CHAPTER 8

RISE

Naruto Belongs to Masashi Kishimoto

Story Made by Me

Pair: NaruSaku

Rate: T-T+ (For now)

Genre: Romance, Hurt/Comfort, Tragedy (probably)

Kesalahan:Ancur,Abal-Abal,EYD ancur, Typo, kalimat tidak efektif,Author masih newbie,dan kesalahan lainnya.

"Rise" (bicara)

"Rise" (batin)

.

.

.

Lelah. Entah kata apa yang pantas untuk menggambarkan kondisi Naruto saat ini, tapi dirinya memang terlihat seperti orang yang kelelahan. Dia sama sekali tidak memiliki waktu untuk bersantai hari ini. Dia berjalan seperti orang yang tidak memiliki semangat, padahal letak apartemen sudah terlihat di depan mata. Dengan rasa malas menaiki tangga untuk menuju ruangan miliknya yang berada di lantai 2.

Sejenak, Naruto melihat seseorang sedang berdiri menghadap ruang apartemen miliknya. Naruto tidak dapat melihat orang itu dengan jelas karena apartemen itu tidak memiliki lampu yang cukup banyak, tapi yang pasti orang yang dia lihat saat ini adalah seorang perempuan. Dia hanya dapat melihat rambut panjang miliknya.

Perlahan Naruto berjalan menghampiri perempuan itu, berniat untuk menegurnya. Namun, saat jarak mereka sudah sangat dekat, perempuan itu langsung menoleh ke arahnya, sontak saja Naruto sedikit terkejut.

"Ah, Naruto. Akhirnya kau datang juga. Aku sudah menunggumu daritadi, dan kukira kau ada di dalam. Pantas saja tidak ada yang membuka pintu tadi. Darimana saja kau? Kau kelihatan sangat lelah." Ucap perempuan itu sambil menyilangkan kedua tangannya di depan dada.

Naruto menggaruk kepalanya, "Ternyata kau Ayame-senpai. Aku punya urusan mendadak tadi, jadi aku sedikit lelah. Ngomong – ngomong, ada apa kau datang kesini?.

"Ah, benar juga." Ayame mengambil sesuatu di saku miliknya dan menyerahkannya pada Naruto, "Ini uangmu. Ayahku menyuruhku untuk mengantarkannya malam ini juga. Dia memang bilang akan memberikannya padamu besok saja, tapi berhubung besok ayahku sedang sibuk, dia menyuruhku untuk mengantarkannya padamu malam ini."

"Arigatou Ayame-senpai." Naruto menerima uang itu dan memasukannya di dalam saku miliknya.

"Gunakan sebaik – baiknya, jangan boros." Ayame melangkahkan kakinya meninggalkan Naruto. Namun, tiba – tiba kembali menoleh ke arahnya, "Oh ya, aku lupa memberitahumu. Iruka-san ingin bicara denganmu sebelum kau sekolah besok, jadi usahakan bangun lebih awal."

"Baiklah Ayame-senpai. Akan kuusahakan. Tapi, apa yang ingin Iruka-nii bicarakan denganku?"

Ayame memegang dagunya sambil berfikir, "Entahlah. Mungkin dia ingin menyampaikan pesan padamu sebelum dia pergi. Dan soal kemana dia akan pergi, aku sama sekali tidak tahu."

"Aku mengerti Ayame-senpai. Terima kasih karena sudah memberitahuku." Ucap Naruto sambil membuka pintu apartemennya.

"Naruto..."

"Ya senpai?" Naruto menatap Ayame dengan bingung karena Ayame saat ini terlihat sangat serius melihat ke arahnya.

"Kau terlihat sangat dingin jika selalu seperti itu." Setelah mengatakan itu, Ayame langsung meninggalkan Naruto yang sedang berdiri, tepatnya terpaku di depan pintu apartemen hanya menatap kepergian Ayame sambil mencerna kata – kata yang baru saja diucapkan oleh senpainya.

"Aku tidak tahu apa yang harus kulakukan, tapi. Ayame-senpai benar." Naruto masuk ke dalam apartemennya setelah mengerti maksud dari Ayame.

"Aku tidak bisa merubah diriku yang sekarang dengan mudah. Tapi, aku juga tidak ingin semua orang beranggapan kalau aku orang yang aneh, dingin, dan tidak peduli kepada siapapun."

Naruto yang telah masuk ke dalam ruangannya segera membaringkan tubuhnya di atas kasur dan menatap langit – langit, "Aku akan berusaha melakukannya secara perlahan."

.

Keesokan harinya.

05.00.

Iruka House.

"Apa hanya ini saja barang yang ingin kau bawa Iruka-nii?"

Iruka meletakkan koper miliknya, "Ya Naruto. Kurasa hanya ini saja. Terima kasih sudah membantuku menyiapkannya."

"Tidak masalah Iruka-nii. Kau juga sudah sangat sering membantuku."

"Ngomong – ngomong, kau akan pergi kemana Iruka-nii?" tanya Naruto.

Iruka hanya tersenyum, "Aku akan pergi ke Kyoto. Teuchi-san juga akan bersamaku, tapi hanya beberapa hari." Iruka memberi isyarat kepada Naruto untuk duduk di kursi miliknya. "Sebelum itu, aku ingin kau mendengarku sebentar." Tatapan Naruto beralih pada Iruka.

"Selama aku disana, aku ingin kau tidak meninggalkan sekolahmu. Kau tidak perlu memikirkan biayanya dan kau tidak perlu bekerja terlalu keras."

Naruto mengerti maksud dari Iruka. Iruka telah banyak menolongnya. Dia sebenarnya tidak ingin merepotkan orang baik hati itu, tapi Iruka tetap saja bersikeras menolongnya. Dia sendiri bingung, ternyata masih ada orang yang sangat peduli kepadanya.

"Arigatou Iruka-nii." Naruto menundukkan kepalanya, "Maaf aku telah banyak merepotkanmu."

Melihat Naruto melakukan itu, Iruka mengangkat kepala Naruto dan menatap remaja itu dengan tajam. Kemudian ia tersenyum dan mengacak – acak rambut pirangnya, "Kau selalu saja seperti ini Naruto. Kau itu sudah kuanggap seperti adik angkatku, jadi kau tidak perlu merasa bersalah."

Iruka kembali menyiapkan koper miliknya, "Aku akui kau adalah anak yang baik. Kau memiliki sifat rendah hati, tapi menurutku kau terlalu rendah hati, kau juga memiliki sopan santun, tapi menurutku kau terlalu sopan sampai – sampai kau tidak mau menatap orang lain." Sedangkan Naruto hanya menatap punggung Iruka yang sedang merapikan kopernya.

"Aku senang kau memiliki sikap itu, tapi jangan menerapkannya secara berlebihan. Itu hanya akan membuatmu menjadi pribadi yang lain."

Naruto yang tidak mengerti maksud kata – kata itu hanya menatap Iruka dengan bingung, "Pribadi yang lain?"

"Maksudku, kau akan menjadi seorang introvert. Kau tahu kan, orang introvert rata – rata digambarkan sebagai orang yang anti sosial dan lebih menyukai ketenangan dan kesepian. Tapi, menurutku tidak semua introvert seperti itu. Sebenarnya, beberapa dari mereka memang sulit untuk bergaul dan menyukai ketenangan, tapi..." Iruka menghentikan kata – katanya sejenak.

"Tapi..?" tanya Naruto yang penasaran.

"Tapi aku yakin mereka tidak menyukai kesepian... Benar kan, Naruto?" Iruka menarik senyuman di wajahnya sambil menatap Naruto.

"Ya, kau benar." Jawabnya singkat.

"Ayolah, dimana senyumannya?".

"Senyuman?" Jawab Naruto dengan ekspresi bingung.

Iruka menghembuskan nafasnya, "Jika seseorang senyum kepadamu dan kau tidak membalasnya, kau akan dianggap angkuh. Setidaknya balas dengan senyuman kecil daripada tidak sama sekali."

Naruto menatap Iruka dengan polos, "Aku tidak bisa senyum sepertimu." Iruka menggaruk kepalanya pelan, "Kau tidak harus senyum sepertiku. Gunakan senyumanmu sendiri."

Naruto hanya sedikit menggaruk pipinya sambil berfikir, kemudian membalas senyuman Iruka dengan cengirannya. Lantas, Iruka tersenyum getir melihatnya, "Uhm... kurasa jangan terlalu lebar."

Naruto akhirnya tersenyum senang, "Aku mengerti Iruka-nii. Aku hanya ingin melihat ekspresimu saja."

"Begitu lebih baik. Kurasa, sekarang aku harus berangkat." Iruka membawa koper miliknya keluar rumah, begitu juga dengan Naruto. "Kau ingat pesanku yang pertama kan?"

Naruto mengancungkan jempolnya untuk pertama kali dengan semangat, "Tentu saja. Aku akan berangkat ke sekolah sebentar lagi." Iruka sedikit terkekeh mendengarnya, "Bagus kalau begitu. Bersikap ramahlah mulai sekarang. Sampai jumpa lagi Naruto.", ucapnya sambil melambaikan tangannya.

Naruto juga membalas lambaian itu, "Jaga dirimu Iruka-nii."

"Kau juga"

"Aku tidak akan mengecewakanmu, Iruka-nii." Batin Naruto semangat.

.

.

.

.

.

Hari demi hari telah berlalu semenjak dilaksanakannya patroli yang dilaksanakan oleh perkumpulan Uchiha dan Hyuuga. Semenjak itu juga, keamanan di Konoha semakin meningkat dan terjamin keamanannya. Walaupun begitu, mereka harus tetap melaksanakan kesepakatan itu, karena bagaimanapun juga, keamanan Konoha adalah hal yang paling utama. Mereka tidak dapat bersikap santai, ataupun lengah. Sedikit saja terdapat celah, maka hal tersebut hanya akan membahayakan Konoha beserta penduduk di dalamnya.

.

.

"Hihi... sudah tidak terasa ya, kita akan merayakannya besok."

"Kau benar, aku sudah tidak sabar. Kira – kira, kau akan pergi dengan siapa besok?"

"Entahlah. Mungkin, aku akan pergi bersama Neji-kun."

Berbagai macam percakapan dari setiap siswa/siswi yang ada di kelas itu terdengar begitu jelas di telinga Naruto. Hanya dirinya yang tidak begitu semangat untuk datang merayakan festival ulang tahun Konoha Senior High School. Terdapat alasan kenapa dirinya tidak bersemangat, yang pertama adalah karena festival itu dirayakan pada malam hari, tepatnya jam 7 malam, dan alasan kedua sudah sangat jelas, yaitu karena dia tidak memiliki teman berpasangan untuk mengelilingi festival besok. Hal itulah yang membuat dirinya tetap duduk di dalam kelas; merenung.

Naruto menguap malas dan menatap keluar jendela, "Hahh... Benar – benar membosankan. Kurasa, aku hanya akan membeli beberapa makanan ringan dan bersantai di bukit belakang sekolah."

"Kurasa, tidak ada salahnya aku bersantai di sana sepulang sekolah nanti. Lagipula, aku juga belum pernah menikmati suasana disana."

