"Boss, mereka datang." Laki-laki berpakaian serba hitam itu sedikit membungkukkan badan dan berbisik di telinga orang yang ia panggil boss yang tengah duduk santai di kursi kebesarannya.

"Bersiap di posisi masing-masing." Suara berat nan pelan itu sanggup membuat semua pria di dalam ruangan bergidik ngeri dan memperbaiki posisi siaga mereka.

'KRIEETT'

Pintu besar berwarna cokelat yang telah memudar didorong dari luar. Menampilkan dua orang dengan pakaian yang sama dengan yang ada di dalam ruangan mendorong pintu dan memberikan jalan masuk bagi sekelompok orang dengan pakaian yukata berwarna abu-abu dan beberapa di antara mereka menjinjing tas kulit berwarna hitam legam. Dan jangan lupakan di obi mereka terdapat pedang samurai yang bersilau terkena cahaya lampu yang sesekali meredup.

"Lama tak bertemu, Nash." Sapa ketua dari kelompok berpakaian yukata.

"Oh, Hanamiya. Kau sudah sembuh rupanya…" senyum Hanamiya luntur.

"Mau bagaimanapun, aku tetap harus segera menyelesaikan masalah kita bukan? Atau…kau ingin transaksi itu gagal karena ulah para polisi?" Hanamiya tersenyum miring. Nash mendecih.

"Cepat keluarkan barangnya!" Bentak Nash.

Hanamiya memutar bola matanya malas. Dengan menggerakan dagunya ia memerintahkan anak buahnya untuk membawa koper-koper itu ke hadapan Nash dan memperlihatkan isinya. Anak buah Nash memeriksa satu persatu isi koper lalu memberi kode berupa anggukan kepada Nash. Baru saja anak buah Nash akan mengambil koper-koper itu, anak buah Hanamiya mengambilnya kembali.

"Oh…apa kau tidak melupakan sesuatu, Nash?" Hanamiya maju beberapa langkah dengan tangan saling bertaut di belakang punggungnya. Alis anehnya terangkat dan senyum meremehkan terpatri di bibir tipisnya.

"Masalah pembayaran? Aku tidak mengatakan akan membayar lunas, kok." Nash mengangkat bahu.

"Sudah kuduga." Hanamiya berbalik diikuti anak buahnya. Baru dua langkah, kelompok Nash menondongkan berbagai jenis senjata api kearah kelompok Hanamiya.

"Siapa bilang kau boleh pergi?" Tanya Nash.

"Diriku sendiri." Jawab Hanamiya sambil melirik kearah Nash.

"Kau boleh pergi setelah menyerahkan benda itu." Perintah Nash tanpa sedikitpun beranjak dari kursinya.

"Hoo…." sahut Hanamiya tak acuh.

Nash menggeram kesal. Merasa Hanamiya dan kelompoknya terlalu meremehkannya. Nash baru saja akan mengatakan sesuatu sebelum suara 'klik' terdengar.

"Kau berani mengancamku?" Hanamiya berbalik lalu mengeluarkan gaya andalannya yang sangat menyebalkan. Menjulurkan lidah lalu tertawa keras melihat ekspresi Nash yang sedikit ketakutan karena kedua tangan dan kakinya tertahan di kursi kebanggaannya itu.

"Kalian, cepat tembak mereka!" Pekik Nash pada semua anggotanya.

Hanamiya segera mengangkat tangan.

"Kalau kalian berani menembak kami, ketua kalian akan hancur hingga ke tulang. Bagaimana? "

.

.

.


Chapter10: -Kasus Kesepuluh, "Tenang Sebelum Badai"

© Fujimaki Tadatoshi

-Isi lembaran kelima puluh empat-

Relax


.

.

.

Seijuurou tengah duduk tenang di atas sofa merah maroon kediaman Kagami. Tangan kanannya tengah menggenggam buku partitur sementara tangan kirinya memangku dagu yang sesekali bergerak terangguk. Minggu ini minggu yang tenang. Tiada laporan, tak ada masalah dalam kegiatan sekolahnya, betul-betul tenang.

Tetsuya pun juga begitu. Minggu ini pelatih basketnya memberi mereka libur sebelum Winter Cup dimulai guna menyiapkan stamina untuk peforma yang 100%.

Namun kata libur tidak pernah ada dalam kamus kedua kakak mereka. Aomine Daiki dan Kagami Taiga.

"Shin, tolong periksa ulang laporan yang Aida-san berikan kemarin. Aku yakin ada yang ganjil."

"Kau yakin, Taiga? Laporan Pak Tua itu tidak pernah salah."

"Aku tidak mengatakan Aida-san salah. Aku hanya bilang ada yang gan- ha? Kau bilang apa? Ya! Coba cocokkan dengan frekuensi pertemuan anggota bawah. Kutunggu hasilnya malam ini. Terima kasih, Shin!" Taiga menutup panggilan telepon dengan semangat. Daiki yang duduk di sebelahnya menaikkan sebelah alisnya heran.

"Jadi, Aida-san salah?" Tanya Daiki sekali lagi.

"Bukan. Kalau prediksiku tepat, pergerakan Aida-san dipantau kelompok mereka sehingga hasil laporan Aida-san merupakan pengalihan yang mereka lakukan. Maka dari itu aku minta data tersebut dicocokkan dengan tanggal pertemuan bawah. Jadi kita bisa memulai untuk bergerak dua kali tanpa mereka sadari." Terang Taiga sambil menghempaskan tubuh ke atas sofa ruang tengah.

