"Tolong jangan bunuh aku!"

Seorang lelaki paruh baya nampak duduk bersimpuh -memohon di bawah lutut seorang pria berjubah hitam di depannya. Gagang pedang dengan ukiran gambar kipas terangkat ke udara. Memantulkan cahaya rembulan yang meneranginya.

"Hidup dan keputusasaanmu adalah hal yang sia-sia." Mata kelam pemuda itu terlihat berkilat. Menatap datar orang tua yang terlihat ketakutan di depannya.

"Ampuni aku kumohon-"

CRASHH!!!

Kepala pria malang itu menggelinding dengan wajah menyeramkan di tanah berdebu.

"Sudah kubilang jika itu sia-sia."

Seorang pria bersurai orange terlihat turun dari sebuah batu besar. Dia beringsut mendekati pria berjubah hitam yang sama dengan miliknya.

"Bukan dia orangnya?" tanyanya saat dia bisa melihat wajah pria malang itu dengan kedua matanya.

"Hn." Pria dengan mata sekelam langit malam itu menyarungkan katana miliknya. Dia berlalu pergi meninggalkan sang patner yang masih mengamati wajah pria yang ditebas barusan dengan jeli.

"Kemana tujuan kita kali ini?" Seorang wanita bersurai biru mendekat kearah pria dengan manik kelam di depannya. "-Itachi?"

Pria itu menoleh menatap satu-satunya wanita di antara mereka.

"Distrik 9. Bunuh Putri Uzushio."

ROAD TO BLADE

NARUTO belongs to Masashi Kishimoto

Story by Kuroi Sora18

Rated : M

Genre : Adventure / Romance

Pair : SasuFem!Naru

Chapter 14 : Nineth District

bagian III

Naruto berjalan riang menyusuri deretan kedai di Distrik Suna. Pakaiannya telah berganti dengan kimono berwarna merah cerah dengan corak bunga peony emas serta obi berwarna kuning -pemberian Hana. Nampaknya dia sama sekali tidak terpengaruh dengan tangannya yang terluka. Netranya menatap berbinar-binar bendera dan lampion warna-warni yang terpasang menerangi sepanjang perjalanan.

"Sepertinya festival ini sangat dinantikan."

Sasuke yang sedari tadi memilih untuk diam dan mengikuti kemana gadis hiperaktif itu pergi pun kini menoleh dengan wajah datarnya.

"Tentu saja, baka! Hari ini adalah hari jadi distrik. Kau pikir siapa orang Suna yang tidak merayakannya?"

"Uh, aku kan hanya bertanya. Nadamu sarkas sekali."

Naruto mendengus keras. Dia berjalan mendahului Sasuke untuk menghampiri seorang kakek tua yang sedang menjual berbagai pernak-pernik.

"Ada apa?" tanya Sasuke saat melihat Naruto nampak terdiam dengan wajah shock-nya.

"Bagaimana bisa?"

"Huh?"

Naruto menunjuk kearah kalung berbentuk prisma persis seperti miliknya. Sasuke hanya mengerutkan kening -tak paham. "Ada apa dengan kalung itu?"

"Kalung itu...persis dengan punyaku. Tapi semenjak aku kesini, kalungku menghilang. Tapi..."

"Oh, ojou-chan kalung ini memang sangat populer. Wajar saja ada yang mirip dengan milikmu."

"Populer?"

Kakek tua itu mengangguk mengiyakan.

"Ini hanya tiruan kalung milik Putri Uzushio. Ini jadi populer karena akhir-akhir ini orang-orang banyak yang membicarakan agenda kunjungannya ke sini. Kau berniat untuk membelinya? Jika kau membeli yang asli, mungkin dua gunung tidak akan cukup untuk membayarnya."

"Milik Putri Uzushio?" beo Sasuke. Dia lantas menatap Naruto yang berdiri disebelahnya dengan wajah penuh tanda tanya. Apakah ini berhubungan dengan terdamparnya Naruto di masanya? Lalu apa hubungannya dengan kalung milik Putri Uzushio?