Seperti biasa, bukit yang berada di belakang Konoha Senior High School merupakan tempat yang sering dipakai oleh banyak murid untuk bersantai, termasuk Naruto karena letaknya yang tidak terlalu jauh dan udara yang menyejukkan. Namun dia tidak pernah pergi ke tempat itu karena tidak memiliki kesempatan.

Mungkin hari ini adalah yang pertama kali untuknya.

.

.

.

Sakura Place.

Sakura keluar dari mobilnya yang baru saja sampai di depan gerbang sekolahnya, bersamaan dengan Ino, "Ino-Pig, besok kau datang kan?". Ino menutup pintu mobil milik Sakura dan menatapnya bosan, "Tentu saja Forehead. Kau ini bagaimana. Semua murid diwajibkan datang tahu, kecuali kalau mereka sedang ada hambatan."

"Jangan menatapku begitu Pig, aku hanya bertanya." Keduanya memasuki gerbang Konoha Senior High School dan menuju kelas mereka.

"Uhmm... Ino-Pig. Saat mengelilingi festival yang ada di sekolah besok, kau akan berpasangan dengan siapa?", ucap Sakura sambil menggaruk pipinya pelan; berniat untuk memecahkan keheningan di antara mereka berdua.

Ino hanya berpikir sejenak dengan memegang dagunya, "Mungkin aku akan bersama dengan Sai besok. Soalnya, kemarin dia sempat memberitahuku lewat email. Jadi, aku tidak punya alasan untuk menolak."

Mendengar jawaban Ino, Sakura langsung menundukkan kepalanya malas, "Mou... Aku sendiri bahkan belum tahu."

"Andaikan saja guru tidak menyuruh kita untuk berpasangan dengan lawan jenis, mungkin kita berdua bisa mengelilingi festival yang ada bersama – sama."

Sakura langsung memasang wajah cemberut, "Ya kau benar. Aku heran kenapa mereka menyuruh kita untuk berpasangan. Maksudku, aku tahu mereka ingin setiap siswa dan siswi yang ada dapat menjalin hubungan persahabatan yang lebih baik agar dapat saling menghargai satu sama lain, tidak ada anggapan laki – laki lebih baik atau perempuan lebih baik dan semacamnya. Tapi, bukankah itu membuat kita semua terlihat seperti sepasang kekasih?"

"Aku tahu maksudmu. Tapi menurutku itu hanyalah perspektif atau pemikiranmu sendiri yang berlebihan. Setiap siswa dan siswi mungkin akan terlihat seperti pasangan, tapi jika kau hanya menganggapnya sebagai teman, maka kau tidak usah memperdulikan anggapan orang lain.", ucap Ino sambil membuka pintu kelas.

Sakura sejenak melihat ke arah Naruto yang sedang melamun dan melihat keluar jendela, kemudian mendekatkan dirinya pada Ino, "Bagaimana jika ada murid yang tidak memiliki pasangan?", bisiknya.

Ino menatap Sakura bingung, "Apa maksudmu?". Sakura perlahan menunjuk ke arah Naruto.

"Mungkin dia akan dipasangkan dengan murid kelas lain atau semacamnya. Aku sama sekali tidak tah-. Eh- tunggu dulu, kau sendiri kan belum memiliki pasang-mmph!"

Sakura dengan cepat menutup mulut Ino, "Jangan keras – keras PIG!. Apa maksudmu aku belum memiliki pasangan?, tentu saja aku akan bersama dengan Sasuke-kun besok." Bisiknya dengan menekankan kalimat terakhirnya.

Ino melepaskan tangan Sakura dari mulutnya dengan paksa, "Kau selalu saja bersikap seperti ini Forehead. Sekarang bukanlah saat yang tepat untuk membahasnya". Mereka pun berjalan menuju tempat duduk masing – masing dan menaruh tasnya. Ino yang sempat melihat Naruto sedang melamun akhirnya menghadap ke belakang, tempat Naruto duduk. "Selamat pagi, Naruto.", sapa Ino dengan ramah.

Naruto yang sedari tadi hanya melamun sedikit terkejut karena sapaan Ino, dan akhirnya menoleh ke arahnya. "Ah... Selamat pagi juga, Ino-san." balasnya sambil memperhatikan Ino dengan mata Blue Sapphirenya yang indah dan sedikit senyuman.

Ino yang melihat mata dan senyuman Naruto yang tidak pernah diperlihatkannya itu hanya merona merah di kedua pipinya. Namun, karena tidak ingin dianggap salah tingkah, Ino hanya kembali membalas senyuman Naruto.

"Ah-ya aku... a-. Tidak biasanya kau datang lebih awal." Ucap Ino dengan ekspresi canggung.

"Hari ini aku hanya kebetulan bangun lebih awal."

Sakura yang berada di samping Ino hanya melirik ke arahnya. Sejenak, Sakura sedikit senang karena sekarang adalah giliran Ino yang salah tingkah, walaupun dia berusaha untuk menutupinya, tapi masih saja terlihat jelas olehnya. Dirinya yang merasa menang pun akhirnya juga menghadap ke arah Naruto dan menyapanya, "Ohio, Naruto."

"Selamat pagi juga, Sakura-san.", balasnya dengan ekspresi yang sama.

Blush.

"Lagi – lagi seperti ini!" Batin Sakura kesal. Dengan cepat, ia memasang cengiran di wajahnya agar semburat merah di kedua pipinya tidak terlalu terlihat jelas oleh mereka, "Y-ya.. Bagaimana kabarmu?"

Naruto yang melihat ekspresi Sakura yang canggung hanya sedikit bingung, "Aku, baik – baik saja Sakura-san...

Bagaimana denganmu?"

Sakura kembali menatap Naruto dengan cengiran canggungnya, "Oh aku?. Aku baik – baik saja."

"Dia sangat berbeda." Batinnya.

"Oh, benar juga. Terima kasih Naruto karena telah mengantarkan ramennya waktu itu. Rasanya benar – benar enak." Ino yang menyadari suasana ini dengan cepat mengganti topik pembicaraan mereka agar tidak terlihat canggung.

Sejenak, Naruto menggaruk kepala belakangnya yang tidak gatal, "Oh, itu. Sama sekali tidak masalah Ino-san. Aku senang kalian menikmatinya." Naruto kembali menatap mereka berdua.

Sakura sedikit menghembuskan nafasnya lega karena Ino dapat membantunya kali ini. Entah kenapa saat ini, Sakura merasa sulit untuk menenangkan dirinya. Baru pertama kali ini dia melihat senyuman itu. Dia sama sekali tidak mengerti dengan Naruto kali ini.

Ada apa dengannya?, apa dia baru saja mendapatkan sesuatu yang membuatnya senang?, apa dia sangat bersemangat untuk festival besok sampai – sampai dia mampu untuk memperlihatkan wajah gembiranya?. Sakura kembali menghembuskan nafasnya dengan perlahan untuk menghilangkan semua kecurigaannya itu.

Merasa sudah cukup menenangkan dirinya, Sakura kembali berniat untuk berbincang dengannya. "Naruto, ngomong – ngomong besok kau akan datang dengan siapa?", kali ini Sakura sudah sedikit mampu untuk bicara dengannya secara santai. Setelah mendengar pertanyaan dari Sakura, Naruto hanya tersenyum getir, "Ah.. soal itu. Entahlah, saat ini, aku tidak mengetahuinya sama sekali." Sakura yang mendengarnya hanya menganggukkan kepalanya mengerti, ternyata dugaannya memang benar.

.

Skip time.

Jam Istirahat.

"Forehead, apa kau mau ke kantin?", tanya Ino sambil berdiri dan merapikan seragamnya.

Sakura menganggukkan kepalanya, menyetujui ajakan Ino. "Ayo Pig. Aku juga mau membeli minum." Sakura kemudian bangkit dari tempat duduknya, kemudian menoleh ke arah Naruto yang sedang merapikan bukunya. "Bagaimana denganmu Naruto?"

Naruto yang mendengar ajakan Sakura sejenak menghentikan aktivitasnya dan menoleh ke arah gadis itu, "Kurasa tidak Sakura-san. Aku tidak merasa lapar", ujarnya sambil mengulas senyuman kecil di wajahnya.

"Kau yakin?".

"Ya".

"Apa kau mau aku belikan ramen lagi?" tanya Sakura setelah dia berfikir sejenak untuk membujuk Naruto.

Dengan cepat, Naruto melambaikan tangannya ke arah Sakura, "Ah... kau tidak perlu repot – repot Sakura-san, aku benar – benar tidak merasa lapar saat ini." Setelah mendengar jawaban itu, Sakura kembali teringat kejadian yang dia alami dengan Naruto waktu itu.

Dia ingat sekali, saat itu Naruto benar – benar telah dipermalukan olehnya di depan banyak orang. Dialah yang membuat hari – hari remaja itu semakin buruk. Setiap hari, dia menjalani hari – hari yang buruk; dia dipermalukkan, direndahkan, tidak dihargai, dijauhi. Dan dirinya hanya memperburuk keadaan remaja itu.

"Apa itu yang membuatmu tidak ingin ke kantin lagi?", Sakura sedikit menundukkan kepalanya untuk melihat lebih jelas ke arah Naruto, menatapnya dengan raut muka yang menggambarkan bahwa dia menyesal, menatapnya dengan perasaan bersalah, "Gomen", ucap Sakura dengan nada yang sedikit di kecilkan namun tetap terdengar jelas oleh mereka bertiga.

"Are?", Naruto sontak saja terkejut dengan perkataan Sakura barusan, "Apa yang kau bicarakan, Sakura-san?"

Ino yang melihat sifat Sakura yang tiba – tiba berubah itu juga memasang wajah bingung dan menepuk pundak sahabatnya itu, "Kau kenapa, Forehead?". Sedangkan Sakura sama sekali tidak menjawab pertanyaan mereka berdua, dia hanya menggigit bibir bawahnya.

Tanpa disadari oleh Sakura maupun Ino, Naruto perlahan bangkit dari tempat duduknya dan berdiri di hadapannya. Beruntung saat ini kelas sedang sepi, hanya ada Neji, Karin, Shikamaru yang sedang tidur, dan hanya Hinata yang memperhatikan mereka saat ini.

"Kau tidak perlu mempermasalahkannya lagi Sakura-san. Bukankah aku sudah mengatakannya padamu?" Mendengar perkataan Naruto, perlahan Sakura memberanikan dirinya menatap Naruto yang berada di hadapannya. Naruto hanya tersenyum canggung dan menggaruk kepalanya yang tidak gatal, "Aku tahu maksudmu, Sakura-san. Tapi, jangan terlalu memikirkan itu. Lagipula, itu hanyalah sesuatu yang wajar, bukan masalah yang besar." ujar Naruto dengan volume suara yang juga sedikit dikecilkan.

