pengecut. Lalu kenapa mereka memaksa kami untuk menjelaskan situasi Naruto. Sangat egois dan brengsek.

Aku mendengus kasar dan menyeret Sasori pergi meninggalkan tempat itu selagi mereka masih terkejut. Peduli setan dengan pendapat dan kebutuhan mereka. Yang terpenting bagiku saat ini adalah menjauhkan Sasori dari segala kemungkinan hal berbahaya.

"Hei." Seseorang menepuk bahuku. Membuatku yang masih waspada refleks melayangkan tangan. "Oi oi kalem baby." Mataku memicing menatap gadis berambut pink pekat yang tadi bersama putri sialan Haruno.

"Tayuya-nee." Sapa Sasori dengan nada manis. Membuatku jengah. Seharusnya dia menyimpan curiga untuk gadis ini. Biasanya orang sialan akan memiliki teman sialan. Karna dia bersama Sakura, pasti dia sama sialannya dengan Sakura.

"Ya sweetheart. Sakura menyuruhku membawa kalian pulang." Dengan entengnya si sialan Tayuya menyampirkan tangannya di bahu Sasori. Lihat, betapa sialannya gadis itu. Aku ingin mengerang karna entah sejak kapan gadis-gadis yang ku temui sangat sialan. Tak ada yang semanis adikku!

"Bicaralah dengan mulutmu, bukan tanganmu." Sinisku menyingkirkan tangan si sialan Tayuya itu dari bahu Sasori.

"Eiii kau menyeramkan sekali." ucap Tayuya dengan gaya merajuk yang menjijikkan. Aku ingin memukul kepalanya. Dan yang menjadi pertanyaannya kenapa Sasori harus meringis miris seperti itu mendengar ucapan si Tayuya.

"Neji tidak semenyeramkan itu jika sudah lama kenal." Aku berdecak mendengar ucaoan Sasori. Memangnya siapa yang butuh dibela dirinya.

"Terserahlah. Ayo." Tayuya berjalan berniat memimpin kami. Tapi aku tetap berdiam di tempatku. Bahkan menagan tangan Sasori yang sudah seperti anak ayam berniat mengikutinya.

"Neji..." Panggil Sasori heran.

"Apa lagi yang kalian bicarakan. Ini nyaris subuh. Ayo pulang." Panggil Tayuya yang berbalik menatap kami.

"Kenapa kami harus mengikutimu?!" Tantangku tak senang. Entah mengapa, yang jelas segala hal yang berhubungan dengan Sakura brengsek itu selalu membuatku tak senang. Membangkitkan kenangan pahit.

"Kau bisa mengikutiku dengan rela, atau dengan bokongmu yang di tendang paksa mereka." Sahut Tayuya acuh tak acuh sembari mengedikkan dagunya ke arah barisan pria berbaju hitam disamping mobil Sakura yang kami bawa ke sini tadi.

Aku berdecak kesal. Sejak kapan aku selalu bertemu dengan orang-orang yang hobi mengancam. Menyebalkan sekali saat tahu jika aku tak bisa melawan. Hal pertama di kepalaku jelas menghindari melibatkan Sasori dalam masalah. Hal kedua sudah jelas bahkan aku tak bisa melumpuhkan satu dari para pria berbaju hitam itu.

"Di mana Sakura-nee?" Tanya Sasori. Saat ini kami berada di dalam mobil yang membawa kami entah kemana.

"Ah dia, tentu saja bermain dengan nee-san kesayangannya." Kekeh Tayuya. Meski terdengar wajar tapi entah kenapa ucapan Tayuya seperti memiliki arti lain. Arti yang tak ku sukai.

"Bermain?" Tanya Sasori. Mungkin dia bingung memikirkan jenis permainan seperti apa yang di sukai pewaris klan senju.