"Apakah kau pernah melihatnya?"

"Huh? Siapa? Putri Uzushio itu?" Kakek tua itu terkekeh mendengar pertanyaan Sasuke. Mungkin saja dia menganggap pertanyaan Sasuke adalah sebuah lelucon. "Tidak pernah! Aku hanya mendengarnya dari gosip yang beredar jika dia putri yang sangat misterius. Wajahnya saja selalu tertutup. Namun katanya ada orang yang pernah melihat jika putri itu memiliki rambut pirang yang sangat cantik.Ah, ojou-chan juga berambut pirang ya?" ujar kakek itu sembari tersenyum ramah.

"Haha." Naruto tertawa kikuk. Rasanya malu sekali disamakan dengan seorang putri.

"Kalau begitu, oyajii aku beli ini."

"E-eh?!"

Naruto menoleh cepat kearah Sasuke yang malah membeli kalung imitasi itu. Sasuke diam saja selagi dia membayar kalung itu. Setelahnya dia malah mengalungkannya kepada Naruto dan mengamatinya. Membuat orang yang bersangkutan berdebar-debar tidak karuan.

"K-kenapa kau malah membelinya?" tanya Naruto dengan wajah merona. Pasalnya dia tidak menyangka jika Sasuke akan membelikan kalung itu untuknya. "Kau bilang kita kekurangan uang! Tapi kau malah membeli benda tidak berguna ini!"

"Aku hanya ingin melihat saja. Karena kupikir terdamparnya kau di masa ini erat hubungannya dengan Putri Uzushio -pemilik kalung ini. Apa kau tidak menyadarinya?"

"Tidak." sahut Naruto dengan wajah polosnya. Membuat Sasuke memijit pangkal hidungnya keras-keras. Apa gadis yang selalu mengikutinya ini lahir dengan otak yang cuma setengah? Sudah banyak petunjuk yang muncul tapi gadis itu sama sekali tidak menyadarinya?! Tak pelak hal itu membuat samurai bersurai raven itu mengerang frustasi.

"Arrgh! Bukankah kakek itu bilang jika putri itu berambut pirang?" Nada bicara Sasuke naik satu oktaf lebih tinggi. Mungkin saja dia kesal karena Naruto sama sekali tidak menyadari petunjuk itu.

"Kau bodoh atau apa? Orang dengan rambut pirang itu bukan cuma aku di dunia ini. Tentu saja aku tidak heran."

Sasuke berdehem - salah tingkah saat menyadari fakta satu itu.

"Tapi orang disini tidak banyak yang punya rambut mencolok sepertimu."

Kini Naruto sweatdrop. 'Inikan fanfiction tentu saja hal-hal yang tidak mungkin bisa terjadi kan?' batinnya absurd.

"Baiklah begini saja, apa di keluargamu ada yang berambut pirang? Atau- kau punya leluhur yang dulunya seorang bangsawan atau semacamnya?"

"Hmm...tentu saja ada. Ayah dan nenekku berambut pirang. Dan aku tidak tahu jika aku punya leluhur yang merupakan keturunan seorang bangsawan. Tapi sepertinya nenekku pernah bilang jika dia adalah cucu seorang Hokage. Kau tahu apa itu Hokage?

Manik Sasuke terbuka lebar.

"Itu yang ku maksud! Naruto..." Sasuke memegang kedua bahu gadis itu dan menatapnya lurus. "Hokage adalah sebutan untuk pemimpin di provinsi ini. Mungkin saja kau harus bertemu dengan Putri Uzushio yang kemungkinan adalah leluhurmu. Dengan begitu kau mungkin bisa kembali."

Naruto tertunduk dengan wajah muram. Jika memang itu kebenarannya, artinya dia akan berpisah dengan Sasuke? Meski dia sangat ingin kembali, dengan meninggalkan Sasuke disaat seperti ini membuat hatinya merasa -tidak rela?