Ucapan barusan akhirnya dapat menyadarkan dirinya. Dia sama sekali lupa hari itu, sebelumnya dia sudah mengakui kesalahannya pada Naruto, tapi, lagi – lagi dia terus saja mengucapkan hal yang sama padanya. Dia sama sekali tidak mengerti. Sebelumnya, dirinya adalah seorang gadis yang selalu bersikap acuh tak acuh terhadap orang lain, tidak terlalu memperdulikan masalah yang dibuatnya. Tapi. Kenapa setelah bertemu dengan pria dihadapannya ini. Seakan – akan dia telah menambahkan pemikiran baru padanya, sudut pandang yang baru dalam menilai orang lain.

"Sakura-san?", Sakura sontak sadar dari lamunannya saat Naruto melambai – lambaikan tangannya di depan wajahnya, "Apa yang kau pikirkan?", kata Naruto dengan penasaran.

"Oh, Maaf. Aku hanya melamun tadi." Sakura tersenyum kecil, "Apa kau serius?".

Naruto menaikkan sebelah alisnya, "Serius? Soal apa?". Sakura sedikit kaku untuk mengucapkannya, namun dia memberanikan diri, "Aku hanya ingin memastikannya. Apa kau serius memaafkan aku?".

"Kenapa tidak?", Naruto menjawab dengan cepat, "Lagi pula...". Dia menghentikan kalimat itu untuk sejenak dan ragu untuk mengatakannya. Tapi, melihat Sakura yang menatapnya dengan penasaran, dia semakin yakin, "Kau sendiri sudah kuanggap sebagai teman.", ucapnya dengan senyuman kecil.

Mendengar itu, Sakura sedikit terkejut dan menatap Naruto tidak percaya. Setelah beberapa detik menatapnya, perlahan Sakura membalas senyuman pemuda itu dengan tulus.

"Nah... nah... kurasa kita sudah memperbaiki masalah kita sekarang. Walaupun menurutku, kalian melakukannya di tempat yang kurang cocok." Ino yang sedari tadi hanya memperhatikan, dengan cepat menengahi mereka berdua dengan ekspresi canggung.

Naruto hanya menggaruk kepalanya yang tidak gatal dan memasang cengiran diwajahnya "Ah kau benar Ino-san... aku sampai tidak menyadarinya", ucapnya sambil melihat sekeliling kelas yang kebetulan tidak terdapat banyak murid yang memperhatikan. Hanya Hinata yang dengan serius sedaritadi memperhatikan percakapan mereka, tapi, dengan cepat mengalihkan pandangannya saat Naruto melihat ke arahnya.

Sakura terkekeh kecil, "Entah kenapa hari ini aku merasa kau sedikit bersikap lebih dewasa dari sebelumnya Pig", ucapnya sambil melangkahkan kakinya keluar dari kelas. "Bukankah kau ingin mengajakku ke kantin? Waktu istirahat akan berakhir sebentar lagi."

Ino yang masih berdiri di tempatnya sejenak menoleh ke arah Naruto dengan sedikit senyuman, "Cengiranmu aneh", kemudian menghampiri Sakura yang menunggunya di luar kelas.

"Are?", Sedangkan Naruto masih berdiri terpaku di tempatnya, menatap kepergian kedua gadis itu. Namun, entah kenapa ia merasakan perasaan yang sudah lama hilang darinya. Sudah sangat lama dia tidak merasakannya. Semenjak dia mengenal mereka, berusaha mengubah sikapnya, dan akhirnya berinteraksi dengan mereka. Dia sangat senang.

Senyuman di wajah pemuda itu kembali terlihat saat sekilas dia melihat senyuman gadis itu – Sakura. Disaat dia meninggalkan kelasnya bersama dengan Ino.

Entah kenapa saat ini, Naruto merasa senang dapat melihat senyumannya.

"Apakah dia merasakan hal yang sama?."

.

"Heehh... kau terlihat senang sekali Forehead." Bisik Ino pada Sakura dengan nada menggoda.

Seketika senyuman yang ada di wajah Sakura mendadak hilang, "A-apa katamu Pig? Berhenti menggodaku seperti itu!", Ino terkekeh kecil melihat tingkah sahabatnya yang satu ini. Dia benar – benar sangat lucu jika tertangkap basah seperti ini.

"Hehehe... baru kali ini aku melihat senyumanmu itu Forehead. Sangat berbeda dengan senyuman yang kau berikan saat menatap si Uchiha." Ujar Ino dengan cengiran khasnya, sementara Sakura sedikit menahan rasa malunya karena saat ini mereka sedang berada di kantin, "Jangan bicarakan itu disini Pig. Kau sadar kan, disini sangat ramai." Bisiknya pada Ino.

Sesudah membeli sesuatu di kantin itu, Sakura dan Ino segera meninggalkan tempat yang sangat ramai itu dan menuju kelas mereka. Merasa kondisi di sekitar mereka tidak terlalu ramai, Sakura menghembuskan nafasnya, "Ino-Pig, apa maksud ucapanmu tadi?".

Ino pun menoleh ke arah Sakura dan mengulas senyuman kecil, "Kau tahu, aku sangat senang melihat senyuman bahagiamu tadi. Sangat berbeda dari biasanya." Sakura hanya mendengarkan ucapan Ino dan menatapnya bingung, tanpa menghentikan langkah kaki mereka.

"Dan juga, senyuman kalian berdua sangat manis tadi."

Ucapan Ino barusan sontak membuat Sakura terkejut menatap ke arahnya dengan semburat merah yang kembali tampak di kedua pipinya yang halus, "A-Apa yang kau bicarakan Ino-Pig. Kau selalu saja melebih lebihkan!", protesnya.

"Tapi, hari ini dia terlihat sangat manis bukan? Baru kali ini aku melihatnya tersenyum." goda Ino.

"Itu hanya senyuman."

"Jujur saja Forehead."

"Itu hanya senyuman!" Sakura yang tidak mau kalah berdebat dengan Ino tetap saja mempertahankan argumennya itu. Ino yang lelah menghadapi sahabatnya yang keras kepala itu langsung memasang wajah cemberut, "Baik. Terserah kau saja Forehead. Hmph!...", ucapnya sambil menyilangkan kedua tangannya.

Sakura yang menyadarinya kemudian mencubit pipi Ino, "Kau ini selalu saja seperti anak kecil Ino-Pig".

"I-Ittai. Lepaskan Sakura. Dasar bodoh." Ucap Ino kesal sambil memegang sebelah pipinya yang memerah, sedangkan Sakura terkekeh kecil melihatnya, "Baiklah Ino, aku jujur..." Sejenak Sakura menghentikan kalimatnya karena malu, kemudian melirik ke arah Ino yang menatapnya dengan penasaran, "Dia memang terlihat lebih menarik hari ini. Dan juga... Jujur, aku senang melihatnya lebih 'hidup' dari biasanya.", ucapnya dengan kedua pipi yang sudah sangat memerah kemudian melirik ke arah Ino yang tersenyum manis ke arahnya.

"Hehehe... aku juga senang melihat kalian berdua mulai akrab satu sama lain."

"Dasar B-baka!. Sudah kubilang jangan menggodaku! Dasar Ino-Pig!" ucap Sakura sambil memalingkan wajahnya dari Ino yang membuat Ino terkekeh kecil dibuatnya.

.

.

.

.

.

Skip Time.

Sepulang Sekolah.

.

"Tidak diragukan lagi. Tempat ini memang sangat menakjubkan.", ucap Naruto dengan takjub melihat pemandangan kota dari bukit yang berada tidak jauh dari Konoha Senior High School.

"Bahkan, dari sini aku masih bisa melihat sebagian besar murid yang berkumpul di lapangan sekolah."

Naruto mengangkat kedua tangannya dan menghirup udara sejuk yang berada di bukit itu. Sudah lama dia tidak merasakan suasana ini. Dia kemudian melangkahkan kakinya pada salah satu pohon yang ada disana. Kemudian duduk bersandar pada pohon itu sambil melihat suasana sekolahnya yang masih ramai, "Kurasa ini tempat yang tepat untuk menikmati festival besok".

.

Sakura Place.

"Forehead, kau akan memakai baju apa besok?", tanya Ino pada Sakura yang sedang membuka pintu mobilnya, "Entahlah Ino-Pig. Aku akan memutuskannya saat aku sampai di rumah nanti."

Saat Sakura hendak masuk ke dalam mobil, ekspresi wajahnya yang datar seketika berubah menjadi sangat panik, "Astaga! Aku melupakan sesuatu!" ujar Sakura dengan suara yang keras, kemudian menaruh tasnya di dalam mobil. Ino yang melihat sahabatnya itu sontak saja terkejut dengan kelakuannya, "Apa yang kau lupakan Forehead?!", tanya Ino yang juga memasang ekspresi panik.

"Aku lupa mengajak Sasuke-kun untuk pergi bersamaku besok! Kau pulang duluan saja Ino, aku akan menghubungi Izumo-san lagi jika aku sudah selesai", Sakura dengan cepat menutup pintu mobil; meninggalkan tasnya, dan kemudian dengan terburu – buru kembali masuk ke dalam Konoha Senior High School. Ino pun akhirnya sedikit kesal akibat tingkah Sakura itu, sehingga menyuruh Izumo untuk mengantarnya pulang lebih dulu.

Sakura berlari melewati setiap murid – murid yang berlalu lalang di depannya. Saat ini dia sedang menuju kelasnya, berharap Sasuke masih ada di dalam kelas itu. Namun sayangnya, dia tidak menemukan Sasuke di kelasnya, hanya beberapa murid yang masih sibuk membereskan barang – barangnya. Tidak sempat terpikir olehnya, akhirnya dia memutuskan untuk menghubungi Sasuke, tapi ponsel miliknya tertinggal di dalam tas yang sudah dia masukkan ke dalam mobil. Saat itulah, Sakura merasa sangat ingin mengutuk kecerobohannya.

Tidak memiliki pilihan lain, dia akhirnya memutuskan untuk mengelilingi ruangan sekolah itu, mulai dari kelasnya, kemudian turun ke kantin, dan menuju lapangan sekolah. Namun, hasilnya nihil. Hingga pada akhirnya, dia melihat Sasuke sedang menuju perpustakaan sekolah. Sakura pun mengikuti Sasuke yang sudah masuk ke dalam perpustakaan itu. Sesampainya di depan pintu perpustakaan, dia justru melihat Sasuke sedang berbincang dengan seorang perempuan, dengan posisi membelakangi Sakura. Tidak ingin dirinya ketahuan, Sakura pun hanya menguping pembicaraan mereka dari luar perpustakaan dengan berdiri di samping pintu perpusatakaan itu.

"A-apa Sasuke-kun?"

Sakura sontak terkejut, karena mengenal suara perempuan yang sedang berbicara dengan Sasuke saat ini.

"Sara-san?"

"Bagaimana, kau mau pergi denganku atau tidak?" tanya Sasuke dengan suara dinginnya yang sengaja di kecilkan karena dia sadar saat ini mereka sedang berada di perpustakaan.

