Diamond no Ace by Terajima Yuuji

Anemone

By Yuki'NF Miharu

Warning! : OOC, typo, miss typo dan segala kekurangan lainnya. Don't Like? Don't Read. Please Leave This Page.

Enjoy and Happy Reading!

.

Chapter 1

15 April

Miyuki membuka pintu kamar asrama, meletakkan tasnya dan mengusap peluh yang masih menempel di kulitnya. Seperti biasa, latihan sehari-hari tim baseball Seidou selalu melelahkan dan menguras banyak tenaga. Miyuki bersyukur karena selama seminggu ini hanya Furuya seorang yang selalu merepotkannya. Sawamura? Pitcher kidal Seidou itu sedang ambil izin selama seminggu untuk pulang ke rumah karena Ibunya sedang sakit dan ia sangat mengkhawatirkannya. Beruntung pelatih mengizinkannya karena turnamen kanto masih belum dimulai.

"Bukannya seharusnya dia sudah kembali?" gumam Miyuki sambil mendudukkan diri di depan meja belajarnya dan meraih kalender. Ya, seharusnya Sawamura kembali hari ini.

Miyuki mengambil ponselnya dan mengeceknya, siapa tahu ada kabar dari juniornya itu. Namun nihil. Sama sekali tidak ada kabar. Mungkin dia akan sampai sebentar lagi.

.

Namun nyatanya Sawamura masih belum menunjukkan batang hidungnya saat seluruh anggota makan malam.

"Seminggu ini terasa agak sepi karena tidak mendengar suara berisik Sawamura-senpai," ujar Yui, lalu kembali menyumpit nasi dan memasukkannya ke dalam mulut.

"Iya. Kira-kira kapan dia kembali, ya?"

"Entahlah. Kudengar dia izin seminggu."

"Kalau begitu, bukannya seharusnya dia sudah kembali hari ini?"

Okumura yang mendengarkan perbincangan itu melirik nasinya yang masih banyak. Ah, benar juga. Kalau saja ada senpai berisik itu, ia dan Asada pasti akan disemangati olehnya karena hanya mereka berdua yang sampai detik ini masih menjadi orang terakhir menghabiskan makanan. Ia melirik ke depan, rasanya senior yang lain juga sedang membicarakan orang itu.

"Kuramochi, kau yakin Sawamura tidak mengirim pesan padamu?" tanya Maezono setelah memasukkan suapan nasinya yang terakhir.

Kuramochi mendecak. "Aku sudah sangat yakin. Si Bakamura itu sama sekali tidak menghubungiku," balasnya sambil mengecek ulang ponselnya. Kuramochi mendecih dalam hati, rasa khawatir mulai muncul dalam hatinya.

"Apa kita bisa hubungi orang tuanya?" sahut Kanemaru.

"Aku tidak punya nomornya."

Miyuki yang duduk di seberang Kuramochi berpikir sesaat. "Mungkin Rei-chan menyimpan nomornya."

"Tapi aku punya nomor Wakana. Mau tanya padanya dulu?" tanya Kuramochi sambil menatap nomor Wakana yang diberikan Sawamura sebelum mereka liburan tahun baru.

"Ya, coba saja dulu. Aku jadi sedikit mengkhawatirkan Eijun-kun," timpal Haruichi dan disetujui oleh beberapa orang yang tengah membahas hal ini.

Bahkan untuk Furuya Satoru yang sedari tadi hanya diam dan mendengarkan turut mengangguk setuju.

Kuramochi mulai mengetikkan pesan dan mengirimkannya pada Wakana. Ia lalu meletakkan ponselnya di atas meja dan melanjutkan acara makannya. Tak sampai lima menit, ponselnya kembali berbunyi dan nama Wakana tertera di layar ponsel. Kuramochi membaca deretan kata yang tertera di sana, lalu ia terdiam.

"Bagaimana?" tanya Miyuki penasaran.

Kuramochi menghadapkan ponselnya ke arah Miyuki seraya menjawab, "Wakana bilang Sawamura sudah pergi ke Tokyo tadi siang. Seharusnya ia sampai sore ini."