"Kenapa kau muram seperti itu?"

"Ah...aku hanya merasa sedih jika kita harus berpisah."

Mendengar pengakuan frontal itu membuat wajah Sasuke berubah merah. Bagaimana bisa disaat seperti ini gadis bodoh itu malah memikirkannya?

"Jika aku jadi dirimu, yang kupikirkan saat ini adalah bagaimana cara menemui Putri Uzushio itu. Kenapa kau malah memikirkan hal yang seperti itu?"

Pandangan Naruto terlihat sendu. Ucapan Sasuke terdengar seperti penolakan baginya. Ah, Naruto lupa jika pria itu sudah memiliki orang spesial di hatinya.

"Aku mengerti."

Sepanjang jalan Naruto berwajah muram menatap punggung tegap Sasuke yang berada lima langkah di depannya. Sementara Sasuke tidak bisa menyembunyikan rona wajahnya saat dia kembali teringat akan kata-kata Naruto barusan. Ah, untung sinar remang-remang lampion di sisi jalan sedikit menyamarkan rona pipinya yang kemerahan itu.

Langkahnya terhenti dan menoleh ke belakang untuk melihat ekspresi gadis itu.

"Ah, ada apa?" Naruto mendongkak menatap Sasuke yang kini berhenti di depannya.

"Tidak. Lupakan saja!" Sasuke memalingkan wajahnya. Membuat Naruto bertanya-tanya dengan apa yang pria itu pikirkan di otaknya. Namun sentakan kecil di tangannya membuat Naruto menatap Sasuke kaget.

"Akan sangat merepotkan jika sampai kau tersesat lagi."

"Memangnya aku anak kecil?!" Pipi Naruto menggembung -jengkel karena kata-kata Sasuke. Pria itu terkadang bersikap lembut namun terkadang juga bisa menyebalkan seperti ini.

"Memang. Tapi kau seorang gadis kecil yang ceroboh."

"Ahh... wakatta!"

"Jangan berjalan di belakangku, baka! Akan sangat merepotkan jika sampai kau hilang di tengah keramaian seperti ini."

Tersenyum tipis sebelum Naruto balas menggenggam erat telapak tangan besar Sasuke.

"Kau juga jangan sampai hilang, eh?"

.

.

.

.

.

.

.

Shikamaru mengeratkan simpul tali kekang kuda miliknya di sebuah pohon dekat sebuah kedai di pinggiran Distrik Yayoi. Dirinya melangkah memasuki kedai reot di pinggir jalan saat seseorang yang dikenalnya menyapanya.

"Ohisashiburi, Chouji." sapa pemuda berambut nanas itu kepada seorang pria dengan perawakan subur yang sedang duduk di depan kedai.

"Ah, kau mau pergi kemana Shikamaru?Aku melihatmu menaiki kuda dengan terburu-buru."

Menghempaskan bokong di samping Chouji, Shikamaru untuk sejenak beristirahat di kedai itu. Ini baru awal perjalanan tapi rasanya dia lelah sekali.

"Ada beberapa urusan yang harus aku selesaikan."

"Oh ya, bagaimana keadaan Sakura? Kudengar beberapa waktu yang lalu kediamannya di serang oleh sekelompok pembunuh bayaran?"

"Yah..dia baik-baik saja. Hanya ada luka di bahunya karena dia terlalu ceroboh membiarkan jendela kamarnya terbuka."

Chouji mengangguk-angguk.

"Kalau begitu, kau mau kearah mana?"

"Aku tahu ini terdengar gila tapi kali ini aku kan mencoba mencari tahu tentang orang yang bernama Orochimaru."

"Eh? Yang benar saja! Apa kau gila? Seluruh penjuru distrik tahu kalau dia adalah penjahat yang sangat dihargai kepalanya. Uhh, bahkan aku sampai merinding hanya dengan mengingat pria mirip ular itu."