Pertanyaan Sasuke itu terdengar sangat jelas di telinga Sakura. Membuat dirinya membelalakkan kedua matanya. Dia tidak pernah menyangka seorang Uchiha Sasuke mengajak seorang perempuan untuk pergi dengannya. Padahal selama ini, sudah banyak siswi yang mengajaknya untuk pergi bahkan menyatakan cintanya, tapi dia selalu menolak. Lalu, kenapa kali ini dia tertarik untuk pergi bersama dengan perempuan itu.

"T-tapi, apa kau yakin Sasuke-kun?" tanya Sara dengan gugup.

"Apa maksudmu?"

"Maksudku. Masih banyak perempuan yang tertarik denganmu. Lalu, kenapa kau mengajakku?"

"Siapa perempuan yang kau maksud?"

"Kau tahu kan. Seperti Sakura-san, Kurotsuchi-san, dan masih banyak lagi dari kelas lain."

"Aku tidak tertarik dengan mereka." Jawab Sasuke cepat.

Sakura yang sedang menguping pembicaraan mereka tentu saja terkejut mendengarnya. Tidak terkecuali Sara.

"K-kenapa?"

Sasuke menghembuskan nafasnya sejenak, "Hn. Karena aku tidak menyukai sikap mereka yang selalu mengejarku. Entah kenapa, tapi menurutku sifat mereka mirip seperti perempuan murahan yang tidak memiliki karakter sama sekali. Mereka seakan – akan haus akan laki – laki."

Kata – kata itu tentu saja langsung menusuk hati Sakura dengan sangat dalam. Dia sama sekali tidak pernah menyangka Sasuke akan menganggapnya seperti itu. Dia mengejar Sasuke karena dia mengagguminya, tapi dia malah menganggap dirinya seperti itu.

Perlahan, Sakura menunduk lesu. Tidak ada harapan bagi dirinya untuk mendapatkan laki – laki itu. Semangatnya yang awalnya membara, seketika padam mendengar kata – kata pahit yang diucapkan olehnya. Dia hanya mendengar dadanya yang berdegup dengan kencang, menahan rasa sakit yang ada di hatinya. Sakit hati yang disebabkan oleh pria yang disukainya, yang justru tidak menghargai dirinya sama sekali. Perlahan, air matanya menetes. Tapi, dengan cepat Sakura menghapusnya dan berniat untuk meninggalkan tempat itu dengan lesu.

"Aku tidak tahu secara pasti. Tapi, jika orang tua mereka mendidik mereka dengan baik, kurasa sifat mereka tidak akan seperti itu sekarang."

Saat itu juga, Sakura menggertakan giginya geram. Sekarang, dia benar - benar kesal dengan pemuda itu. Sakura sama sekali tidak terima jika kedua orang tuanya dinilai buruk oleh orang lain. Kedua orang tuanya adalah orang yang baik, mereka selalu memberi kasih sayang padanya, mereka selalu perhatian padanya, memberi dukungan padanya hingga dia mampu mencapai prestasi, dan mereka jugalah yang menemaninya di saat dia terpuruk. Tapi, kenapa orang itu seenaknya berasumsi bahwa orang tuanya tidak mendidiknya dengan baik.

Sekeras apapun Sakura mencoba, air matanya tetap menetes. Dia tidak dapat membendung air matanya lebih banyak lagi, "Akulah yang salah karena sifat burukku ini. Jadi, jangan menyalahkan orang tuaku, padahal kau sama sekali tidak tahu apa yang telah mereka lakukan untuk membuatku bahagia. Dasar brengsek!", batin Sakura geram. Dia pun berlari meninggalkan tempat itu dengan air mata yang mengalir. Lagi – lagi, Sakura menghapus air matanya dengan paksa, seakan – akan dia tidak ingin menangis karena pria itu.

Walaupun kedua kakinya sudah lelah, Sakura tetap ingin meninggalkan sekolah itu. Dia berlari melewati setiap pandangan murid yang bingung menatapnya, dia sama sekali tidak peduli. Sakura sempat bingung saat dia sudah keluar dari gerbang sekolah. Dia tidak tahu apakah dia akan berlari ke rumahnya atau tetap berada di sekolah itu, tapi yang pasti dia tidak ingin kedua orang tuanya dan Ino melihatnya sedih, dan juga dia tidak ingin melihat wajah Uchiha itu untuk saat ini.

Akhirnya, dia memutuskan untuk menenangkan dirinya di bukit. Tidak ingin menghabiskan banyak waktu, Sakura akhirnya menuju bukit itu dengan berlari, walaupun dia sudah sangat lelah. Dia tidak memiliki pilihan lain.

.

"Apa maksudmu itu?. Perempuan murahan?! Tidak memiliki karakter?!" Sakura masih saja memikirkan kata – kata itu di tengah dirinya sedang berlari dengan nafas terengah – engah.

"Aku mengejarmu dan mengagumimu karena kau orang yang sangat berbakat dan memiliki talenta yang jarang dimiliki orang lain."

"Hiks..." Air mata Sakura kembali jatuh, dan sekali lagi, dia menghapusnya. Tapi, tetap saja, bekas tangisannya itu masih berbekas di wajahnya yang putih.

"Tidak hanya itu. Kau selalu bisa membuat setiap orang terpukau setiap melihatmu, dan membuat mereka mengejar dirimu, termasuk aku. Aku selalu mengejarmu karena aku menghargai semua tentang dirimu, sampai – sampai aku tidak peduli dengan kekurangan apapun yang ada padamu."

"Tapi... Kau sama sekali tidak menghargaiku. Kau menganggapku seperti perempuan yang tidak memiliki karakter sama sekali. Dan menyalahkan orang tuaku karena sikapku ini."

"Tidak kusangka. Kau lebih buruk dari yang kukira."

Tanpa disadari olehnya, Sakura sampai di bukit itu; yang masih ditumbuhi beberapa pepohonan. Tanpa memikirkan apakah ada seseorang di tempat itu, tapi menurutnya, tidak ada orang selain dirinya.

Perlahan, dia melangkahkan kakinya dengan nafas terengah – engah untuk melihat pemandangan kota serta sekolah miliknya. Entah kenapa, dia merasa tidak ingin kembali ke sekolah besok; seakan – akan trauma akan sekolah itu. Padahal, sekolahnya itu sama sekali tidak memberinya pengalaman yang buruk. Pemuda yang disukainya lah yang memberikan pengalaman yang tidak terlupakan olehnya. Walaupun, lebih tepatnya itu bukanlah pengalaman melainkan hanya kata – kata yang diucapkan olehnya. Tapi. Terserahlah. Dia hanya ingin menenangkan dirinya.

Lagi – lagi, Sakura masih belum dapat menenangkan dirinya. Dia terlihat masih mengusap air matanya, dan juga masih terdengar isakan kecil darinya.

"Sakura-san?.."

"Heh?!...", Sakura sontak saja terkejut mendengar seseorang memanggilnya, dia yakin tidak ada seorang pun disini selain dirinya. Dengan cepat, dia menoleh ke arah sumber suara. Dan benar saja, ternyata dugaannya salah. Orang yang memanggilnya itu adalah seorang pemuda berambut pirang yang sedang duduk bersandar di sebuah pohon.

"Na..ruto?", Sakura yang menyadari dirinya sedang di perhatikan oleh Naruto segera memalingkan wajahnya dari pemuda itu dan dengan cepat membersihkan air matanya dan juga bekasnya.

Tapi, tetap saja. Apa yang dilakukannya sia – sia, karena sudah pasti Naruto mengetahuinya. Dia sama sekali tidak bodoh.

Merasa sudah menghilangkan air matanya dan juga bekasnya. Sakura kembali menoleh ke arah pemuda itu.

Naruto masih menatapnya.

Sakura hanya memasang ekspresi canggung karena dia pasti sudah tahu kalau dirinya baru saja menangis, "Apa yang kau lakukan disini?", tanyanya.

"Aku sudah berada di sini daritadi. Aku hanya sedang bersantai." Jawab Naruto tanpa melepaskan pandangannya pada Sakura.

"Ooh begitu ya... Ah he..he..he.. aku tidak menyadarinya", ucapnya dengan tawa yang sangat dipaksakan. Kemudian, kembali menatap Naruto yang tidak melepaskan pandangan darinya daritadi, dan itu membuatnya semakin tidak nyaman jika terus diperhatikan seperti itu. Sehingga dia tersenyum aneh ke arahnya.

"Maafkan aku Sakura-san, aku tahu kalau hal yang kau alami sama sekali bukan urusanku. Tapi, apa terjadi sesuatu?", tanya Naruto yang langsung menuju topik permasalahannya.

Sedangkan Sakura yang mendengar pertanyaan mendadak dari Naruto itu sedikit terkejut, dan sedikit bingung untuk menjawabnya. Tapi, dia perlahan membelakangi pemuda itu; berniat untuk kembali melihat pemandangan dari tempat ini.

"Maaf Naruto. Bukannya aku tidak mau memberitahmu, tapi karena aku tidak mau membicarakannya sekarang.", ucap Sakura sambil menghembuskan nafasnya setelah menjawab pertanyaan Naruto.

"Aku mengerti.", balas Naruto yang kembali menikmati suasana di bukit itu. Sejenak tidak ada percakapan di antara mereka, karena mereka masing – masing menikmati pemandangan yang terpampang jelas di depan mata mereka.

"Ngomong – ngomong Naruto. Kau sering datang ke sini ya?", tanya Sakura pada Naruto untuk memecah keheningan di antara mereka tanpa menoleh ke arahnya.

"Tidak. Baru kali ini aku ke sini. Awalnya, aku selalu berencana untuk mengunjungi tempat ini, tapi tidak pernah memiliki kesempatan. Jadi kupikir, mulai sekarang aku akan ke sini setiap sepulang sekolah", jawab Naruto sambil memandang punggung Sakura.

"Begitu ya...", Sakura menoleh ke arah Naruto, "Setiap sepulang sekolah? Itu berarti, sepulang sekolah besok kau akan datang ke sini lagi?", tanya Sakura dengan ekspresi penasaran.

Naruto memegang dagunya sambil berfikir, "Untuk besok... Mungkin tidak hanya sepulang sekolah. Kurasa aku juga akan ke sini saat festival besok."

"Eh? Nande? Kau tidak akan melihat – lihat festival yang di adakan di sekolah?"

Naruto hanya menggaruk kepala belakangnya yang tidak gatal, "Ah... Eto... kau tau kan. Aku tidak memiliki teman untuk mengelilingi festival sekolah bersamaku. Jadi... yah... mungkin aku hanya akan melihat festival kembang api dari sini .. he...he..", ucapnya sambil tertawa pelan.

Sakura yang melihat ekspresi Naruto itu hanya tertawa kecil. Entah kenapa, dia merasa terhibur melihatnya. Dia terlihat seperti orang yang sangat gugup untuk berbicara, tapi tetap memaksa dirinya untuk bicara, sehingga terlihat seperti orang kikuk.

"Apa ada yang salah?", kata Naruto yang masih menggaruk kepalanya.

Sakura hanya tersenyum kecil, "Ah, tidak ada. Hanya saja, jarang sekali melihatmu seperti itu. Ngomong – ngomong, tidak biasanya kau seperti ini. Kau... sedikit berbeda dari sebelumnya.", ucap Sakura yang tanpa sadar mengungkapkan rasa penasarannya dari pagi tadi.