"Ide bagus. Aku bahkan lupa untuk memikirkan kemungkinan tersebut karena kondisi yang terlalu damai ini," aku Daiki sambil bertopang dagu di lengan sofa.

"Kalian sangat sibuk meski tidak terjadi apapun, huh?" Tanya Seijuurou sambil menutup buku partitur di tangannya. Not balok dan kawanannya tak lagi menjadi fokusnya. Percakapan kedua orang dewasa di sebelahnya sangat seru dan menantang. Layaknya bidak shogi yang harus diletakkan secara tepat dan akurat guna memojokkan lawan mainnya. Penuh akan strategi dan adrenalin tersendiri.

"Semakin tenang keadaan, menunjukkan banyak celah yang telah kami buat," ujar Taiga yang kemudian dilanjutkan oleh Daiki, "bila kau berkecimpung di dunia yang penuh abu-abu, warna terang merupakan hal paling langka untuk dilihat di hari-hari biasa."

"Jadi terang bisa jadi pertanda akan datangnya hujan? Aku baru tahu hal diluar ilmiah seperti itu." Ujar Seijuurou.

"Dunia penuh misteri, Sei. Bahkan ilmu pengetahuan masih bisa dikatakan misteri bila asal usulnya tidak pasti." Ujar Taiga bijak.

"Kalian membicarakan apa?" Sebuah suara dari pintu depan menghentikan percakapan ketiganya.

"Tetsu, kau datang kesini untuk menjemputku karena suruhan Ibu huh?" Tanya Daiki.

"Tidak. Ibu bahkan tidak di rumah. Maka dari itu lebih baik aku kesini dari pada sendirian di rumah." Tetsuya berjalan beberapa langkah kemudian mendudukkan diri di sebelah Seijuurou.

"Taiga-nii…tadi saat aku hendak keluar rumah, aku melihat dua orang laki-laki dan perempuan sedang jogging sambil melirik kearah rumah ini. Lalu begitu aku mendekati mereka dan menanyakan urusan mereka, mereka kabur ketakutan." Ujar Tetsuya.

"Ah, mungkin mereka kaget dengan dirimu yang tiba-tiba muncul begitu saja." Sahut Seijuurou.

"Sudah biasa terjadi hal seperti itu. Bahkan tukang kebun di rumah hampir memotong jari tangannya ketika Tetsuya datang dan menepuk pundaknya." Daiki menghela napas panjang sembari mengingat kejadian tersebut.

"Mungkin Tetsuya bisa mengajarkan tehnik misdirectionnya pada beberapa agen. Bukankah hebat bila kita bisa menyergap musuh dengan cepat dengan tehnik tersebut?" Usul Taiga.

"Jangan bercanda, Baka. Tehnik ini hanya Tetsu yang bisa karena hawa keberadaannya yang terlampau amat tipis. Ibu yang habis melahirkan Tetsu saja hampir mengira Tetsu hilang bila ia tidak menangis karena lapar." Daiki terkekeh sembari menatap Tetsuya yang mendengus sebal.

"Dai-nii mulai sebar aib rupanya. Ok kalau begitu, biar aku beritahu cerita dari ibu kepada Taiga-nii." Tetsuya tersenyum tipis dan menatap Daiki penuh arti.

"Tetsuya, tolong kurangi sifat bucinmu pada Taiga-nii ku." Sergah Seijuurou sebelum Tetsuya sempat bercerita.

"Siapa yang bucin? Dia memang Taiga-nii ku kok. Jangan main klaim punyamu." Balas Tetsuya tidak terima.

"Jadi kapan ceritanya? Aku penasaran nih, aib apa yang Aho bawa sejak lahir." Tanya Taiga tak sabaran.

"Kurang ajar kau, Taiga!" Maki Daiki tidak terima.

"Ayo Tetsuya! Cepat ceritakan!" Paksa Taiga yang jelas menghentikan perdebatan antara Tetsuya dan Seijuurou.

"Baiklah jikalau Taiga-nii sangat penasaran…" Tetsuya menghela napas sejenak lalu melanjutkan.

"Kala itu Daiki-nii berumur 7 bulan. Seperti para bayi lainnya, ibu selalu menjemur Daiki-nii dari jam 7 hingga jam 8 pagi kemudian memandikannya. Ibu bilang Daiki-nii saat bayi memiliki kulit berwarna kuning langsat. Jadi ibu tidak begitu menyadari satu dua perubahan pada Daiki-nii. Namun hari itu saat ibu memandikan Daiki-nii, ibu berteriak kencang. Membuat kakek dan nenek yang kebetulan masih tinggal bersama ibu dan ayah menghampiri ibu. Saat itu ibu berteriak mengatakan Daiki gosong. Jelas, kakek dan nenek keheranan karena cucu mereka bukanlah masakan yang bisa gosong. Tapi begitu kakek dan nenek melihat bahwa yang dimaksud gosong itu ialah kulit Daiki-nii memerah karena terlalu lama di bawah sinar matahari. Setelahnya kakek dan nenek tertawa cukup kencang sampai Daiki-nii menangis karena kedinginan," ujar Tetsuya sembari menautkan kedua jarinya pertanda cerita berakhir.

Keempatnya pun dilanda keheningan sesaat sebelum akhirnya Taiga berkomentar.

"Jadi, Daiki memang gosong dari bayi?"

TBC


Maaf karena hiatus hampir setahun.

Hutang hasil ketidak konsistenanku terlalu banyak dan problematika hidup tak selamanya mudah diredakan.

Terima kasih telah membaca cerita ini *hug*