Mereka saling melempar pandangan. Tidak mungkin kan Sawamura pergi jalan-jalan mengelilingi Tokyo. Mereka semua tahu bagaimana sosok Sawamura itu. Sawamura sangat mencintai baseball, tentu saja lelaki brunette itu seharusnya cepat kembali. Apalagi Sawamura itu orang yang mudah tersesat.

Hingga suara debaman pintu yang dibuka paksa menarik perhatian seluruh pasang mata. Takashima Rei berdiri di mulut pintu dengan napas terengah dan wajah pucat.

"Kenapa kau buru-buru sekali, Rei-chan?" tanya Miyuki.

"Miyuki, Kuramochi, kalian berdua ikut aku sekarang!" serunya dengan nada panik.

Miyuki dan Kuramochi saling menatap sesaat. "Sebenarnya ada apa?" tanya Kuramochi.

Kepala manager tim baseball Seidou itu menarik napas panjang untuk menormalkan napasnya yang memburu, sebelum akhirnya ia menjawab, "a-aku baru dapat telepon ka-kalau Sawamura-kun kecelakaan saat perjalanan ke sini."

Detik itu seluruh anggota tim melebarkan matanya.

xxx

Derap langkah kaki mengema di sepanjang koridor rumah sakit saat Miyuki bersama Kuramochi, Takashima Rei dan pelatih Kataoka berlari cepat menuju ruang UGD, di mana Sawamura tengah ditangani.

Saat mereka sampai, seorang pria tua—yang mengaku sebagai saksi kecelakaan itu—menghampiri mereka. Pria paruh baya itu langsung menelepon ambulan dan menghubungi pihak SMA Seidou setelah melihat kartu identitas siswa milik Sawamura.

"Terima kasih sudah menghubungi kami," kata pelatih Kataoka sambil membungkuk dan diikuti yang lain.

Kedua tangan Miyuki terkepal erat di sisi tubuh, ia bahkan tak bisa melepaskan pandangannya dari pintu dimana sosok Sawamura berada di balik sana. "Maaf," ucapnya menarik perhatian keempat orang di sana. "Ba-bagaimana kondisi Sawamura saat dia tertabrak? Maksudku bagaimana lukanya?"

Pria itu terdiam sejenak, sebelum akhirnya menjawab, "mobil yang menabraknya tadi dalam keadaan cepat dan rem yang tidak berfungsi. Sebenarnya ada korban lain, tapi dialah yang benar-benar terhantam mobil itu. Aku reflek memanggil ambulan saat melihat darah mengalir cepat dari kepalanya."

Napas Miyuki tertahan saat mendengarnya. Tidak mungkin. Luka di kepala? Juniornya itu pasti tidak baik-baik saja. Miyuki mendecih pelan, ia tak boleh berprasangka buruk. Namun di detik berikutnya, pintu ruang UGD terbuka, lampu merah—yang menyatakan bahwa ada operasi—masih belum padam. Dua orang suster keluar dengan langkah tergesah, tak lama kembali dengan beberapa kantung darah di tangan. Miyuki meringis perih. Ia tak bisa membayangkan kondisi Sawamura saat ini.

Miyuki melangkah gontai ke arah kursi dan mendudukkan dirinya di sana, sedangkan Kuramochi turut duduk di sisinya, lalu menepuk pundaknya. Miyuki menautkan kedua tangannya, lalu merapalkan doa berkali-kali dalam hati.

Tuhan, tolong selamatkan dia.

xxx

Dingin dan gelap. Sawamura meringkuk. Ia tak bisa melihat apapun, bahkan setitik cahaya pun tak ada. Dingin. Tubuhnya bergetar. Sawamura tak tahu di mana dirinya saat ini. Ia memejamkan mata, berusaha mengingat momen yang telah ia lewatkan.