"Ya. Kau mau berpartisipasi? Itu permainan yang menyenangkan. Uhm mungkin saat ini mereka memaksa Gaara dan Sora bangun dan bermain." Lagi, Tayuya terkekeh. Entah mengapa aku makin tak menyukai kekehannya.

"Ya. Aku ingin ikut. Iya kan Neji. Kita belum pernah bersenang-senang bersama Sakura-nee. Kita bahkan belum pernah bertemu dengan saudara-saudara Sakura-nee yang lain." Ucap Sasori kelewat antusian. Apa dia tak sadar jika seharusnya saat ini kami sedang tegang memikirkan Naruto dan Sasuke?

"Baiklah sweetheart, aku akan membawamu ke tempat bermain mereka." Tawa riang Tayuya membuatku mengernyit makin curiga.

"Sebaiknya kita pulang saja an tidur." ucapku mengusulkan hal paling masuk akal di jam setengah dua dini hari.

"Tapi Neji, aku ingin bersama yang lain." Keluh Sasori yang membuatku hanya bisa mendesah kalah. Sasori tak akan merasa cukup dengan hanya aku. Mengabaikan tawa mengejek Tayuya, aku memilih mengalihkan pandanganku ke luar jendela. Menatap suasana lengan kota dini hari.

Ku rasa nyaris satu jam kami menghabiskan waktu untuk mencapai tempat tujuan. Maksudku tempat bermain putri sialan Haruno itu bersama para saudaranya. Aku menatap gedung tiga tingkat di depanku dengan curiga. Pasalnya kami harus melewati pagar tinggi yang di jaga beberapa orang berpakaian hitam untuk masuk ke gedung ini. Benar-benar khas klan penjahat.

"Keren. Permainan apa memangnya yang Sakura-nee lakukan di sini?" Aku hanya bisa menghela nafas melihat betapa antusiasnya Sasori. Dia ini berwajah imut tapi kenapa suka dengan hal-hal ekstrim. Maksudku selain perkelahian.

"Kau akan mengatakan itu lagi saat kita masuk. Ayo." Tayuya memimpin kami memasuki gedung. Aku melirik orang-orang yang sedari tadi mengikuti kami. Jumlahnya sudah berkurang. Mungkin sebagian berhenti di gedung kecil yang menempel pada pagar tinggi tadi.

"Selamat datang Nona." Sambut seseorang dengan pakaian serba hijau ketat. Terlebih ada seorang lagi yang berpakaian seperti itu. Mereka seperti ayah dan anak pelawak. Yang benar saja. Jenis pakaian macam apa itu?!

"Apa Sakura dan Mei-nee sudah mulai ji-san?" Tanya Tayuya ringan tanpa menghentikan langkahnya. Ayah dan anak berpakaian ketat itu berjalan mengiringinya.

"Sudah sejak satu jam yang lalu. Bahkan Tuan Gaara dan Sora juga datang. Mereka benar-benar remaja penuh semangat!" Aku ingin mengumpat mendengar cara bicara orang yang di panggil ji-san oleh Tayuya itu. Yang tak bisa ku percaya bahkan sekarang Sasori ikut terlibat pembicaraan absurd penuh kata 'remaja' dan 'semangat' itu.

"Hei, kalian yang katanya adik Nona Sakura ya?" Aku melirik malas si anak berbaju ketat yang entah kenapa memilih berjalan di sampingku, bukannya nimbrung bersama ayahnya di depamematikanNamaku Rock Lee. Itu guruku, guru Gai. Kami ini pengawal kepercayaan nona Mei." Apa dia berusaha membuatku terkesan dengan cara perkenalannya? Sayangnya itu sama sekali tak berhasil. Aku hanya akan terkesan saat Sasori yang mengatakan hal itu dengan wajah manisnya.

"Aa." Hanya sesingkat itu jawabanku. Berharap saja si Lee ini berhenti bicara hal-hal yang sama sekali tak menarik untukku. Aku hanya berbaik hati tidak ingin membuatnya kelelahan karna terlalu banyak bicara.