"Aku tahu." Shikamaru memandang langit yang mulai dipenuhi awan kelabu. Sepertinya akan segera turun hujan. "Sebenarnya aku tidak benar-benar menuju kediamannya. Dia sering berpindah-pindah, aku tahu akan sulit mencarinya. Tapi setidaknya aku bisa mengetahui beberapa hal tentangnya, Kuroi Heitai ataupun Akatsuki."

"Dan sekarang kau menyebut Akatsuki." ujar Chouji diiringi helaan napas di akhir kalimatnya. "Nyawamu hanya satu, kusarankan kau pulang saja dan hidup bahagialah dengan Sakura."

Shikamaru mendesah lelah. Memang ini menjadi rumit karena keterlibatan Akatsuki di dalamnya. Namun dia mau tidak mau harus ambil resiko jika ingin mendapatkan informasi mengenai mereka.

"Aku tahu. Tapi aku harus mengambil resiko itu. Seseorang telah terluka karena mereka. Dan aku tidak bisa memaafkan perbuatan mereka. Baru-baru ini aku bahkan sampai bertemu dengan Sasuke di perbatasan distrik Bunkyo sehari setelah kediaman Haruno diserang."

"Kau bertemu dengan Uchiha Sasuke?" Chouji memekik disela-sela makannya. Bahkan Shikamaru harus menggeser posisi duduknya agar remah makanan sahabat gempalnya itu tidak muncrat mengenainya.

"Ya. Dia datang menemui Sakura untuk mengetahui tentang kakaknya."

"Apa kau gila? Bergaul dengannya sama saja cari mati. Kau tahu, aku benci sekali dengan mata sipit dan mulut pedasnya. Guh, aku bahkan masih ingat dengan jelas saat dia mengataiku gendut sewaktu akademi dulu. Tapi tunggu dulu, kenapa dia malah menemui tunanganmu?"

"Singkirkan dulu pikiran anehmu."

"Aku tidak berpikiran aneh." ujarnya dengan mata menyipit.

Shikamaru tahu jika Chouji mungkin berpikir jika Sakura dan Sasuke mempunyai hubungan spesial yang tidak diketahui olehnya.

"Klan Haruno adalah relasi dari Klan Inuzuka-klan informan terbaik di provinsi ini. Dan Sakura menyampaikan informasi kakak Sasuke kepadanya." jelasnya.

"Bukankah dia bawahan Orochimaru?" lanjut Chouji dengan suara berbisik. Chouji mungkin merasa takut jika pembicaraanya bisa terdengar oleh orang lain.

"Lebih tepatnya mantan." ujar Shikamaru mengoreksi. " Tiga tahun lalu dia meninggalkan markas Orochimaru dan mulai mengembara mengejar kakaknya."

"Kalau begitu tanya saja kepadanya. Dia pasti tahu banyak tentang Orochimaru kan?"

Manik hitam Shikamaru memandang langit yang mulai bergemuruh. Awan hitam nampak semakin pekat menutupi langit malam.

"Dia bilang dia tidak mengetahui dengan pasti. Dia sudah dicap sebagi penghianat, tapi Orochimaru masih menginginkannya untuk bergabung dengan Taka."

"Taka?"

"Organisasi Orochimaru yang lain. Organisasi itu yang bertugas mengatur pasukan Orochimaru untuk menaklukan beberapa desa dan distrik untuk dijadikan wilayahnya. Aku baru-baru ini tahu jika dia melakukan itu karena dia berambisi menjadi Hokage."

"Ahh, kau ini memang keras kepala. Jika memang itu niatmu, aku hanya bisa memberitahumu satu hal."

Melihat ekspresi serius Shikamaru, Chouji hanya menghela napasnya saja. "Baru-baru ini aku mendengar bahwa komplotan Kuroi Heitai telah bergerak ke perbatasan Distrik Ame tepatnya ke sebuah desa kecil bernama Sumi. Aku berpikiran mungkin markas mereka ada disana."