"Soal itu.. Ya, Nii-san menyuruhku untuk mengubah sifatku yang cenderung tertutup selama dia pergi, jadi aku hanya menurutinya. Tapi, walaupun begitu, itu bukan hanya keinginannya saja, tetapi keinginanku juga. Kau tahu, kan? Aku tidak bisa terus menerus menjadi diriku yang sebelumnya. Setidaknya, sedikit terbuka pada orang lain bukanlah masalah yang besar bukan?", ujar Naruto sambil menatap Sakura; membalas pandangannya. Sedangkan Sakura dari tadi hanya mendengarkan ucapan Naruto dengan serius.

"Ya, kau benar. Mungkin, jika kau lebih memberanikan diri untuk terbuka pada orang lain selain aku dan Ino, kau akan mendapatkan lebih banyak teman", balas Sakura sambil tersenyum tulus ke arahnya, dan senyuman itu juga dibalas oleh Naruto.

"Terima kasih atas sarannya, Sakura-san. Ngomong – ngomong, apa aku boleh menanyakan sesuatu?"

"Tanyakan saja, kau tidak perlu ragu – ragu", ucapnya.

"Apa aku terlihat aneh?"

"Apa?", balas Sakura sambil menghernyitkan dahinya.

"Maksudku dengan diriku yang sekarang ini, apa aku terlihat aneh?". Sakura yang mengerti maksud dari pertanyaan itu sejenak memandang pemuda itu kemudian kembali menarik senyuman kecil di wajahnya.

"Menurutku, tidak sama sekali. Bagiku, sikapmu yang sekarang tidak memiliki masalah apapun. Hanya saja, aku sedikit tidak terbiasa denganmu tadi pagi.", ucapnya sambil menggaruk pipinya.

Naruto menghembuskan nafasnya, "Hahh... syukurlah. Setidaknya aku sudah sedikit meningkatkan rasa percaya diriku, he..he..", ucapnya dengan tawa kecil kemudian menggaruk kepalanya, "Arigatou."

"Eh? Untuk apa?", ucap Sakura yang sedikit terkejut karena bingung dengan Naruto yang tiba – tiba saja berterima kasih lagi padanya. Naruto hanya tertawa kecil, kemudian tersenyum ke arahnya, "Ya, menurutku, kau sudah membantuku dengan memberikan pendapatmu."

Dia sejenak sedikit malu melihat wajah itu, namun tetap berusaha untuk bersikap biasa saja dengan menggaruk pipinya, "Kalau soal itu, kau tidak perlu memper—ghk.. eghk-, ugh-uk - ugghuk!", Sakura yang belum selesai menyelesaikan perkataannya itu tiba – tiba saja suaranya berubah semakin lama semakin serak dan terbatuk seperti orang yang tersedak. "Ada apa Sakura-san?", Naruto yang melihat Sakura tiba – tiba terbatuk itu langsung berdiri dan menghampiri perempuan itu, "Apa kau baik – baik saja?", tanyanya.

"Ah, tenggorokanku sangat kering." Batin Sakura.

"Pasti karena aku terlalu memaksakan diriku untuk berlari."

"Na-naruto... apa kau punya air min-um?", tanya Sakura pada Naruto dengan suara yang sangat serak. Naruto pun dengan cepat mengambil sebotol air minum miliknya di dalam tasnya, dan menyerahkannya pada Sakura, "Ini Sakura-san. Aku sama sekali tidak haus, jadi kau bisa menghabiskannya."

Glek.

Glek.

Glek.

Hanya dalam tiga kali tegukan itu, air minum milik Naruto telah ditelan habis olehnya. Sementara pemilik botol itu hanya memperhatikannya dengan ekspresi terkejut, tidak menyangka bahwa perempuan di depannya sehaus ini.

"Dia... tidak minum berapa hari?", batin Naruto heran.

"Huahh... syukurlah.", ucap Sakura sambil menghembuskan nafasnya lega dan mengusap mulutnya yang basah dengan tangannya setelah menghabiskan air minum itu.

"Heehh... ternyata kau sangat haus ya, Sakura-san."

Sakura sontak tidak percaya setelah melihat botol yang dia pegang saat ini sudah tidak memiliki isinya lagi. Kosong, tidak tersisa air sedikit pun. "Ah.. Gomen, Naruto. Aku memang sangat haus, tapi, aku tidak mengira kalau akan menghabiskan air minummu.", ucapnya sambil menatap pemuda itu dengan tatapan memelas dan menyerahkan botol itu padanya.

Naruto yang melihat ekspresi Sakura itu hanya sedikit tertawa dengan senyuman kecil, "Hehe... tidak usah dipikirkan, Sakura-san. Aku hanya heran melihatmu yang tiba – tiba kehausan."

"Ya, itu memang salahku. Padahal, aku memang sempat membeli minum di kantin tadi, tapi aku tidak meminumnya dan malah menaruhnya di tas. Dan saat pulang sekolah tadi, aku meninggalkannya di dalam mobil. Akibatnya, aku menjadi sangat haus saat aku datang ke sini." Ujar Sakura panjang lebar, kemudian melihat Naruto yang sedang merapikan seragamnya dan mengenakan tasnya.

"Ternyata begitu ya. Kala-."

"Kau mau kemana?", tanya Sakura tiba – tiba; memotong ucapan Naruto.

Naruto hanya menatapnya polos, "Aku barusan akan bilang kalau aku akan pulang duluan." Sakura menghembuskan nafasnya singkat, kemudian membelakangi pemuda itu "Begitu ya. Baiklah, sampai jumpa lagi Naruto."

"Hahh... tidak kusangka dia akan pulang secepat ini. Kukira dia akan menemaniku lebih lama lag-.. Eh?! Apa yang kupikirkan?! Kenapa aku menjadi berharap kalau dia akan menemaniku?!", batin Sakura sambil menggelengkan kepalanya berkali – kali, berniat untuk menolak pikirannya itu.

"Sakura-san...", Sakura seketika langsung menoleh ketika Naruto memanggilnya, sementara Naruto menatapnya bingung.

"Ada apa Naruto?".

"Ngomong – ngomong kau tadi barusan bilang kalau kau menaruh tasmu di mobil. Itu berarti kau sudah dijemput bukan?", tanya Naruto dengan ekspresi penasaran.

"Ya. Kenapa?"

"Lalu, bagaimana kau akan pulang nanti?"

Sakura dengan rasa percaya diri yang tinggi, perlahan menyilangkan kedua tangannya di depan dada dan memalingkan wajahnya dari pemuda itu, kemudian memejamkan kedua matanya; seakan – akan tidak ingin menatapnya, "Kau ini bagaimana. Tentu saja aku akan dijemput lagi."

"Apa supirmu, Izumo-san tau kapan kau akan pulang nanti?"

Sakura masih dalam sikap percaya dirinya, "Tidak".

"Lalu bagaimana dia akan menjemputmu nanti?"

Masih dalam sikap percaya dirinya, "Tentu saja aku akan menghubunginya."

"Bagaimana kau akan menghubunginya?", Naruto yang merasa terhibur melihat Sakura saat ini terus melontarkan pertanyaannya pada gadis itu; berniat untuk mengetahui bagaimana gadis itu akan pulang.

Sakura masih percaya diri, "Tentu saja menggunakan ponsel."

Kali ini Naruto sedikit tersenyum mendengar jawaban Sakura, "Apa kau membawa ponselmu?".

"E-h?", Sakura sontak membuka kedua matanya dan menatap Naruto yang sedang tersenyum ke arahnya, sedangkan Sakura hanya memasang ekspresi canggung, "Tidak...".

Naruto tersenyum menang, "Lalu dimana ponselmu sekarang?"

Hilanglah rasa percaya diri Sakura. Perlahan dia tidak lagi menyilangkan kedua tangannya melainkan menunduk lesu, "Di tasku...", Naruto hanya tertawa kecil melihatnya.

"Dasar. Kau ini memang mau meledekku ya.", kata Sakura sambil menatap pemuda itu dengan geram.

"Aku tidak bermaksud meledekmu atau membuatmu kesal Sakura-san. Aku hanya mengingatkanmu saja.", jawabnya santai.

Sakura masih menatapnya dengan tatapan geram.

"Lalu, bagaimana kau akan pulang?", tanya Naruto.

"Menurutmu?", Sakura menjawabnya dengan lesu.

Naruto menggaruk kepalanya pelan sambil berpikir, "Baiklah kalau begitu. Ayo."

Sakura sontak terkejut mendengar jawaban Naruto karena dia sama sekali tidak mengerti maksud dari pemuda itu. Tatapan geramnya langsung hilang, tergantikan dengan kedua mata yang sedikit melebar, "Eh?, Apa maksudmu?".

"Aku akan menemanimu pulang."

"Heh?! N-Nani? M-maksudmu, k-kau-?" Kali ini, Sakura sangat gagap untuk berbicara dan juga muncul semburat kecil di kedua pipinya karena dia sama sekali tidak pernah menyangka Naruto yang dia kenal dapat menjadi seperti ini. Sikapnya benar – benar berbeda dari sebelumnya. Dia merasa senang, karena pemuda itu sudah belajar untuk sedikit terbuka, tapi dia juga terkejut karena sekarang pemuda itu telah berani untuk menunjukkan rasa percaya dirinya. Antara senang dan terkejut. Sama sekali tidak tahu mana yang lebih baik.

"E-Eto... Aku sama sekali tidak memaksamu, jika kau ingin pulang sendiri, itu juga sama sekali tidak masalah...", ucap Naruto.

"Kau tahu kan, aku sedang berusaha untuk memperbaiki diriku, agar menjadi seseorang yang dianggap normal .", Naruto sejenak menatap Sakura yang masih terkejut dengannya, kemudian dia menghembuskan nafasnya, "Lagipula, kau sudah menemaniku. Jadi, aku juga ingin melakukan hal yang sama."

"Baiklah aku mengerti." Sakura menjawabnya dengan cepat, kemudian tersenyum malu ke arahnya, "Kau hanya akan menemaniku pulang kan?".

"Ya begitulah.", jawab Naruto singkat.

"Aku hanya mengingatkan. Seperti kataku tadi, jika kau memang tidak ingin, maka kau tidak usah memaksak-.."

"Ya ya ya... kau tidak perlu mengulang kata – kata itu lagi, aku sudah mengingatnya. Lagipula, aku juga tidak ingin Tou-chan repot – repot mencariku.", Sakura memotong kata – kata Naruto dengan cepat, kemudian menghampiri pemuda itu.

Mereka akhirnya meninggalkan tempat itu (secara berdampingan) dan menuju tempat tujuan mereka selanjutnya. Saat ini, tidak ada percakapan apapun di antara mereka. Mungkin karena mereka berdua sama sekali belum terbiasa satu sama lain dalam situasi seperti ini.

.