Mataku terbelalak saat kami keluar dari lift yang membawa kami langsung naik ke lantai tiga. Kami berada di lorong selebar empat meter yang kanan dan kirinya hanya di batasi dengan kawat setinggi pinggang. Sedangkan di bawah kami terhampar hutan, entah hutan alami atau hutan buatan. Tapi ini benar-benar hutan dengan garis aliran sungai di beberapa tempat. Bahkan ada bukit kecil juga tebing yang setinggi gedung tingkat dua di kejauhan sana. Tempat apa ini sebenarnya?

Bukan hanya aku, bahkan Sasori lebih histeris dan cerewet menanyakan ini itu pada Tayuya. Gadis itu benar, kata 'keren' keluar berkali-kali dari bibir Sasori. Setidaknya aku cukup tenang melihat raut senang dan antusias Sasori.

"Ini tempat bermain Mei-nee dan para saudaranya." Terang Lee semangat di sela langkah kami mengikuti Tayuya menyusuri tempat yang bisa di bilang jembatan ini.

Tak lama kami sampai di gedung seberang dan masuk ke dalam ruangan penuh layar monitor di dindingnya. Ada beberapa orang di dalam ruangan itu yang langsung membungkuk hormat pada Tayuya. Gadis sialan itu terlihat lebih baik saat di hormati.

"Sini-sini, kita nonton permainan mereka dulu sebelum bergabung. Kalian kan harus mengerti aturannya kan?" Tayuya menyeret Sasori dan mendudukkannya di sofa panjang. Dengan malas aku duduk berjajar dengan mereka berdua. Sementara ayah dan anak berpakaian ketat itu berdiri di belakang kami. Ini terasa aneh.

"Lihat, sepertinya mereka sudah melakukan setengah permainan." Seru Tayuya yang menarik perhatianku ke arah layar lebar di depan kami.

Aku melihat putri sialan Haruno itu berlari menyelinap di antara pepohonan. Emeralnya menajam menatap ke depan. Tepatnya pada siluet pria berambut merah bata yang sedang melompati bebatuan di sungai. Dan tenggorokanku sukses tercekat saat melihat gadis sialan Haruno itu melemparkan pisau kecil ke arah pria berambut merah bata. Bukan hanya sekali, melainkan empat kali. Aku kesulitan berkedip saat melihat si pria itu bisa mengelak meski salah satu pisau menggores lengannya.

Apa yang sedang mereka lakukan sebenarnya?! Kali ini saat si pria merah bata itu berhasil menyeberang, Sakura yang berniat melompati bebatuan. Sayangnya datang Mei yang tanpa aba-aba mengayunkan pedangnya. Dan pertempuran pun terjadi saat Sakura menarik pedangnya membalas serangan Mei.

"Kyaa aku paling suka melihat Sakura dan Mei-nee bertarung dengan pedang. Mereka cantik." Riang Tayuya yang tak bisa mengalihkan perhatianku dari gerakan gemulai nan indah Sakura dan Mei. Saat gerakan Mei terlihat tegas dan penuh tenaga, maka gerakan Sakura lembut namun akurat. Saat Gerakan Mei terlihat bagai naga pemangsa maka gerakan Sakura terlihat bagai penari yang memikat namun mematikan. Aku tak mengerti. Di mana sebenarnya aku berada saat ini? Dulu saat aku meragukan kemampuan Sakura dibandingkan dengan Sasuke, aku merasa gadis itu hanyalah gadis sialan yang arogan karna seorang Haruno. Tapi kini, rasanya dia jauh lebih mematikan daripada Sasuke. Bukan karna Sasuke tangan kosong dan gadis sialan itu memegang pedang, namun lebih karna gerakan akuratnya, juga kekuatan yang dikamuflase dengan kelembutan saat menyerang. Dia jelas seorang yang sudah sangat mahir dalam hal bela diri. Ini membuatku mengingat perkataan 'dua tahun tak bisa di bandingkan dengan puluhan tahun'. Benar. Saat kami baru memulai maka Sakura sudah nyaris mencapai garis akhir. Dia seorang Haruno sejak lahir. Atau lebih tepatnya, seorang yang berhubungan dengan klan Senju sejak lahir.