"Arghh..." Shikamaru mengeram dan tiba-tiba memegangi dahinya yang dipenuhi kerutan dalam. "Kau bilang pun, aku takkan mungkin menghancurkannya sendirian. Itu sama saja seperti mengumpankan daging ke singa kelaparan. Merepotkan!" keluhnya kemudian.

"Sudahlah, anggap saja kau tidak mendengar apapun dariku. Kau sudah tahu jika itu tidak mungkin." ujar Chouji sembari merotasi kedua bola matanya.

Shikamaru pun berulang kali mengumpat 'merepotkan' disertai helaan napas di awal umpatannya. Entah mengapa otak yang katanya jenius miliknya sama sekali tidak terpikir rencana bagus untuk menghancurkan organisasi itu. Apalagi sepertinya Kuroi Heitai telah lama bekerja sama dengan Orochimaru. Dan kini bertambah ada pihak Akatsuki yang menjadi mata-mata.

.

.

.

.

"Apa maksudnya ini?"

Naruto mengangkat pergelangan tangannya yang terikat bersama pergelangan tangan Sasuke.

"Jika kau ingin masuk ke area Festival, kau harus mengikat pergelangan tanganmu dengan pasangan. Tali merah ini adalah simbol pemersatu distrik. Jadi siapapun yang masuk, wajib memakainya." ujar Kiba yang entah kenapa kini jadi sok menggurui begini.

"Ah ya.. tapi bukankah ini jadi sangat merepotkan? Berjalan di tempat seramai ini dengan tangan terikat pasti susah!"

"Ehh, bukannya bagus!" Si maniak anjing satu itu berseru dengan wajah jahil. "Kalian kan jadi tidak terpisah di tempat keramaian. Pasti kau tidak ingin terpisah dari Uchiha-san kan?" ujar Kiba yang membuat wajah Naruto kontan menjadi merah padam.

"Lalu kau sendiri?" kini giliran Sasuke yang buka suara. Pria itu nampak biasa saja dengan situasi ini.

"Oh aku?! Tenang saja, aku bersama Akamaru. Sebenarnya aku disuruh menjadi petugas keamanan disini. Tapi tidak apa-apa, kalau aku mau nanti aku susul kalian. Ngomong-ngomong, Naru-chan..."

"Ya?"

"Aku baru sadar jika, kau cantik sekali dengan kimono kakakku. Benar-benar cocok!"

"E-eh, yang benar?" ujar Naruto sambil tersipu malu. Membuat Sasuke berdecih sebal.

"Sampai kapan kau akan berdiri disini terus?"

"Kalau begitu Kiba-kun, terima kasih ya."

"Okey! Uchiha-san, jaga Naru-chan baik-baik ya!" teriak Kiba sambil melambaikan tangannya.

"Oi, jangan berjalan terlalu cepat!"

Naruto bersusah keras menyamakan langkahnya yang sedikit limbung karena Sasuke berjalan cepat di depannya. Tali merah yang mengikat pergelangan tangannya bergerak-gerak menggesek permukaan kulitnya hingga memerah.

"T-teme!" panggilnya.

Sasuke berhenti tiba-tiba hingga Naruto harus menabrak punggung tegap pria bersurai raven itu.

"Kenapa kau harus berhenti tiba-tiba sih?"

"Tidak apa." sahut Sasuke ketus. Dia mulai berjalan pelan memasuki area festival. Menghiraukan tatatapan heran Naruto yang berjalan mengekorinya.

"Kira-kira, apa yang akan kau lakukan jika dendammu sudah terbalaskan?"

Sasuke memandang Naruto lewat ekor matanya. Gadis itu sudah terlalu sering mempertanyakan hal itu.

"Kenapa kau bertanya hal seperti itu?" tanya Sasuke balik. Jeda sebentar sebelum Sasuke menjawab dengan nada ragu. "Entahlah. Kau sendiri apa yang akan lakukan jika kau sudah berhasil kembali ke duniamu?"