Setelah meninggalkan bukit itu, tidak terasa mereka sedang berjalan di sebuah trotoar; yang masih banyak dilalui oleh banyak orang. Sakura sempat gugup dan malu karena beberapa murid sekolah yang baru pulang memperhatikan mereka berdua, kemudian berbisik satu sama lain. Tapi, rasa gugup itu hilang setelah dia sejenak melirik ke arah pemuda di sampingnya. Dia melihat pemuda itu sama sekali tidak memperdulikan orang – orang yang memperhatikan mereka. Dia dapat mengetahuinya karena melihat ekspresi datar itu. Karena itulah, Sakura dapat menghilangkan rasa gugup itu dan bersikap biasa saja selama perjalanannya.

Sementara Naruto saat ini, memang dapat dikatakan dia tidak memperdulikan apa yang mereka katakan. Tapi, di dalam hatinya saat ini, dia benar – benar masih gugup dan belum terbiasa untuk meninggalkan 'kebiasaan'nya dulu, terutama saat dia harus mengangkat kepalanya dan melihat sekelilingnya. Namun, sejenak dia mengingat kembali perkataan Iruka dan Sakura. Ini bukanlah masalah yang besar untuknya.

Naruto menghembuskan nafasnya sejenak, kemudian melirik ke arah Sakura. Dia sempat berfikir apakah Sakura juga gugup, tapi dengan cepat dia menepis pikirannya itu. Tidak lama dari itu, Naruto akhirnya memberanikan diri untuk membuka pembicaraan dengannya, dan mendapatkan respons yang positif dari Sakura. Selama perjalanan itu pun, mereka akhirnya mampu untuk berinteraksi satu sama lain, kali ini mereka benar – benar tidak memperdulikan apa yang akan dikatakan orang lain mengenai mereka.

Sehingga saat itu, tidak ada lagi suasana yang canggung selama perjalanan mereka. Entah apa yang mereka bicarakan, tapi, mereka sempat tertawa beberapa kali, dan juga memasang wajah yang gembira. Jika digambarkan dengan sebuah kata. Mungkin, 'senang' adalah kata yang cocok untuk menggambarkan perasaan mereka berdua saat ini.

.

.

.

"Sampai disini saja Naruto.", ucap Sakura pada Naruto saat mereka berdua sudah tiba di depan gerbang kediaman Haruno, kemudian tersenyum malu ke arahnya. Sedangkan Naruto yang melihat senyuman dari Sakura hanya menggaruk kepala belakangnya dan tersenyum canggung.

"Ya, kalau begitu sampai jumpa besok Sakura-.."

"Hey Foreheaaaad... akhirnya kau sampai juga. Sudah kuduga kau akan jalan kaki. Hihi..." ucapan Naruto seketika terpotong oleh Ino yang tiba – tiba berlari menghampiri mereka dan membuka gerbang kediaman Haruno. Sejenak, Ino sedikit terkejut melihat Naruto sedang berdiri di hadapan Sakura, "Ooh Naruto... sedang apa kau disini? Apa kau ingin mampir?", tanyanya ramah.

"Aku hanya menemani Sakura-san pulang."

Ino kemudian melirik ke arah Sakura dengan tatapan menggoda, sedangkan Sakura membalasnya dengan deathglare, "Oh, Gomen, Naruto. Apa aku mengganggu kalian berdua?".

"Tidak sama sekali Ino-san. Aku barusan akan pul-.."

"Ohh ya ampun. Aku lupa kalau aku sedang memasak. Aku tinggal dulu ya Forehead", ucap Ino sambil tersenyum menggoda ke arah Sakura setelah dia mengatakan itu.

"DASAR INO-PIG! AWAS SAJA KAU NANTI", batin Sakura geram.

"Um... Sakura-san."

Sakura langsung menoleh ke arahnya, "Ya Naruto?".

Naruto tersenyum ke arahnya, sehingga membuat kedua pipi Sakura kembali merona, "Sampai jumpa besok.", ucapnya kemudian membalikkan badannya dan melangkahkan kakinya, meninggalkan tempat itu.

"T-tunggu Naruto."

Naruto menghentikan langkah kakinya dan menoleh ke arah Sakura, "Ada apa Sakura-san?"

Sakura sedikit gugup untuk mengatakannya, namun memberanikan diri. Dia menggigit bibir bawahnya sejenak dengan lembut, "B-besok..."

Naruto hanya menaikkan alisnya sebelah dan memperhatikan Sakura yang belum menyelesaikan kalimatnya; tidak ingin memotong perkataan gadis itu.

"Besok... Kau akan datang ke bukit lagi, kan?", tanya Sakura yang sedikit malu.

"Kemungkinan besar aku akan kesana lagi besok. Memangnya ada apa Sakura-san?"

"Begitu ya. Tidak ada, aku hanya ingin bertanya padamu saja. Kalau begitu, sampai jumpa besok, Naruto.", ucap Sakura, kemudian dengan cepat masuk ke dalam rumah kediamannya.

"Hehe...", Naruto hanya tertawa kecil melihat tingkahnya dan kembali melangkahkan kakinya menuju apartemennya.

"Yah... Memang sulit jika baru mencoba untuk terbuka.", batin Naruto.

"Tapi, aku senang bisa melakukannya. Kelihatannya, aku akan terbiasa.", batinnya sambil tersenyum senang.

.

Sakura Place.

Sakura langsung memasuki rumahnya, tidak menghiraukan Ino yang sedari tadi memanggilnya. Dengan cepat, dia berlari menaiki tangga dan menuju kamarnya. Awalnya, dia membuka pintu kamarnya dengan perlahan, namun kemudian...

Brak!

Sakura menutup pintu kamarnya dengan kasar dan langsung merobohkan dirinya di kasur, dengan membenamkan wajahnya pada sebuah bantal.

"SHANARAOOO! APA YANG BARU SAJA TERJADI BARUSAN! TADI ITU BENAR – BENAR MEMALUKAN!", batin Sakura berteriak.

"NARUTO PASTI MENGANGGAPKU ANEH SEKARANG, DAN AKHIRNYA DIA TIDAK INGIN BERTEMU DENGANKU LAGI- eh, Tunggu dulu... KENAPA SEKARANG AKU JADI MEMIKIRKANNYA!". , batinnya sambil meremas bantal miliknya dengan geram.

"Bukannya tadi, awalnya aku ingin bertemu dengan Sasuke-kun, tapi kenapa...", sejenak Sakura sadar. Dia teringat lagi kata – kata yang dikatakan oleh Uchiha itu. Kata – kata yang telah membuat dirinya sangat kecewa dan sedih pada pemuda itu. Namun, yang ada dipikirannya saat ini tidak hanya itu. Dia cenderung memikirkan apa yang terjadi di bukit tadi. Entah kenapa, dia tidak lagi merasa sangat sedih ataupun kecewa, seakan – akan, pertemuannya dengan Naruto tadi, membuatnya merasa lebih tenang.

Sakura kemudian memeluk bantal yang sedari tadi digunakan untuk membenamkan wajahnya, dan ia merenung sejenak.

"Tapi... kenapa aku malah berharap ingin bertemu dengan Naruto lagi", Sakura menatap langit – langit.

"Perbincangan selama berjalan dengannya tadi... membuatku sedikit melupakan rasa sedihku." Kali ini, Sakura sedikit memejamkan matanya dan kembali teringat dengan Uchiha Sasuke. Namun, dia sama sekali tidak merasakan rasa sedih yang begitu mendalam, tidak seperti sebelumnya.

Sakura semakin mempererat pelukannya pada bantal miliknya, "Selama ini. Banyak laki – laki yang mengejarku, dan begitu juga aku, mengejar seorang Uchiha. Tapi, baru kali ini aku merasakannya..."

"Dari banyaknya laki – laki yang ku kenal, baru kali ini aku..."

"... merasa nyaman", gumamnya pelan dengan sedikit semburat merah di kedua pipinya.

Sakura akhirnya langsung bangun dari tempat tidurnya, kemudian mengambil sebuah kertas berukuran kecil di meja belajar dan menuliskan sesuatu, "Aku tau, jika kebanyakan orang mengetahui ini. Mereka pasti akan mengatakan kalau aku menggunakan Naruto sebagai pelarian dan semacamnya, tapi. Aku sama sekali tidak bermaksud seperti itu."

"Entah apa yang mereka pikirkan, aku sama sekali tidak peduli. Memang, aku ini sangat bodoh, karena aku baru mau mengenalnya sekarang. Tapi, kali ini aku menyadarinya."

Sakura melipat kertas itu dengan rapi kemudian memasukannya ke dalam kotak pensil miliknya.

"Aku sadar bahwa selama ini aku selalu salah dalam menilainya. Karena itulah aku ingin memperbaikinya. Mulai sekarang, aku akan selalu berusaha lebih keras untuk mengenalnya, sehingga... aku pantas disebut sebagai 'temannya."

Beberapa saat kemudian, semburat merah semakin terlihat di kedua pipinya, "Tapi, entah kenapa, aku seperti..."

"... mulai tertarik untuk mengenal dirinya lebih jauh dari seorang teman".

"A-Apa yang barusan aku pikirkan?!. Kenapa aku tiba – tiba menjadi seperti ini!", ucapnya dengan volume yang lumayan keras setelah beberapa detik dia menyadari apa yang baru dia pikirkan.

"Forehead! Kau sedang apa?!, Apa kau sakit?", tanya Ino yang berada di depan pintu kamar Sakura.

"Tidak ada Pig. Aku hanya sedang mengganti bajuku."

"Kalau begitu cepatlah, kita harus memikirkan pakaian apa yang pantas digunakan besok."

"Baiklah."

.

.

.

Skip Time.

Keesokan Harinya (Sepulang Sekolah).

Suasana yang sangat meriah terdengar dari setiap murid Konoha Senior High School yang keluar dari kelasnya. Mereka benar – benar semangat untuk festival yang diadakan sekolah mereka hari ini. Tidak hanya itu, aturan yang menyarankan setiap siswa dan siswi harus memiliki teman berpasangan juga membuat mereka semakin antusias untuk datang ke festival ini, terutama para murid lelaki. Karena, siapa tahu mereka tidak hanya mendapatkan teman berpasangan, tetapi juga mendapatkan pacar. Itu yang dipikirkan oleh mereka saat ini, kecuali untuk Deidara, dan Hidan yang tangannya baru saja sembuh. Mereka sedang memasang wajah mesum, sedangkan Kakuzu hanya menatap mereka datar.

Di lain tempat, seorang murid KSHS yang berambut pirang tampak biasa saja menyikapinya, tidak terlalu antusias seperti yang lainnya. Dia menuju tempat 'tongkrongan' yang dianggap sebagai tempatnya untuk bersantai sehabis sekolah.

"Hahh... kenapa harus diwajibkan datang. Padahal, yang dilakukan nanti hanya melihat – lihat, dan juga bermain games yang diadakan sekolah.", ucap Naruto dengan suara mengeluh.

Setelah melangkahkan kakinya cukup lama menuju bukit itu, Naruto sedikit menyipitkan matanya; melihat seorang perempuan yang memiliki warna rambut seperti bunga Sakura sedang berdiri sendirian.