Sekelebat memori tiba-tiba menerobos kepalanya. Saat itu ia berjalan di trotoar, kemudian ada keributan karena rem sebuah mobil tak berfungsi, mobil itu melaju cepat ke arahnya, lalu dalam sekejap kegelapan menghampirinya. Benar. Ia kecelakaan di perjalanannya menuju Seidou. Tunggu. Apa ini artinya ia sudah mati? Tanyanya dalam hati.

"Bagaimana menurutmu? Apa kau mau mati sekarang?"

Sebuah suara menggema di telinga Sawamura. "Siapa kau?" tanyanya sambil mencari asal suara itu. Namun nihil, ia tidak bisa melihat apa-apa di sini.

"Aku adalah shinigami."

Apa? Shinigami? Sawamura tertawa pelan, masih belum mau percaya dengan apa yang didengarnya. "Kau pasti bercanda."

"Coba kaulihat ini."

Seketika cahaya terang menyilaukan pengelihatannya. Sawamura menyipitkan mata, lalu sebuah pemandangan mengerikan menyambutnya. Ia melihat tubuhnya sendiri yang bersimbah darah di atas meja operasi, sedangkan tim medis bergerak cepat melakukan banyak hal yang tidak ia mengerti. Sawamura menggeleng pelan, menepis kenyataan kalau itu bukanlah dirinya. "Tidak mungkin."

"Sawamura Eijun, kau tengah sekarat di sana. Hari ini, tanggal 15 April adalah hari kematianmu, tapi nyatanya kau punya pilihan."

"Pilihan?" gumam Sawamura tak mengerti.

"Pilihan pertama, kau akan mati sekarang juga. Pilihan kedua, kau boleh kembali, tapi umur yang kau punya nanti hanya 90 hari. Mana yang kaupilih?"

Hanya 90 hari? Tidak mungkin. Sawamura menggeleng, tanpa sadar kedua tangannya menarik pelan surai cokelatnya. Apa impiannya untuk bermain bersama Seidou di Koushien akan tercapai dalam 90 hari? Sawamura berharap ini hanya mimpi. Tolong, tolong bangunkan dirinya kalau ia sedang bermimpi saat ini.

"Percayalah, ini bukan mimpi."

Suara berat nan tegas itu kembali menyadarkan Sawamura. Tanpa sadar Sawamura menggigit bibir bawah. "A-aku pilih yang kedua."

"Kalau begitu kau juga harus terima konsekuensinya."

"Apa itu?"

"Seharusnya kau mati akibat benturan keras di kepalamu, tapi karena kau memilih untuk kembali, kau akan punya masalah dengan kepalamu. Awalnya mungkin tidak terasa, tapi semakin pendek umurmu rasa sakitnya akan terus bertambah. Bagaimana? Masih mau memilih pilihan yang kedua? Pilihan itu mungkin akan menyiksamu."

Sawamura mengangguk dan tersenyum tipis. "Tidak apa-apa. Karena aku masih ingin bertemu dan bermain bersama mereka semua." Wajah teman-temannya di Seidou terbayang dalam benaknya "Terutama dia," gumamnya sambil membayangkan wajah seorang catcher berkacamata.

"Baiklah, sampai bertemu 90 hari lagi, Sawamura Eijun. Kau beruntung memiliki orang-orang yang sangat peduli padamu."

Saat itu kehangatan mulai menjalar di tubuhnya sebelum pandangannya kembali gelap.

.

To be continued

.

A/n: Halo! /lambailambai. Kali ini saya membawa fanfic DnA lagi /nangisbahagia/. Berbeda dari sebelumnya yang hanya oneshoot, kali ini saya sedang mencoba membuat fic multichap. Yah, semoga aja bisa lancar sampai akhir :"D

Oh ya, sekedar informasi aja. Judul fic ini (Anemone) sebenarnya saya ambil dari salah satu jenis bunga yang memiliki beberapa arti seperti; cinta yang tidak luntur, kebenaran, ketulusan, antisipasi, menyerah, harapan yang pudar.

Dan juga ditunggu kesan, pesan, sanggahan dan kritikan yang membangun dari kalian semua. :D

So, mind to review?