Naruto menunduk. "Banyak sekali. Aku ingin segera lulus sekolah, bekerja di kantor besar, menikah lalu mempunyai keluarga yang bahagia."

"Aku penasaran pria macam apa yang jatuh cinta kepada gadis ceroboh sepertimu?"

"Pastinya bukan pria pemarah dan berhati sempit sepertimu!Bwee!" ujar Naruto sambil menjulurkan lidahnya -mengejek Sasuke.

"Apa kau bilang?!"

"Tidak ada siaran ulang~"

"K-kau-"

Sasuke menarik pergelangannya yang terikat dengan kuat hingga membuat Naruto yang tidak siap harus terhuyung ke depan menabrak dada bidang Sasuke.

"Sa-"

"Diamlah." Sasuke menjawab dengan singkat. Manik onyxnya menatap awas ke sekitarnya dengan tatapan waspada. Kerumunan pengunjung di sekitarnya membuat dirinya tidak bisa mengawasi dengan benar. Sejak tadi dia merasa ada beberapa orang yang mengawasinya secara diam-diam.0

"S-sebenarnya apa yang sedang terjadi? K-kalau kau marah, kau tidak usah bersikap seperti ini!"

Naruto yang tidak siap dengan situasi ini hanya bisa terheran dengan perubahan sikap Sasuke.

"Sepertinya ada yang mengawasi kita."

"E-eh?!"

"Kita pergi dari sini!" Sasuke bersiap menyeret Naruto untuk segera lari bersamanya.

"Iya tapi-"

"Tidak ada waktu lagi!"

Melihat keseriusan Sasuke, Naruto menjadi yakin jika sesuatu yang buruk sedang mengintai mereka.

.

.

.

"Ah...bosannya!"

Manik violet melirik rekannya yang sedang tiduran di sebuah pondok tua. Taman Inokashira. Disanalah Deidara dan Sasori berada. Mereka sudah satu jam yang lalu sampai disana dan Deidara sudah merasa kebosanan.

"Ayolah, kapan si Shimura itu datang? Dia tidak memberitahumu kapan kita harus sampai?"

"Kita tunggu saja."

"Hei, aku paling tidak suka menunggu!" ujarnya dengan mimik muka sebal. Namun suara letupan kembang api menyita perhatiannya. "Aku baru ingat jika hari ini adalah hari jadi Distrik Suna kan?"

"Itu bukan urusanku."

"Hei, hei! Suna itu kampung halamanmu kan? Bukankah kau seharusnya pulang dan ikut bersenang-senang?"

Mendengar kalimat Deidara membuat Sasori mendengus keras.

"Kau sebut kampung halaman? Cih, bahkan aku tidak pernah ingat jika aku lahir disana."

"Hidoi na~" Deidara menghela napas melihat rekannya yang nampak menatap langit dalam diam. "Ngomong-ngomong, bagaimana jika kita kesana?" celetuknya kemudian. Membuat Sasori memandang Deidara dengan tatapan anehnya. "Baiklah, mungkin kau memang tidak ingin beranjak dari manapun.

"Disana sedang terjadi keributan besar. Aku tidak suka tempat yang berisik."

"Padahal aku ingin melihat festival itu dari dekat." ujar Deidara diselingi kekehannya.

.

.

.

Deru napas saling memburu di tengah keramaian Distrik Suna.

"Kejar mereka!"

Nampak lima orang berpakaian serba hitam berlari kencang mengejar Sasuke dan juga Naruto. Sasuke beberapa kali mengumpat saat orang-orang yang dia yakini merupakan anggota Kuroi Heitai semakin mendekat kearahnya. Mereka bahkan tidak ragu mendorong siapa saja yang menghalangi jalan mereka hingga menimbulkan keributan besar di tengah area festival.