"Apa yang dia lakukan disini?", Naruto menghampiri perempuan itu. Merasa jarak mereka sudah cukup dekat, dia menegurnya, "Sakura-san."

Sakura yang dipanggil namanya menoleh ke belakang dengan cepat dan tersenyum senang, "Ah Naruto, akhirnya kau datang juga."

"Memangnya ada apa?", tanya Naruto bingung, kemudian berdiri di samping gadis itu. Dia mulai membiasakan dirinya.

"O-eh tidak ada apa – apa.", balasnya gugup kemudian kembali melihat sekolahnya yang ramai, begitu juga dengan Naruto.

"Mereka semua kelihatannya semangat sekali ya. Sampai - sampai membuat tempat ini sepi. Padahal, biasanya mereka selalu kesini.", ucap Sakura.

"Ya, kau benar Sakura-san. Mungkin karena perayaan ini hanya terjadi setahun sekali, sehingga mereka ingin merayakannya dengan meriah", balas Naruto yang masih melihat sekolahnya.

"Ngomong – ngomong, Naruto."

Naruto menoleh ke arahnya, "Ada apa Sakura-san?"

"Maaf jika pertanyaan ini menyinggungmu, jika kau tidak ingin menjawabnya, tidak apa – apa. Tapi, apa dari dulu kau tidak memiliki teman?", ucapnya sambil menatap pemuda itu.

Naruto sendiri sedikit menatap Sakura dengan bingung kemudian tersenyum kecil sambil kembali melihat sekolahnya, "Teman, ya? Aku rasa dulu aku mempunyainya, tapi, aku tidak tahu kalau mereka juga menganggapku sebagai teman atau bukan."

Sakura perlahan tertunduk lesu karena tidak merasa nyaman mendengar jawaban Naruto, "Begitu ya. Maaf jika itu menyinggungmu."

"Tidak sama sekali. Lagipula, aku tidak terlalu memikirkannya karena yang terpenting, aku memiliki teman sekarang, yaitu kau dan Ino-san.", ucapnya sambil tersenyum senang.

"Kau benar..."

"Oh ya, masih ada yang ingin kutanyakan padamu." Ucap Sakura.

"Tanyakan saja." Balas Naruto santai.

"A... ummm... Bagaimana jika misalnya mereka ingin menjadi temanmu. Katakan saja, mereka sangat mengidolakanmu, dan ingin menjadi temanmu. Bagaimana kau akan menyikapinya?", ucapnya sambil menatap pemuda itu.

Naruto menoleh ke arahnya, "Mengidolakanku ya?", pikirnya sejenak kemudian tertawa kecil "Hehe... tentu saja aku akan sangat senang. Karena dengan begitu, mereka berarti mengakui keberadaanku dan menghargaiku bukan?, dan pada akhirnya, aku akan memiliki banyak teman.", ucapnya senang.

"Ngomong – ngomong, kenapa kau tiba – tiba menanyakan itu padaku, Sakura – san?", lanjutnya.

Sakura sedikit gelagapan saat Naruto tiba – tiba bertanya padanya, "A-ah ti- bukan apa – apa. Aku hanya ingin tahu tanggapanmu saja."

"Ooh, baiklah aku mengerti.", balasnya, kemudian kembali melihat seisi kota.

Sakura perlahan menutup matanya, sambil menghirup udara segar disana, "Begitu ya. Sekarang aku mengerti. Dia memang berbeda dari Sasuke. Naruto cenderung lebih mampu untuk menghargai setiap usaha yang dilakukan orang, sedangkan Sasuke. Memang, dia adalah Uchiha yang jenius, namun dia sama sekali tidak terlalu peduli terhadap hal – hal yang tidak penting baginya."

Dia kemudian membuka matanya, kemudian tersenyum ke arah Naruto yang sedang melihat ke arah lain, "Sayangnya, Naruto bukanlah tipe yang mudah untuk bersosialisasi, sehingga, banyak yang tidak tahu bahwa sebenarnya dia adalah salah satu sosok yang dapat menghargai orang lain."

"Ne, Naruto."

Naruto menatap Sakura bingung, karena Sakura saat ini sedang menatapnya dengan ekspresi. Entahlah. Mungkin ekspresi ceria baginya, "Ada apa?"

"Sebentar lagi, Izumo-san akan menjemputku. Jadi, sebelum itu, apa aku boleh minta tolong padamu?"

"Selama aku bisa melakukannya, maka aku sama sekali tidak keberatan."

"Ah, baiklah, tunggu sebentar.", Sakura membuka tasnya dan mengambil sesuatu dari kotak pensilnya, "Ini, kau hanya perlu membacanya, d-dan hanya perlu menjawab bisa atau tidak", dia menyerahkan sebuah kertas yang dilipat menjadi kecil dengan semburat merah yang tampak di kedua pipinya; menandakan bahwa ia malu.

Naruto kemudian membuka kertas itu, dan membacanya.

"Are?", batin Naruto sedikit tidak percaya saat membaca apa yang Sakura tulis untuknya.

.

'Apakah kau bisa menemaniku saat festival ulang tahun Konoha Senior High School? Aku tahu ini sangat mendadak. Maaf jika terlalu terburu – buru.'

.

Setelah membaca kertas itu, tatapan Naruto beralih pada Sakura yang masih menatapnya malu, pipinya semakin merona saat Naruto menatapnya, "B-bagaimana jab-jawabanmu?".

Naruto sebenarnya juga sedikit malu saat ini, tapi dia tidak terlalu memikirkannya. Dia hanya tersenyum canggung, "Jika kau sama sekali tidak keberatan, maka, sama sekali bukan masalah bagiku."

"B-Bagus!-.. A-ah maksudku, baiklah kalau begitu. Temui aku disini 1 jam sebelum festival dimulai." Ucap Sakura yang tertunduk malu, kemudian melangkah pergi.

"Sampai jumpa nanti, Naruto.", lanjut Sakura sambil menatap pemuda itu.

Naruto membalasnya dengan senyuman, "Baiklah. Sampai jumpa nanti Sakura-san."

Setelah Naruto mengatakan itu padanya, Sakura dengan cepat berlari meninggalkan pemuda itu dengan muka yang memerah seperti tomat. Sementara Naruto, saat ini dia hanya melihat kepergian gadis itu.

Pandangannya beralih pada kertas yang dipegangnya saat gadis itu sudah meninggalkan tempat itu. Awalnya, dia tidak percaya kalau Sakura mau pergi bersamanya, namun, ia semakin yakin, mengingat bahwa mereka berdua adalah teman. Tapi tetap saja, Naruto masih agak gugup. Ini adalah pertama kalinya dia ditawari oleh seorang gadis untuk berjalan bersamanya.

"Jadi... yang perlu kupikirkan sekarang adalah..."

"Apa yang akan ku kenakan untuk menghadiri festival nanti?"

.

.

.

.

.

Skip Time.

Yah, walaupun tidak seberapa, setidaknya guru tidak membatasi atau melarang para murid untuk mengenakan pakaian bebas, asalkan sopan. Itulah yang Naruto pikirkan saat ini. Meskipun dia hanya mengenakan celana panjang berwarna hitam dan jaket hitam-orange miliknya yang kebetulan masih bagus untuk dikenakan, dia sama sekali tidak mempermasalahkannya.

Saat ini, dia hanya menatap matahari yang tidak lama lagi akan tergantikan oleh bulan. Menikmati suasana sejuk di tempat dia berdiri saat ini.

"Naruto, maaf aku terlambat." Mendengar seseorang memanggilnya, Naruto alihkan pandangannya ke belakang.

Naruto sejenak kagum melihat Sakura saat ini. Gadis itu mengenakan sebuah yukata yang sangat indah menurutnya. Dengan warna yang sesuai dengan rambut indahnya, dan beberapa lukisan tangan bunga Sakura, sehingga menambah keindahan yukata yang dikenakannya saat ini.

Menyadari Naruto yang sedari tadi hanya memperhatikannya, rona merah di kedua pipinya pun tampak karena malu. Akhirnya dia berdehem pelan; berniat menyadarkan pemuda itu, dan berdiri di sampingnya.

"O-oh, ah.. itu sama sekali bukan masalah Sakura-san. Aku juga baru datang, dan lagipula, festivalnya juga baru akan dimulai 1 jam lagi.", ucapnya, ketika ia sadar dari lamunannya.

"Terima kasih sudah menungguku." Ucapnya pelan, tapi masih terdengar oleh Naruto dan hanya dibalas anggukan oleh pemuda itu.

"..."

"..."

Sejenak, tidak ada percakapan di antara dua orang tersebut, sehingga hanya ada keheningan di tempat mereka saat ini.

Merasa sedikit tidak nyaman dengan suasana ini, Sakura melirik ke arah Naruto dan melihat pakaian yang ia kenakan.

"Ngomong – ngomong, aku belum pernah melihat kau mengenakan jaket itu. Kau terlihat lebih kere-n ah ma-maksudku lebih gagah dari sebelumnya.", ucap Sakura gugup karena malu, dengan rona merah di kedua pipinya yang belum hilang sedari tadi.

"Apa yang barusan kukatakan", batinnya pasrah.

Sementara Naruto yang menerima pujian dari Sakura juga sebenarnya agak malu, karena baru kali ini seorang gadis memujinya seperti tadi. Namun dia dapat mengendalikannya.

"Terima kasih, Sakura-san. Kau... juga terlihat lebih mempesona dengan yukata itu, benar – benar cocok dikenakan olehmu.", ucapnya tanpa menatap gadis di sampingnya, dengan sedikit semburat merah di pipinya. Baru kali ini dia merasa sangat gugup dengan seorang gadis.

Sementara Sakura yang baru saja mendengarnya, hanya menundukkan kepalanya perlahan karena dia benar – benar sangat malu sekarang, wajahnya yang memerah juga semakin terlihat jelas oleh Naruto, "A-a-Arigatou", balasnya terbata – bata.

"Ada apa, Sakura-san?", tanyanya penasaran setelah melihat wajah gadis itu.

"T-tidak ada.", balasnya dengan gugup tanpa mengangkat kepalanya; tidak ingin wajahnya yang merah dilihat oleh Naruto.

Sementara Naruto, tanpa disadari mendekatkan dirinya pada Sakura dan sedikit membungkuk untuk melihat wajah gadis itu dengan jelas, "Apa kau sakit?".

"A-aku baik! Ak-aku sama sekali tidak sakit. Kau tidak usah mengkhawatirkanku", ucapnya dengan volume suara yang agak keras, karena Sakura terkejut dengan Naruto yang tiba – tiba memperhatikannya seperti itu, seolah – olah pemuda itu sangat peduli dengan dirinya.

"Bagaimana kalau kita ke sekolah sekarang. Kelihatannya sudah banyak murid yang datang.", ajak Naruto pada Sakura setelah ia sejenak melihat banyak murid yang sudah datang di sekolahnya.

Sakura menghembuskan nafasnya perlahan untuk menenangkan dirinya, "Ayo."

.

.

.