Aku bisa memastikan jika kemungkinan besar kewajiban memiliki keahlian bela diri dalam keluarga Haruno adalah karna hubungannya dengan klan Senju.

"Aku tak akan mau ikut permainan berbahaya seperti itu. Itu pisau dan pedang sungguhan!" ucap Sasori dengan suara bergetar. Ah keantusiasannya sudah hilang.

"Jangan khawatir. Semua yang ikut memakai jaket anti peluru kok dibalik pakaian. Lihat, tak ada darah kan?" Sahut Tayuya enteng saat menunjukkan pria berambut merah yang baru ikut bergabung membantu Sakura terkena sabetan pedang Mei di bagian perut. "Meski begitu tangan dan kaki tetap saja tak bisa terhindar dari luka." Lanjutnya lagi tanpa menghiraukan Sasori yang sudah pucat.

"Cukup. Kami lebih baik pulang daripada melihat permainan gila kalian." Aku menarik tangan Sasori agar berdiri bersamaku.

"Uhm ku pikir itu tak mudah. Selagi Sakura belum mengijinkan kalian pergi, aku sangsi kalian bisa pergi dari sini." Sahut Tayuya acuh tak acuh. Para gadis ini jelas semakin terlihat menjengkelkan di mataku.

"Neji, sepertinya kita harus menunggu Sajura-nee." ucap Sasori lesu sambil kembali menghempaskan bokongnya di sofa. Aku menahan erangan jengkelku. Ini sangat menyebalkan saat aku tak bisa melakukan apapun terhadap sikap otoriter putri sialan Haruno dan antek-anteknya.

"Keputusan bagus." Gumam Tayuya saat melihatku kembali duduk. "Ah sambil menunggu mereka selesai bagaimana jika aku menjelaskan aturan permainan mereka?" Tawar Tayuya tanpa mengalihkan perhatiannya dari pria berambut merah yang kini berhasil merobek satu kertas di pinggang Mei menggunakan pistolnya. Ini semakin gila. Permainan macam apa yang melibatkan senjata berbahaya seperti itu.

"Terserah." Dengusku malas sementara Sasori mengangguk lesu. Sepertinya dia benar-benar tak tertarik dengan hal-hal berbau perkelahian. Ku rasa aku harus mengurangi keinginanku meninju seseorang di hadapan Sasori.

"Peraturannya sederhana sih. Kau tinggal menyelipkan lima kertas warna-warni menggantung di pinggangmu. Kertas itu adalah nyawamu. Selanjutnya kalian akan berlomba lari dari sisi kanan hutan ke sisi kiri hutan. Jaraknya sekitar lima ribu meter. Dan kalian harus memastikan nyawa kalian masih tersisa atau kalau bisa masih utuh hingga kalian tiba di garis finis. Kertasnya tak boleh robek entah itu karna senjata lawan ataupun tersangkut ranting pepohonan, karna kertas robek berarti kalian kehilangan nyawa. Sebaliknya, serang tanpa henti semua lawanmu dan pastikan mereka kehabisan nyawa sebelum sampai di garis finis. Pemenangnya adalah pemilik sisa nyawa terbanyak. Hukuman bagi yang kalah terserah si pemenang. Ah itu berarti di permainan ini tak ada kawan, semua lawan. Dan jenis senjata juga pola penyerangan bebas. Kau harus memeras otak pintarmu." Aku makin tak tertarik mendengar penjelasan Tayuya. Ini adalah jenis permainan kurang kerjaan orang tak sayang nyawa.