"Naruto, kita harus cepat." Sasuke menoleh kearah gadis pirang di sampingnya yang sudah nampak kepayahan. Luka yang ada di lengannya membuat Naruto tidak bisa bergerak bebas. Dia bahkan beberapa kali mengaduh sakit kala tangannya tak sengaja bertabrakan dengan beberapa pengunjung.

"Sial! Kenapa harus ditempat seperti ini?!"

"Jangan biarkan mereka lolos!"

"Kuso!"

Sasuke mengeram marah. Dia menarik katana miliknya dan memotong tali merah yang mengikat pergelangan tangan miliknya dan juga Naruto.

"Naruto kau bersembunyilah! Aku akan memancing orang-orang itu dan menghabisi mereka. Kau pergilah dan cari Inuzuka untuk meminta bantuan!"

"Tapi-"

"Tak ada waktu lagi. Pergi sekarang atau kita berdua akan mati!"

Memantapkan hatinya, Naruto akhirnya berlari menyelinap diantara pengunjung dan berlari sejauh mungkin untuk meminta bantuan.

Sementara Sasuke kini sedang berhadapan dengan keliama orang misterius itu di suatu tanah lapang yang sepi yang cukup jauh dari area festival.

"Katakan dimana gadis pirang itu pergi?!"

'Apa?'

Manik onyx Sasuke membulat terkejut. Bukan dirinya yang diincar? Lalu apa tujuan mereka mengejar Naruto? Bukankah gadis itu tidak ada sangkut pautnya dengan orang-orang itu?

"Sebenarnya apa mau kalian? Kenapa kalian mengejarnya? Apa kalian dari kelompok Kuroi Heitai?"

"Itu sama sekali bukan urusanmu."

Sasuke mengacungkan katana miliknya. Nampaknya sesuatu yang serius telah menimpa mereka saat ini.

"Jika kau tidak segera menjawabnya, maka terpaksa kami akan mencoba dengan jalan kekerasan."

"Cih, coba saja!"

Kelima orang itu dengan kompak menerjang Sasuke dengan senjata mereka. Sasuke yang tidak dalam kondisi fit, harus berulang kali mengumpat saat dirinya merasa kualahan saat kelima orang misterius itu menyerangnya secara serentak.

CRASH!

Satu orang telah berhasil Sasuke lumpuhkan dengan luka sayatan mengerikan di bagian lengan.

"Pengawal kerajaan?"

Sasuke menurunkan katana miliknya saat dia tidak sengaja melihat tanda ukiran kayu , uzu atau bisa berarti pusaran di yang tertempel di bagian lengan mereka.

"Tunggu biar kuperjelas mengenai sesuatu!" seru Sasuke saat keempat orang lainnya nampak bersiap untuk menyerangnya lagi.

"-jika yang kalian maksud itu adalah gadis pirang yang bersamaku, dia bukanlah bagian dari kerajaan!"

Keempat orang itu nampak saling berpandangan. Sebelum mereka sepakat membuka topeng rubah yang menutupi wajah mereka. Salah seorang dari mereka yang Sasuke yakini sebagai kaptennya maju beberapa langkah dan menyarungkan kembali katana miliknya.

"Namaku Yamato. Kami memang bagian dari pasukan kerajaan yang mengawal kedatangan Hime-sama ke distrik ini secara diam-diam." ujar pria berambut cepak itu kemudian.

Sasuke memasukan kembali katana miliknya. Dia menghela nafas dengan berat.

"Aku menyesal telah melukai rekan kalian."

"Kami yang bersalah karena menyerangmu terlebih dulu tanpa mengetahui kebenarannya."

Sekarang Sasuke jadi paham mengapa Naruto di kejar oleh mereka, pastilah karena rambutnya sama-sama berwarna pirang.

"Lalu apa yang sebenarnya terjadi hingga kalian mengejarnya? Meskipun dia sama-sama berambut pirang, percayalah jika dia bukan orang yang kalian maksud."

"Maafkan kami. Kami mengira kekasihmu itu sebagai Hime-sama."