Mereka berdua berjalan dengan santai memasuki gerbang sekolah. Dan juga, mereka sama sekali tidak menyangka bahwa mereka akan menjadi pusat perhatian saat ini. Banyak murid yang menatap mereka. Ada yang memasang ekspresi bingung, terkejut, tidak percaya, dan ekspresi lainnya yang menggambarkan bahwa mereka benar – benar tidak menduga apa yang mereka lihat saat ini.

"Eh, itu Sakura-san dengan... Naruto?"

"Mereka berdua...?"

"Wahh... aku sama sekali tidak menyangka."

"Menurutku? Bagiku mereka terlihat cocok."

Bisikan – bisikan itu keluar dari beberapa murid yang sedang memperhatikan mereka saat ini. Sedangkan Naruto dan Sakura?. Yah, mereka tampak biasa saja menanggapi apa yang mereka katakan, walaupun mereka berdua sebenarnya sedikit malu jika diperhatikan oleh banyak mata.

.

Tujuan semua murid saat ini adalah lapangan, karena festival itu akan dirayakan di lapangan sekolah mereka yang sangat luas. Walaupun hari sudah berganti menjadi malam, para murid Konoha Senior High School tampak tidak memperdulikan hal itu. Mereka semua tampak sangat antusias. Bahkan, tidak ada satu pun murid yang tidak menghadiri festival sekolah mereka hari ini.

Sebelum dimulainya festival itu, awalnya para murid di absen oleh wali kelas masing – masing, kemudian kepala sekolah mereka memberikan beberapa pengumuman dan juga arahan kepada semua murid untuk merayakan festival sewajarnya, dan tidak diperkenankan untuk pulang sebelum festival kembang api diadakan, karena mereka akan kembali di absen setelah festival tersebut dijalankan di akhir acara.

Setelah pengarahan itu selesai, semua murid dipersilahkan untuk menikmati berbagai macam kegiatan yang disediakan sekolah, seperti mencicipi makanan yang dibuat oleh para OSIS, mencoba games yang diadakan, dan masih banyak yang lainnya.

Sementara Naruto dan Sakura, mereka tampaknya sedang melihat – lihat. Oh, dan sebelum itu, mereka berdua sempat tertangkap basah oleh Ino, lebih tepatnya, hanya Sakura yang tertangkap basah. Disaat mereka sedang menuju lapangan, Naruto sempat pergi ke toilet sejenak, sehingga Sakura harus menunggunya di koridor. Di situlah, Ino langsung menyeretnya ke tempat yang sepi dan bertanya pada Sakura berulang kali, sampai – sampai Sakura kesal dibuatnya. Namun, Sakura dapat menjelaskan semuanya secara perlahan kepada Ino, sehingga akhirnya dia mengerti dan tersenyum lebar ke arahnya. Dia sempat mengatakan 'Semoga kalian menjadi pasangan yang serasi' saat pergi meninggalkan Sakura, sehingga membuat dia lagi – lagi merona dan kesal akan tingkah sahabatnya itu.

.

"Naruto, bagaimana kalau kita coba pergi ke sana. Aku ingin mencoba takoyaki yang mereka buat", ajaknya pada Naruto.

"Ayo Sakura-san. Kebetulan sekali, aku juga ingin mencobanya", balasnya dengan tersenyum.

Naruto dan Sakura akhirnya menikmati festival itu, sama seperti yang lainnya. Mereka berdua tampak bahagia dan bersenang – senang malam itu. Tawa, canda, senyuman, mengiringi mereka berdua saat ini. Kemanapun Sakura berjalan, Naruto selalu berada di sampingnya, begitu juga sebaliknya.

Dari sinilah, Naruto merasakan sesuatu yang belum pernah dia rasakan sebelumnya. Perasaan yang tidak ia kenali saat Sakura berada di dekatnya. Seperti sebuah bunga yang baru saja mekar untuk pertama kalinya.

"Jadi, sekarang aku mengerti", batinnya sambil tersenyum pada gadis di sampingnya.

.

.

.

Skip Time.

21.00.

Merasa telah cukup bersenang – senang di sekolah. Mereka berdua akhirnya sepakat kembali ke bukit untuk melihat kembang api dari tempat itu. Dan tentu saja, mereka sudah mendapatkan izin dari pengawas dan tidak akan melakukan 'hal diluar batas'.

"Tadi itu cukup menyenangkan", ucapnya. Sakura tersenyum sambil menatap langit, melihat banyaknya bintang – bintang yang menghiasi langit malam itu, dan menoleh ke arah pemuda yang berdiri disampingnya, "Arigatou", ucapnya dengan senyuman yang tulus.

"Aku juga berterima kasih, Sakura-san.", Naruto juga menatap Sakura lembut, "Aku juga bersenang – senang tadi.", katanya sambil membalas senyuman gadis itu.

DUAR!

Tatapan mereka berdua beralih pada kembang api yang saat ini sudah mulai menghiasi langit malam. Banyak murid yang menyalakannya dari sekolah, sehingga membuat malam itu semakin terang.

"Indah sekali", ucap Sakura.

"Kau benar.", balasnya singkat.

DUAR!

DUAR!

Sakura perlahan menolehkan kepalanya, dia melihat Naruto sedang melihat indahnya kembang api yang menghiasi langit saat ini. Wajahnya pun mulai merona karena terlalu lama menatap wajah pemuda itu. Namun, dia sama sekali tidak memperdulikannya.

Tatapannya beralih pada tangan kanannya yang sangat dekat dengan tangan kiri milik Naruto. Awalnya dia malu. Namun, perlahan dia arahkan tangannya untuk menggenggam tangan milik pemuda itu.

3cm.

2cm.

1cm.

"Hm?"

Sakura baru saja menyentuh jari – jari tangan milik Naruto, namun pemuda itu tiba – tiba langsung menoleh ke arahnya.

Sementara Sakura yang salah tingkah hanya gelagapan dan menundukkan kepalanya malu, "A-ah G-Gomen, Naruto". Suaranya terdengar parau, seakan – akan gadis itu merasa bersalah padanya.

Naruto yang melihat tingkah Sakura itu hanya tersenyum, kemudian dia juga secara perlahan...

Greb.

Tangan Naruto menggenggam tangannya dengan lembut.

Sakura yang merasakan itu sontak langsung mengangkat kepalanya dan menatap Naruto. Pemuda itu hanya tersenyum tulus, "Tidak apa – apa, Sakura-san."

"Apa kau keberatan?", lanjutnya.

"T-tidak sama sekali."

Naruto langsung tersenyum lima jari mendengarnya, membuat gadis itu semakin merona. Namun, perasaan malu gadis itu sama sekali tidak mempengaruhinya sekarang, karena saat ini. Dia sangat senang.

Sakura pun tersenyum lebar ke arahnya, dan juga membalas genggaman tangan Naruto dengan lembut.

Sejenak, mereka saling menatap. Sepasang Emerald bertemu dengan Sapphire. Dua pasang mata yang saling menikmati keindahan yang ada satu sama lain.

"..."

"..."

DUAR!

Lagi – lagi, mereka teralihkan oleh festival sekolah yang sebentar lagi akan selesai. Naruto dan Sakura akhirnya kembali melihat kembang api itu, namun sama sekali tidak melepaskan genggaman tangan mereka.

"Kurasa sebentar lagi akan selesai", ucap Sakura.

"Kurasa begitu. Ayo kita kembali, Sakura-san."

"Dan Naruto...".

"Hmm?"

"Panggil saja aku Sakura."

"Sakura, ya?", Naruto menatap langit – langit sambil berfikir, "Baiklah, Sakura.", ucapnya.

Sakura terkekeh kecil, "Begitu lebih baik."

.

.

.

.

.

Other Place.

Kyoto Hospital.

Tap.

Tap.

Tap.

Seorang pria dewasa terlihat terburu – buru berlari di koridor rumah sakit menuju ruangan yang sedang dijaga oleh 2 orang pria berjaket hitam dengan lambang whirlpool berwarna merah pada bahu kanan mereka.

"Iruka-san, akhirnya kau datang juga", ucap salah satu pria tersebut.

"Maaf aku terlambat.", balas Iruka.

"Apa kau datang sendiri kesini?"

"Tidak, aku kesini bersama Teuchi, tapi dia sedang berada di hotel sekarang. Aku sudah bilang padanya kalau aku akan keluar sebentar."

"Souka".

"Bagaimana keadaan mereka?", tanya Iruka dengan ekspresi panik.

Lawan bicaranya hanya menatapnya sayu, "Masih sama. Walaupun mereka terkadang sadar, tapi mereka seolah – olah seperti mayat hidup. Mereka sama sekali tidak mau menatap ataupun mendengar kami, dan juga mereka sama sekali tidak ingin makan. Sehingga, dokter harus memberi mereka infus untuk membuat mereka berdua tetap bertahan."

Iruka menundukkan kepalanya menyesal, "Apa aku boleh melihat mereka? Sedikit saja."

"Silahkan, Iruka-san", pria itu membukakan sedikit pintu ruangan tersebut dan membiarkan Iruka mengintip ke dalamnya.

Iruka hanya melihat 2 orang yang terbaring lemah tidak berdaya di atas ranjang itu, membuat dirinya merasa sangat menyesal melihatnya. Dia pun menutup pintu itu secara perlahan.

"Apa organisasi itu tau kalian ada disini?", tanya Iruka.

"Tidak sama sekali. Kau tidak perlu mengkhawatirkan kami."

"Dimana yang lainnya?"

"Mereka berada di 'markas' sekarang."

"Aku mengerti."

"Bagaimana dengan Uzumaki-sama?", tanya pria itu.

Iruka tersenyum senang, "Dia baik – baik saja. Dia tumbuh menjadi laki – laki yang hebat..."

"Tapi, aku yakin dia tidak akan melupakan rasa sakit yang dirasakannya." Imbuhnya dengan suara parau.

Pria itu memasang wajah gembira dan menghembuskan nafasnya lega, "Syukurlah. Setidaknya dia baik – baik saja."

"Kalau begitu, aku akan kembali ke hotel. Aku akan kembali menjenguk mereka besok. Tolong jaga mereka."

"Kami akan melindungi mereka dengan nyawa kami." Ucap kedua pria itu bersamaan.

Iruka hanya tersenyum kemudian melambaikan tangannya dan melangkahkan kakinya dari rumah sakit itu.

"Naruto..."

.

TBC.

.

.

.

Author's Note.

Puji dan Syukur saya ucapkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, karena berkat rahmat dan karunia-Nya, saya bisa menulis Fanfic ini.

Saya juga mengucapkan banyak terima kasih kepada para pembaca atau reader yang telah mau membaca, me-review, dan memberi kritik dan sarannya. Saya benar-benar berterima kasih atas kritik dan saran yang telah diberikan, dan saya sangat menghargainya. Bagi review yang belum saya balas, saya minta maaf.

Saya juga minta maaf kalau fanfic ini upnya lambat sekali. Tapi untuk chapter kali ini, saya sedikit berusaha untuk menambahkan wordnya. Dan juga, apabila terdapat kesalahan, tolong beritahu saya, karena di chapter berikutnya saya akan berusaha memperbaikinya.

Sekian.

Terima Kasih sudah membaca.

GignZ.