"... Ah sebenarnya diam-diam kami bersekongkol menjatuhkan Mei-nee. Karna kalau dia kalah kami bisa minta di belikan mobil sport terbaru atau apapun yang sedang kami inginkan." Kekeh Tayuya licik. Sungguh kasian si pewaris Senju itu di peras oleh para saudaranya.

"...melukai Mei-nee memang sangat sulit. Tapi tidak akan terlalu sulit jika hanya mengelabuinya demi merobek kertas nyawanya. Terutama jika kami berempat bekerja sama..." Aku berdecak malas melihat tawa senang Tayuya. Sedang di layar sana aku melihat Sakura dan pria merah bata bergantian menyerang Mei meski sesekali mereka saling serang, sementara pria merah satunya membidik kertas nyawa Mei dengan senapan laras panjang dari jauh. Mereka benar-benar komplotan pemeras sialan. Tapi nyatanya seperti yang di bilang Tayuya, Mei bukan orang yang mudah di jatuhkan dan di kelabui. Dia mampu mengelak membuat peluru dari si pria merah bersarang pada perut Sakura. Pekikan kecil Sakura bercampur dengan pekikan ketakutan Sasori yang membuat Tayuya terbahak. Aku ingin mengumpat dengan kata paling kasar, yang kami tonton bahkan lebih brutal dari thriller.

"Bisakah kau matikan saja layar sialan itu?!" Geramku melihat wajah pucat Sasori.

"Neji, kau harus bilang pada Sakura-nee agar tak melakukan permainan ini lagi. Dia banyak terluka." Rengek Sasori dengan suara bergetar. Sepertinya dia benar-benar ketakutan.

"Akan ku lakukan." Ucapku mengusap lembut kepala Sasori. Ku harap aniki imutku ini tahu jika aneki kami memang gila dan tak terlalu memikirkannya lagi.

"Ha ha ha jangan terlalu di pikirkan sweetheart, ini hanya permainan." Tayuya ikut mengusap kepala Sasori, mengacuhkanku yang memelototinya tak senang. Ini menjengkelkan. "Ayo kita sambut pemenangnya di garis finish." Lanjutnya sambil menyeret Sasori pergi. Ini semakin menjengkelkan saat aku hanya bisa mengikuti mereka.

Sekali lagi aku menoleh ke arah layar yang memperlihatkan Sakura berlari zig zag di antara pepohonan menghindari tembakan pria berambut merah sebelum keluar dari ruangan. Aku cukup takjub mendapati diriku tidak terlalu terkejut berada di situsi ini. Mungkin tanpa sadar aku sudah menyiapkan mentalku sejak mendengar Sakura bagian dari klan Senju. Atau sejak Sakura menindas kami dengan kekuatannya. Entahlah, meski aneh, nyatanya aku merasa wajar Sakura melakukan berbagai hal berbahaya tak masuk akal.

.

.

.

.

.

Tbc~~~

.

.

.

Terima kasih untuk:

JidatLebarnya PantatAyam: aaah iya, aku juga ngalamin kok kayak gitu. Ehe he iya aku suka inuyasha juga, cuma entah kenapa aku sama sekali gak bisa suka sama tokoh kyoko. Aku emang aneh. Ah masalah KDD, aku juga gak tahu kenapa, susah dapetin feel buat nglanjutin. Selain itu juga lumayan sibuk di RL.

Luca Marvell: iyaaa ini dah lanjut ya... Moga tetep penasaran sampe tamat ntar! (Doanya ngarep banget #plak)

matarinegan: Pov Narutonya chap depan. Trus chap depannya lagi pov Sasuke. pembagian pov nya adil kok, setiap selesai empat chap berarti selesai empat pov. Yang sabar ya...

Febri593: Ehe he makasih...

Arisa Ezakiya: Membingungkan ya aha ha akunya emang rada susah milih diksi dan nyusun alur. Ah makasih udah mau nunggu...

.

.

.

Keyikarus

11/9/2017