Kekasih? Tiba-tiba pipi Sasuke merona hebat. Anehnya dia tidak menyangkalnya dan hanya memalingkan wajahnya kearah lain. "Sebenarnya beberapa hari yang lalu, kami menerima kabar jika ada sekelompok orang misterius yang sedang mengincar nyawa Hime-sama. Tapi pagi tadi dia tiba-tiba menghilang dari rombongan. Dan kami diperintahkan untuk mencarinya."

"Menghilang?"

.

.

.

.

.

"Arrghhh..."

Sementara disisi lain, Naruto berlari sekuat tenaga menerobos para pengunjung festival yang berkerumun memenuhi jalan utama. Berjuang mati-matian kabur dari kelompok misterius yang tiba-tiba mengejar mereka

"Lagi-lagi keadaan seperti ini!"

Kakinya terus memacu kearah pintu ke luar. Namun tiba-tiba harus terhenti ketika dia menabrak seseorang.

"Gomenasai." ujarnya saat seorang gadis berambut pirang itu jatuh di depannya.

Sekilas Naruto bisa melihat pendar berwarna biru ketika melihat kedua manik milik gadis misterius yang ditabraknya. Namun belum sempat Naruto melihat wajahnya, gadis itu mengambil tudungnya yang jatuh dan langsung pergi dari tempat itu tanpa berkata apapun.

"Tadi itu...siapa?" gumam Naruto. Tanpa disadari olehnya dua orang dengan jubah hitam sudah berada di depan matanya.

"Menyerahlah, Hime-sama."

Dan lagi-lagi Naruto harus mengahadapi keadaan yang sama sekali tidak terduga olehnya.

"E-eh?"

.

.

.

.

.

.

TBC

Halo author kembali...Lama tidak berjumpa. Karena belakangan ada banyak pertanyaan yang masuk, author jadi tidak sabar untuk menjawabnya untuk kalian. Baiklah tanpa basa-basi lagi, spesial chapter ini akan author akhiri dengan pojok QnA yaa...

Q: kenapa Shikamaru harus repot-repot mencaritahu soal Orochimaru lewat ayahnya? Kan Sasuke itu pernah jadi bawahannya kan?

A: sudah dijawab di chapter ini ya~

Q: shuuriken itu dizaman samurai atau ninja? Bukannya lebih enak kalau memakai belati atau sejenisnya?

A: Soalnya author tidak terbayang senjata lain yang bisa di lempar selain itu sih! :p

Q: kenapa makin lama makin gaje?

A: (-_-) author sendiri bingung kenapa? Saya membuat fic ini sesuai dengan imaginasi saya, pikiran saya, kokoro saya, jadi kenapa jadi makin gaje? Itu karena yang bikin aja sudah gaje. Berikutnya akan saya kasih warning kalau cerita ini gaje. Jadi biar tahu kalau gaje jangan dibaca. sekian. #tampoled#

Q: siapa putri Uzushio?

A: kalau dijawab sekarang, nanti jadi spoiler.*kick* Tentu saja akan ada masanya identitas putri Uzushio itu akan terbongkar. Fufufufufu~

Q: Akatsuki berubungan dengan Orochimaru?

A: iya mereka sahabatan dari SD.

Q: Bakal ketemu Gaara nggak?

A: Hmmm~ *mikir*

Q: Naru bisa balik ke masanya nggak?

A: Hmmm~ *mikir*

Yak! Sepertinya cukup sekian ya edisi QnAnya. Semoga terpuaskan (?). Tak henti-hentinya author sampaikan ucapan terima kasih untuk semua reviewer, yang sudah memfollow atau memfavorite fic gaje ini. Reader dan silent reader sekerabat sekapal saya, flamer juga yang sudah menghujat fic saya. Terima kasih sudah mampir di lapak bobrok saya. Untuk ke depannya lagi semoga saya bisa menyajikan fic yang lebih baik lagi. Sekian dan terima kasih.

Kuroi Sora18 log out